tirto.id - Seorang perempuan berinisial YS ditangkap Subdirektorat 3 Resmob Polda Metro Jaya karena membobol dana senilai Rp1,8 miliar dari BNI. Seperti diberitakan Tempo, Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary menyampaikan bahwa dalam pembelian fasilitas-fasilitas di gim Mobile Legend, saldo dari YS tak pernah terdebit.
Modus operandi yang digunakan YS adalah menambahkan beberapa digit angka di virtual account pada gim ketika membeli fasilitas Mobile Legend. “BNI disebut mengalami kerugian hingga Rp1,8 miliar atas transaksi YS,” kata Ade kepada Tempo. Menurut Ade, pelaku telah bermain Mobile Legend selama setahun terakhir.
Mobile Legend adalah satu dari ribuan jenis gim yang tersedia di internet. Permainan ini merupakan salah satu bentuk gim video dengan genre MOBA (Multiplayer Online Battle Arena), yakni pertempuran antar-tim dalam arena pertarungan daring yang mengandalkan strategi. Dalam gim ini, seorang pemain mengendalikan sebuah karakter.
Di satu sisi, kemunculan gim online memang bisa menghadirkan lapangan pekerjaan dengan menjadi seorang gamers. Seperti tertulis Kotaku, pemain gim populer bisa menghasilkan lebih dari 50.000 USD.
Namun, jika tak bijak menggunakannya, gim online bisa mengganggu aktivitas hidup. American Psychiatric Association (APA) memperkirakan terdapat 160 juta orang dewasa Amerika bermain gim berbasis internet.
Perdebatan Kecanduan Gim Online di DSM-5
Kecanduan gim online telah masuk dalam Diagnostic and Stastictical Manual of Mental Disorders (DSM-5). Namun, hingga soal ini dimasukkan ke dalam DSM-5 pada 2013 lalu, belum ada bukti yang cukup untuk memasukkan kecanduan gim ke dalam kriteria gangguan mental dan masih melalui berbagai penelitian lanjutan.
Meski begitu, DSM-5 mencatat bahwa kecanduan gim bisa menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Akibatnya banyak. Ada yang dalam kesehariannya sibuk bermain gim. Ada pula yang menunjukkan gejala tertentu ketika berjauhan dengan gim, entah sedih, mudah marah, cemas. Ada yang tak mampu mengurangi bermain gim, meski sudah berupaya untuk berhenti. Persoalan lain adalah berbohong kepada orang lain tentang waktu yang dihabiskan untuk bermain, ada pula yang menjadikan gim sebagai pelarian dari perasaan negatif. Yang terburuk, barangkali, ketika kecanduan gim telah merusak hubungan seseorang dengan orang lain dan membuat mereka kehilangan pekerjaan.
Salah satu cara yang dilakukan untuk memverifikasi gangguan kecanduan gim adalah riset berjudul “Internet Gaming Disorder: Investigating the Clinical Relevance of a New Phenomenon” yang dilakukan pada Maret 2017.
Melalui studi yang dipublikasikan dalam American Journal of Psychiatry (PDF) ini, Andrew K. Przybylski, Netta Weinstein, dan Kou Murayama memperkiarkan prevalensi gangguan kejiwaan yang baru ini, memeriksa validitas indikator yang diusulkan, dan membandingkan penelitian antara kecanduan gim online dengan kecanduan judi, serta memperkirakan dampaknya terhadap kesehatan fisik, sosial, dan mental.
Penelitian tersebut melibatkan 18.932 responden yang tersebar di Amerika Serikat, Inggris, Kanada, dan Jerman. Dalam penelitian ini, mereka menemukan lebih dari 86 persen orang dewasa muda berusia 18 hingga 24 tahun dan 65 persen orang dewasa memainkan gim online.
Dalam penelitian tersebut, mereka mencatat bahwa 0,3 hingga 1,0 persen dari populasi umum memenuhi syarat untuk potensi akut diagnosis gangguan gim internet. Namun jika dibandingkan dengan gangguan lain seperti perjudian, gim berbasis internet jauh mungkin jauh lebih tidak membikin ketagihan, tapi sama-sama bisa membuat hidup kacau.
Dari penelitian ini, para peneliti menyimpulkan bahwa semakin mereka terikat dengan gim online, maka gejala kecanduan gim yang telah disebutkan tadi semakin menguat. Namun, gim tersebut memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap fisik, sosial, dan kesehatan mental setiap orang.
Tentu saja penelitian ini masih bisa diperdebatkan; apakah kecanduan gim online merupakan gangguan atau hanya panik moral? Hal ini diulas oleh Patrick M. Markey bersama dua koleganya (PDF).
Menurut Markey, dkk., studi yang dilakukan ini tetap penting, karena mampu menunjukkan bahwa kecanduan gim video adalah hal yang nyata, tapi bukan epidemi yang mampu membuat sebagian orang ketagihan, bahkan tak sebanding dengan kecanduan alkohol, metamfetamin, atau judi.
Mayoritas orang yang suka dengan gim online di penelitian Przybylski, dkk. diketahui masih mampu menyeimbangkan dengan jadwal kerja dan kehidupan sosial mereka.
Perhatian Dunia terhadap Kecanduan Gim
Meskipun APA masih terus melakukan penelusuran terhadap gangguan akibat kecanduan gim, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan gangguan gim ini ke dalam Revisi ke-11 Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD-11).
ICD adalah dasar untuk identifikasi tren dan statistik kesehatan secara global dan standar internasional untuk pelaporan penyakit dan kondisi kesehatan. ICD digunakan oleh praktisi medis di seluruh dunia ketika mendiagnosis suatu kondisi dan digunakan oleh para peneliti untuk mengkategorikan sebuah kondisi.
Seperti diberitakan BBC, beberapa negara telah mengidentifikasi kecanduan ini sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama. Bahkan, di Inggris terdapat klinik untuk mengobati kecanduan ini. Tanda atau gejala yang digunakan oleh dokter dalam mendeteksi penyakit ini adalah adanya perilaku bermain yang abnormal selama setidaknya 12 bulan.
Meski kecanduan gim hanya berpengaruh terhadap sebagian kecil gamers aktif, tapi dimasukkannya hal ini dalam ICD agar orang yang terlibat dalam aktivitas digital dari gim video bisa mewaspadai jumlah waktu yang mereka habiskan, apalagi jika permainan itu sudah mengacaukan aktivitas harian Anda dan mengganggu kesehatan fisik, psikologis, dan sosial dari gamers.
Editor: Maulida Sri Handayani