tirto.id - “Oke, kau lakukan penalti ini, tetapi tendang dengan kaki kiri,” tutur Brandi Chastain menirukan ucapan sang pelatih, Tony DiCicco, saat hendak mengambil tendangan adu penalti terakhir di final Piala Dunia 1999 melawan China.
Selama kariernya, Chastain belum pernah melakukan tendangan penalti dengan kaki kiri. Namun ia berhasil menyelesaikannya di hadapan 90 ribu penonton yang memadati Stadion Rose Bowl di Pasadena, California.
Selebrasinya dilakukan dengan melepaskan kaus, berlutut, dan mengepalkan tangan, lantas menjadi foto ikonik dalam sejarah olahraga wanita.
Bersama Mia Hamm, Kristine Lilly, Julie Foudy, dan sejumlah pemain lainnya, Amerika Serikat mengukuhkan gelar juara dunia untuk kedua kali setelah pada 1991 menaklukkan Norwegia 2-1 di partai pamungkas.
Kemenangan itu merupakan lompatan besar perkembangan sepak bola wanita di AS. Sampai hari ini, mereka tidak pernah keluar dari peringkat dua ranking FIFA dan terus mendominasi berbagai kejuaraan: memenangkan SheBelieves Cup dan Tournament of Nations pada tahun 2018, Piala Dunia tahun 2015 dan 2019, termasuk medali emas di Olimpiade tahun 1996, 2004, 2008, dan 2012.
Memasuki tahun 2020, performa Timnas wanita AS mengalami pasang surut. Hanya meraih perunggu di Olimpiade Jepang dan juara di turnamen CONCACAF W untuk kesembilan kalinya sejak kejuaraan tersebut digelar pada 1991.
Pada Piala Dunia Wanita 2023 yang digelar di Australia dan Selandia Baru, Timnas AS pulang lebih awal setelah kalah adu penalti dari Swedia di babak 16 besar. Ini menandai hasil buruk tidak pernah lolos ke semifinal dalam sebuah turnamen besar sejak Olimpiade 2016.
Per 17 Agustus 2023, pelatih kepala Vlatko Adonovski bahkan memilih mundur jadi jabatannya sebagai bentuk tanggung jawab.
Sementara itu, Spanyol dan Inggris akan bertemu di partai puncak pada 20 Agustus 2023. Final ini akan menjadi all-European final sejak 2003--saat itu Jerman memenangkan gelar setelah mengalahkan Swedia--dan keduanya merupakan calon juara dunia baru.
Kuda Hitam dan Drama Sepanjang Laga
Tidak ada kuda hitam dari tim yang mencapai semifinal Piala Dunia Wanita 2023. Spanyol, Inggris, Australia, dan Swedia, merupakan kesebelasan yang semuanya berada di peringkat 10 besar. Hanya saja Spanyol dan Australia baru pertama kali lolos ke semifinal.
Namun sepanjang turnamen, ada beberapa tim yang mengejutkan. Kolombia, peringkat 25, berhasil mencapai perempat final, termasuk kemenangan atas Jerman. Kemudian Jamaika, peringkat ke-43, selama babak penyisihan grup tak terkalahkan menyamai Prancis yang jadi juara grup.
Jamaika juga unggul satu poin atas Brasil yang akhirnya gagal lolos karena hanya berhasil mengumpulkan 4 poin. Diperkuat pemain kawakan, Marta--sekaligus menjadi Piala Dunia terakhirnya--Brasil hanya menang lawan Panama, kalah dari Prancis, dan ditahan Jamaika.
Maroko, salah satu tim dengan peringkat terendah, berhasil mencapai babak sistem gugur. Meski kalah telak dari Jerman di partai pembuka, mereka bangkit di laga kedua usai menang lawan Korea Selatan yang akhirnya menjadi juru kunci.
Di laga penentu, Nouhaila Benzina dan kawan-kawan sukses mengalahkan Kolombia dengan skor tipis 1-0, sekaligus memastikan lolos ke babak berikutnya. Momen perayaan mereka setelah menunggu hasil laga Jerman yang ditahan imbang Korea Selatan cukup membuat siapa pun layak merasakan kegembiraan yang mengharukan.
Sementara Afrika Selatan, peringkat 54, maju di depan tim berperingkat lebih tinggi di babak penyisihan grup. Hanya kalah tipis dari tim kuat Swedia, kemudian imbang dengan Argentina, dan mengalahkan Italia di partai krusial grup untuk lolos ke 16 besar.
