tirto.id -
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) melalui Komisionernya, Adrianus Meliala memberi waktu satu bulan untuk PT Corbec Communication dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) untuk menyelesaikan masalah pemberian izin frekuensi perusahaan telekomunikasi tersebut.
Untuk menjembatani, ORI mengadakan mediasi di Jakarta pada Rabu (23/3/2016). Dalam mediasi tersebut terdapat empat poin yang dibahas, yaitu pemberian kode akses, penomoran, frekuensi, dan interkoneksi untuk PT Corbec, dan kedua belah pihak telah menyepakati tiga poin.
Namun ada satu poin yang belum disepakati dalam mediasi tersebut, yaitu mengenai pemberian pita radio frekuensi. PT Corbec merasa berhak memiliki frekuensi di 2,3 GHz karena mengacu pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara pada 2013, sedangkan Kemenkominfo menilai ada proses lelang yang harus dilalui untuk kapasitas tersebut.
"PT Corbec merasa fungsi 2,3 GHz itu disebut sudah menjadi haknya. Sedangkan Kemenkominfo karena sudah ada perubahan setting tidak bisa menganggap hal yang implisit seperti itu dan tetap harus lelang," kata Adrianus.
Namun dibalik sengketa berkepanjangan ini, Adrianus optimistis satu bulan ke depan sudah terdapat titik temu antara kedua belah pihak, apalagi hanya satu poin itu saja yang belum disetujui keduanya.
Direktur Jaringan PT Corbec Communication Muhammad Irwan menuturkan pihaknya ingin memiliki frekuensi di 2,3 GHz, karena saat ini peningkatan kapasitas teknologi di dunia komunikasi generasi keempat Long Term Evolution membutuhkan kapasitas sebesar itu dengan pita lebar 60 MHz untuk frekuensi fixed 3,5 GHz.
Didukung putusan PTUN terkait surat penetapan kode akses dan penomoran serta pita lebar frekuensi radio untuk Broadband Wireless Access miliknya berupa fungsi frekuensi 2,3 GHz seperti internet, data mobile, video confrence, VPN, dan frame relay, pihaknya yakin bisa mendapatkan frekuensi itu.
"PT Corbec sejak 2004 telah mengajukan frekuensi 2,5 GHz atau di bawahnya yang kebetulan saat itu belum ada kebijakan lelang. Kebijakan lelang ;kan baru 2010," kata Irwan pula.
Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo RI Kalamullah Karim mengatakan berdasarkan peraturan pemerintah untuk mendapatkan frekuensi 2,3 GHz memang harus dilakukan berdasarkan proses lelang.
"Menurut saya putusan persidangan pun harus mempertimbangkan aturan yang berlaku. Kalau PP 'kan perlu perubahan di atasnya. Proses lelang 2,3 GHz juga masih pembahasan," kata Ramli. (ANT)