tirto.id - Jaksa Penuntut Umum Sigit Hendradi mengaku kecewa dengan keputusan Tim Majelis Hakim yang hanya menjatuhkan vonis satu tahun enam bulan penjara kepada terdakwa kasus perusakan barang bukti dugaan pengaturan skor, Joko Driyono.
Keputusan ini memang lebih rendah dibanding tuntutan awal Sigit, yakni dua tahun enam bulan penjara.
"Karena itu dikurangi setahun, ada hak kami berpikir tujuh hari apakah keberatan atau menerima, itu diberikan hak oleh hakim, tujuh hari berpikir. Kami berpikir dan kaji dulu," tutur Sigit di PN Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2019).
"Kami, kan, [pakainya] Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHUP [untuk menuntut], sementara Majelis Hakim Pasal 55 ayat (1) ke-2 sebagai penggerak. Ada perbedaan di situ. Tapi, kan, pasal pelengkap bukan pasal pokoknya. Makanya pikir-pikir tujuh hari," lanjutnya.
Vonis yang dijatuhkan hakim tidak lepas dari dakwaan kedua subsidiair yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum. Dalam dakwaan tersebut, Jokdri dinilai melanggar Pasal 233 juncto Pasal 235 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Di sisi lain, Ketua Tim Majelis Hakim, Kartim Haeruddin mengurangi vonis karena beberapa pertimbangan.
Di antaranya, dia menilai Jokdri kooperatif selama persidangan, mengakui perbuatannya, dan tak terbukti terlibat kasus pengaturan skor.
Walau demikian, pertimbangan tersebut tidak mengubah keputusan hakim kalau Jokdri tetap melakukan tindak pidana.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah meyakinkan menggerakkan orang, merusak, membikin tidak dapat dipakai, menghilangkan barang-barang yang dipakai untuk meyakinkan sesuatu di depan penguasa yang atas perintah penguasa umum dengan cara memanjat atau menggunakan kunci palsu," tegas Kartim.
Kartim lantas memberikan waktu bagi pihak Jokdri maupun jaksa untuk bersikap dalam tujuh hari ke depan. Jika tidak ada banding atau keberatan, maka dianggap seluruh pihak menerima putusan Majelis Hakim.
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Dhita Koesno