Meskipun berada di peringkat 10 besar, tuan rumah Australia tampil memikat sepanjang turnamen, berbanding dengan tuan rumah lainnya, Selandia Baru, yang tersingkir sejak fase grup.
Tim berjuluk “The Matildas” dengan bintangnya yang ikonik, Samantha Kerr, tampil sebagai juara grup B. Meski sempat kalah dari Nigeria, mereka sukses mengalahkan Irlandia dan Kanada.
Di babak 16 besar, Australia mengalahkan Denmark. Kemudian harus berbagi drama adu penalti dengan Prancis, di mana 20 tendangan dihasilkan kedua tim dan berakhir dengan kemenangan 7-6 bagi tuan rumah. Sayang, perjalanan mereka tersandung Inggris di semifinal.
Lain cerita dengan Panama yang membuat kagum 40 ribu penonton di Sydney Football Stadium. Mereka memberi perlawanan kepada Prancis, meski kalah dengan skor 6-3.
Panama membuka kemenangan lebih dulu setelah Marta Cox mencatat sejarah sebagai pemain Panama pertama yang mencetak gol di menit kedua--gol tercepat turnamen sejauh ini.
Sebelum menangis dan dikerubuti rekan-rekannya, Cox melepaskan tendangan jarak jauh dari jarak 32 meter. Bolanya melengkung dan gagal diantisipasi Pauline Magnin.
Prancis langsung merespons dan langsung tampil dominan untuk membawa keunggulan 4-1 hingga akhir babak pertama lewat gol Maelle Lakrar, Kadidiatou Diani (dua gol), dan Lea Le Garrec.
Babak kedua baru berjalan 7 menit, Kadidiatou Diani menyempurnakan hattrick lewat titik putih setelah tangan Wendy Natis mengenai bola di kotak 16.
Panama membalas gol di menit 64 dan 87 sebelum Vicki Becho menutup kemenangan Prancis.
Kejutan lain datang ketika tim-tim favorit seperti Amerika Serikat dan juara dunia tahun 2011, Jepang, tersingkir. Keduanya dikalahkan oleh Swedia lewat penampilan memukau penjaga gawangnya, Zećira Mušović.
Drama adu penalti melawan AS mungkin salah satu momen terbaik Piala Dunia edisi kali ini. Lina Hurtig sebagai penendang terakhir Swedia harus menunggu beberapa menit ketika wasit asal Prancis, Stéphanie Frappart, memutuskan bahwa bolanya telah melewati garis gawang.
Pensiunnya Marta, Pencetak Gol Terbanyak Piala Dunia
Marta adalah pemain yang serba bisa dan mampu mencetak gol dari berbagai posisi. Dia adalah satu-satunya pemain yang dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Dunia Wanita FIFA lima kali berturut-turut, dari 2006 hingga 2010 sebelum mendapatkannya kembali pada 2018.
Marta mulai bermain sepak bola dengan anak laki-laki sebelum bergabung dengan tim wanita di Rio de Janeiro pada usia 14 tahun. Dia membuat debutnya untuk tim nasional Brasil pada usia 16 tahun dan telah menjadi salah satu pemain kunci tim sejak saat itu.
Lahir dengan nama Marta Vieira da Silva di Dois Riachos, Brasil, pada 19 Februari 1986, ia dianggap sebagai salah satu pemain sepak bola wanita terhebat sepanjang masa.
Marta telah bermain di beberapa klub, termasuk Vasco da Gama, Santa Cruz, Umeå IK, Los Angeles Sol, FC Gold Pride, dan Orlando Pride. Dia juga telah bermain di beberapa turnamen besar, termasuk Piala Dunia Wanita FIFA dan Olimpiade.
Marta adalah salah satu pencetak gol terbanyak dalam sejarah sepak bola wanita. Dia telah mencetak 117 gol untuk Timnas Brasil. Torehan 17 golnya sepanjang tampil di Piala Dunia merupakan rekor sebagai pencetak gol terbanyak, melebihi Miroslav Klose.
Namun, prestasi Marta tidak dibarengi dengan prestasi timnasnya. Prestasi terbaik Brasil adalah runner-up Piala Dunia 2007, dan medali perak Olimpiade 2004 dan 2008.
Di penampilan keenamnya pada Piala Dunia Wanita tahun 2023, Marta tidak mencetak satu gol pun. Brasil bahkan pulang lebih awal setelah bermain imbang lawan Jamaika di laga terakhir grup.
