Menuju konten utama
Piala Dunia Perempuan 2019

Jackie Groenen, Penggemar Cruyff yang Menyelamatkan Nasib Belanda

Bagi Jackie Gronen, menjadi perempuan bukanlah penghalang untuk mewujudkan cita-citanya: menyelamatkan sepakbola Belanda sebagaimana Johan Cruyff.

Jackie Groenen, Penggemar Cruyff yang Menyelamatkan Nasib Belanda
Jackie Groenen dari Belanda merayakan gol selama pertandingan sepak bola semifinal Piala Dunia Wanita antara Belanda dan Swedia, di Stade de Lyon di luar Lyon, Prancis, Rabu, 3 Juli 2019. Francisco Seco/ap

tirto.id - Tak ada yang menduga kalau gelandang Timnas Perempuan Belanda, Jackie Groenen bakal jadi pencetak gol penyelamat timnya saat bersua Swedia dalam semifinal Piala Dunia Perempuan di Lyon, Kamis (4/7/2019) dini hari waktu Indonesia. Maklum, sampai sebelum laga semifinal, Groenen belum pernah sekali pun melepaskan tendangan langsung ke arah gawang. Lima kali main, nol kali dia menembak.

Namun anomali itu akhirnya terjadi juga. Setelah kedua tim bermain 0-0 sepanjang waktu normal, pada menit 99, sepakan mendatar Groenen dari luar kotak penalti menggetarkan gawang Swedia. Bola sebenarnya tidak kencang, tapi penempatan yang jeli bikin kiper Swedia, Hedvig Lindahl tak berkutik. Skor akhir 1-0.

Kemenangan itu bikin Timnas Perempuan Belanda mencatatkan sejarah: lolos untuk pertama kalinya ke final Piala Dunia. Mereka bakal menantang juara bertahan, Amerika Serikat dalam partai puncak Minggu (7/7/2019) mendatang.

"Sangat menyenangkan rasanya, berada di atas lapangan bersama teman satu tim yang tak pernah berhenti membuat saya percaya diri. Pujian harus diberikan kepada seluruh pemain dan staf tim, karena semua berkat kerja keras bersama," tutur Groenen, yang atas penampilan heroiknya diganjar dengan gelar man of the match (pemain terbaik).

Seperti perkataan Groenen, semua pemain berperan, termasuk dalam gol yang dia ciptakan. Proses gol dimulai ketika serangan yang dibangun duo pemain Arsenal Ladies, Danielle van De Donk dan Vivianne Miedema bikin bola mengalir ke arah Groenen yang bebas tanpa pengawalan.

Dalam sepakbola, pendekatan serangan seperti ini biasa disebut dengan 'the concept of third man' (konsep pemain ketiga). Praktiknya dilakukan dengan mengarahkan serangan ke titik tertentu, menggerakkan lawan, sehingga ruang tercipta dan bola bisa diberikan kepada seorang pemain lain yang lepas dari penjagaan. Dalam proses gol Belanda ke gawang Swedia, sosok yang mendapat peran 'pemain ketiga' adalah Jackie Groenen.

Sulit mengklaim gol Belanda cuma keberuntungan. Sebab, the concept of third man merupakan pendekatan yang diperkenalkan oleh legenda sepakbola Belanda, Johan Cruyff. Dan Groenen, pemain yang mencetak satu-satunya gol Belanda adalah pengagum berat Cruyff.

Fans Cruyff Sejak Kecil

Lahir di Tilburg, 17 Desember 1994, Groenen sebenarnya bukan berasal dari keluarga atlet. Namun, ayahnya benar-benar menggilai sepakbola. Dari sosok yang merupakan fans fanatik Ajax dan Barcelona itu pula Groenen pertama kali tahu kalau dunia ini ada seorang jenius bernama Johan Cruyff.

"Ayah saya adalah penggila Cruyff, posternya ada di setiap sudut rumah. Dulu di mobil kami ada sebuah TV, banyak video pertandingan Cruyff di dalamnya. Tentu ada juga video penampilan Dennis Bergkamp, atau kalau sekarang Frenkie De Jong dan Lionel Messi. Bukankah setiap orang menyukai mereka? Orang-orang seperti mereka bisa membuat sepakbola terlihat lebih sederhana," kenang Groenen.

Meski menyukai sepakbola sejak kecil, Groenen tidak langsung memutuskan terjun sebagai atlet sepakbola. Pilihan pertamanya justru adalah olahraga individu, yakni judo.

Groenen bahkan tergolong sebagai atlet judo cilik berprestasi. Sebelum menginjak remaja, dia lima kali menyabet gelar juara nasional dalam beberapa kategori. Bahkan, konon Groenen juga sempat menyabet satu medali perunggu dalam kompetisi judo tingkat Eropa.

Hingga pada usia 15 tahun, Groenen yang di sela-sela aktivitas judonya tetap mempelajari sepakbola memilih putar arah. Sepakbola, pada akhirnya adalah olahraga yang dicintainya.

Johan Cruyff dan ayahnya lagi-lagi jadi sosok inspiratif yang menggerakkannya hingga saat ini.

"Ketika saya pertama mendapat kontrak profesional, secara sadar saya memohon untuk diberi seragam nomor punggung 14, angka yang sama dengan Cruyff. Itu bukan cuma karena firasat, tapi juga harapan karena dia adalah pemain yang paling bisa memainkan sepakbola dengan indah," kenang Groenen.

Hingga saat ini, di manapun bermain, Groenen identik dengan nomor punggung 14. Termasuk di Timnas Belanda.

Karier Groenen dimulai dengan bergabung ke akademi GSBW, VV Riel, Wilhelmina Boys, dan SV Rood-Wit Veldhoven sampai 2011. Saat itu pula dia menyadari satu hal penting. Kendati merupakan penggemar berat Cruyff, Groenen sadar bahwa posisi favoritnya bukanlah pos yang sama dengan Cruyff.

"Idola saya tetap Cruyff, karena kreativitasnya di atas lapangan. Tapi saya adalah orang yang berbeda, pemain yang benar-benar nyaman ketika berada di lini tengah. Saya merasa bahagia ketika membuat umpan untuk para pemain di depan saya," tuturnya.

Sejak saat itu, Groenen memutuskan akan berkembang sebagai seorang gelandang murni.

Di level senior, karier Groenen justru dimula dengan memperkuat klub asal Jerman, SGS Essen. Semusim kemudian dia pindah ke Duisburg dan mencatatkan empat gol dari 32 penampilan.

Musim 2014-2015, klub Inggris, Chelsea lantas tertarik merekrutnya. Namun hanya satu musim Groenen kerasan di Stamford Bridge. Berikutnya dia 'pulang' untul memperkuat klub Jerman FFC Frankfurt hingga akhir musim lalu. Di Frankfurt Groenen tampil 79 kali dan menyumbang 13 gol.

Musim depan, Groenen akan kembali ke Inggris, setelah bulan lalu menandatangani kesepakatan dengan tim WSL, Manchester United.

Ketertarikan MU terhadap Groenen bukan cuma karena performanya di Duisburg. Bersama Timnas Belanda, performa Groenen tidak kalah sensasional. Dia menjadi sosok penting di balik keberhasilan Oranje Leeuwinnen menjuarai Piala Eropa 2017 dan Algarve Cup 2018.

"Klub telah menyepakati perjanjian pra-kontrak dengan Kackie Groenen. Dengan bangga kami mengumumkan gelandang asal Belanda, yang menjadi salah satu andalan lini tengah Oranje itu akan menjadi rekrutan asing pertama klub," tulis MU di laman resminya.

Jatuh Bangun Mencapai Level Tertinggi

Terlahir dari keluarga penggila sepakbola dan memiliki sosok panutan yang tepat tidak lantas bikin Groenen mencapai segalanya dengan mudah. Saat masih kecil dan pertama kali bersinggungan dengan dunia si kulit bundar, sepakbola perempuan bukanlah permainan yang sepopuler sekarang. Khususnya di Belanda. Kompetisi jarang, infrastruktur sulit, dan kesadaran masyarakat soal kesetaraan gender relatif buruk.

“Saat masih kecil, saya merasa iri dengan para laki-laki karena bisa bermain sepakbola di Stadion,” kenang Groenen dalam sebuah wawancara dengan jurnalis olahraga senior de Volkskrant, Willem Vissers.

Tak seperti di Amerika, di Belanda, sepakbola perempuan memang terlambat diapresiasi. Federasi sepakbola Belanda, KNVB bahkan tercatat baru pertama kali menggelar liga senior untuk perempuan pada 2001.

Saking frustasinya, Groenen yang juga berdarah Belgia sempat nyaris putus harapan dan mengajukan permohonan untuk pindah kewarganegaraan agar bisa bermain sepakbola di Belgia. Beruntung permintaan ini ditolak oleh FIFA.

Dalam perjalanan karier senior, sebagai perempuan, Groenen juga mengakui banyak kesulitan dia alami ketika pertama kali memutuskan 'merantau' ke Jerman. Sebab saat itu dukungan perempuan imigran masih minim.

“Bekerja di luar negeri itu sulit bagi perempuan. Laki-laki, menurut saya lebih mudah karena bisa membawa anggota keluarga atau orang-orang tersayangnya. Perempuan tidak bisa. Kami tidak bisa karena gaji yang didapat perempuan dari suatu pekerjaan selalu lebih kecil dari laki-laki,” tutur Groenen.

Keluhan Groenen benar. Sebab di klub Eropa manapun, gaji pesepakbola perempuan sangat timpang dibanding laki-laki.

Tak usah jauh-jauh ke gaji per pemain, untuk kompetisi sekelas Piala Dunia pun, hadiah yang diberikan masih timpang. Menurut laporan Goal, Perancis, pemenang Piala Dunia Laki-laki pada 2018 lalu mendapat hadiah 29 juta paun. Sedangkan tim yang akan menjuarai Piala Dunia Perempuan akhir pekan ini cuma dijanjikan hadiah uang tiga juta paun.

“Bukan berarti saya iri dengan orang yang mendapat lebih banyak uang dan bisa melakukan apa saja. Bukan seperti itu. Saya terkadang hanya khawatir apakah di masa depan, setelah tidak produktif, para pesepakbola perempuan bisa hidup dengan uang tabungannya sendiri?”

Tapi Groenen mengatakan, itu cuma keluhan-keluhan kecilnya sebagai manusia. Sebagai pesepakbola, setidaknya dia lega karena pertumbuhan olahraga si kulit bundar untuk perempuan terus berangsur membaik. Saat ini KNVB bahkan mencatat ada 153 ribu perempuan Belanda yang berprofesi sebagai pesepakbola.

“Dari tahun ke tahun sepakbola laki-laki selalu berkembang. Sepakbola perempuan, saya yakin juga akan selalu demikian,” tuturnya.

Baca juga artikel terkait PIALA DUNIA WANITA 2019 atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Abdul Aziz