Tersingkirnya Brasil juga menandai akhir kariernya selama lebih dari dua dekade. Jauh-jauh hari, ia sudah mengumumkan pensiun dari timnas usai gelaran piala dunia. Meski usianya sudah menginjak 37 tahun, ia akan fokus pada klubnya, Orlando Pride.
"Aku sudah selesai di sini, tapi mereka masih di sini," ujarnya setelah laga melawan Jamaika seperti dilansir National Public Radio.
Marta kemudian mengingat awal kariernya mengenalkan bagaimana sepak bola wanita bisa diterima masyarakat. Ia tidak mempunyai sosok idola pesepakbola wanita, tidak memiliki rujukan dan inspirasi dari siapa pun.
Dan kini setelah ia pensiun, semua orang tahu bagaimana dampak yang telah dibuatnya untuk kemajuan sepak bola wanita.
Inggris Tidak Didukung Bangsawan
Pangeran William dan bangsawan lainnya tidak akan menghadiri final Piala Dunia Wanita di Sydney. Kekhawatiran atas dampak lingkungan dari penerbangan ke Sydney berujung pada keputusan tersebut.
Pangeran William malah akan menyemangati tim Inggris dari London.
Mantan menteri olahraga Inggris, Gerry Stcliffe, mengkritik keputusan bangsawan tersebut. Ia berpikir Pangeran Wales harus ada di sana karena dia adalah Presiden FA. Dan final ini merupakan momen unik setelah timnas pria Inggris mendapatkannya 57 tahun silam dan layak mendapat kehadiran ketua Asosiasi Sepak Bola Inggris.
Penyiar terkemuka, Piers Morgan bahkan mengkritiknya lewat balasan kutipan di X, "Naik pesawat ke Australia secepatnya, YRH [Yang Mulia]—kamu akan melakukannya jika tim pria mencapai Final Piala Dunia...jadi kenapa bukan untuk wanita?"
Kemarahan publik Inggris makin menguat setelah Perdana Menteri Rishi Sunak juga tidak akan hadir mendukung Lionesses.
Sebaliknya, Ratu Letizia dan putrinya yang berusia 16 tahun, Infanta Sofia, akan hadir mendukung Spanyol di pertandingan tersebut.
Menjelang laga final, beberapa gereja di Inggris telah menyesuaikan waktu kebaktiannya untuk mengakomodasi para penggemar sepak bola yang ingin menyaksikan pertandingan tersebut.
Ada kekhawatiran tentang ketersediaan alkohol di pub karena aturan perizinan. Namun, banyak pub dan venue di Inggris tengah bersiap untuk menyambut pertandingan tersebut. Walikota London Sadiq Khan juga telah mengonfirmasi bahwa nonton bareng laga final akan dilakukan di Victoria Park.
Rutin Gelar Liga dan Investasi Klub
Pertandingan Inggris dan Spanyol di laga final nanti layak ditunggu. Sarina Wiegman, sang arsitek Inggris, menorehkan namanya sebagai pelatih yang membawa dua negara berbeda ke final Piala Dunia secara beruntun.
Di edisi 2019, Wiegman membawa Belanda ke partai puncak sebelum ditundukkan Amerika Serikat. Pada final kali ini, ia ingin mengawinkan gelar juara Piala Eropa yang baru saja didapatkan Inggris.
Sementara Spanyol menjadi kekuatan baru peta sepak bola wanita, selain AS, Jepang, dan Jerman. Lewat bintang barunya, Salma Paralluelo, juga pemain kawakan pemenang dua kali Ballon d’Or, Aliexia Putellas, tim Matador mencoba menciptakan sejarah baru.
Kesuksesan Inggris dan Spanyol tak lepas dari roda kompetisi domestik yang rutin digelar, juga asosiasi sepak bola Eropa (UEFA) yang terus mengembangkan sepak bola wanita.
Prestasi kedua tim juga merupakan hasil investasi klub-klub sepak bola putri. Arsenal, Liverpool, Chelsea, termasuk yang jor-joran melakukan peningkatan tim wanitanya. Mereka rela mendatangkan beberapa pemain dan tenaga ahli dunia untuk meningkatkan kualitas liga.
Barcelona contohnya, merupakan salah satu klub yang dominan di Liga Champions Wanita pada tiga musim terakhir.
Di Indonesia, Liga Putri yang janjinya segera digulirkan setelah Erick Tohir menjadi ketua umum PSSI, malah belum terdengar lagi beritanya. Timnas Indonesia yang dibentuk pun akhirnya tampil apa adanya di beberapa turnamen regional.
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi