tirto.id - Iwan Fals baru-baru ini menjadi sorotan karena sejumlah twitnya yang berbicara soal demo penolakan atas disahkannya Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-undang. "Demo omnibuslaw lawannya keputusan sah, tentara dan polisi, yg paling serem ya pandemi...ati2 ah.." twit Iwan Fals di akun Twitter pribadinya pada 6 Oktober 2020 lalu.
Twit itu turut melahirkan sejumlah pro dan kontra. Ada yang mendukung, ada pula yang mengatakan bahwa sang legenda tidak lagi sekritis lagu-lagunya terdahulu. Padahal, pada zaman Orde Baru, lagu-lagunya kerap dinyanyikan dalam berbagai aksi demo.
Dalam twit berikutnya, pada 11 Oktober lalu, Iwan pun meminta untuk berhati-hati dalam membaca berita mengenai sikapnya terhadap demo karena bisa mendapat pemaknaan yang berbeda dari apa yang ia maksud. Sebab, berita itu hanya menyadur dari twitnya.
Ia kemudian membagikan screen capture berita berjudul "Iwan Fals Kritik Pendemo Supaya Mati Sendiri, Netizen: Gagal Jadi Legend!", sembari menuliskan kalimat:
"Sssst ati2 sekarang ini banyak berita kayak gini, yg diambil dari twitku, klo gak pandai2 menelaah bisa menggerogoti nilai2 perjuangan kita lho...ciiieee mengerogotiiii, eh grogot apa gragot ya...SemangArt," twit Iwan pada 11 Oktober lalu.
Twit Iwan Fals lainnya yang juga turut mendapat sorotan adalah: "& itu Aktor atau Dalang kerusuhan demo yg kemaren atau apalah namanya, harus segera disebut namanya oleh Pemerintah atau Hakim, klo nggak jangan2 orang bisa menduga Presiden sendirilah dalangnya."
Sssst ati2 sekarang ini banyak berita kayak gini, yg diambil dari twitku, klo gak pandai2 menelaah bisa menggerogoti nilai2 perjuangan kita lho...ciiieee mengerogotiiii, eh grogot apa gragot ya...SemangArt ✊🏾 pic.twitter.com/osqwg2wguX
— regureg (@iwanfals) October 11, 2020
Merunut sejarahnya ke belakang, Iwan Fals, setidaknya lewat lagu-lagu terdahulunya, kerap berteriak lantang terhadap ketidakadilan. Salah satu lagu legendaris yang pernah ia buat adalah "Surat Buat Wakil Rakyat", yang mengkritik kinerja orang-orang di Senayan.
Lagu "Surat Buat Wakil Rakyat" merupakan single dari album berjudul Wakil Rakyat yang dirilis pada 1987, tepat di zama rezim Presiden Soeharto. Album ini meledak di pasaran menjelang pemilu karena liriknya yang dianggap merepresentasikan kondisi sosial dan politik saat itu.
Meskipun setiap orang memiliki pemahaman yang berbeda dalam menerjemahkan lagu tersebut, setidaknya, menurut pemahaman penulis, lirik "Surat Buat Wakil Rakyat" itu menyindir wakil rakyat yang seharusnya diisi oleh orang yang mempunyai kapasitas dan kredibilitas, "bukan kumpulan teman-teman dekat, apalagi sanak famili."
Sebab, ada banyak orang yang berharap bahwa perwakilan DPR benar-benar menyuarakan apa yang menjadi kegelisahan rakyat (bukan urusan pribadinya), tanpa perlu merasa takut untuk menyampaikan pendapat. "Bicaralah yang lantang jangan hanya diam."
Di sisi lain, DPR juga dipilih oleh rakyat, maka, sudah seharusnya mereka menyuarakan dan mendengar apa yang menjadi keluhan masyarakat. "Kami tak sudi memilih para juara, juara diam, juara he,eh, juara ha ha ha," bunyi liriknya.
Berikut Lirik Surat Buat Wakil Rakyat
Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Di sana, di gedung DPR
Wakil rakyat kumpulan orang hebat
Bukan kumpulan teman teman dekat
Apalagi sanak famili
Di hati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam
Di kantong safarimu kami titipkan
Masa depan kami dan negeri ini
Dari Sabang sampai Merauke
Saudara dipilih bukan dilotre
Meski kami tak kenal siapa saudara
Kami tak sudi memilih para juara
Juara diam, juara he'eh, juara ha ha ha......
Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Di sana, di gedung DPR
Di hati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu "setuju......"
Iwan Fals Pernah Dicekal
Nama Iwan Fals baru benar-benar meroket berkat "Oemar Bakri" di album Sarjana Muda yang meledak di pasaran awal tahun 1980-an, demikian sebagaimana ditulis dalam buku 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia (2005) karya Tim Narasi
Lagu "Oemar Bakri" berkisah tentang kehidupan sosok guru yang harus menanggung beban besar, tetapi gajinya tidak seberapa. Bahkan, sang guru kerap dirundung kemalangan. "Jadi guru berbakti memang makan hati," demikian potongan liriknya.
Sejak saat itu, Iwan Fals memiliki jutaan penggemar fanatik, bahkan mengikuti ajaran moral yang terkandung dalam lirik-liriknya. Namun, pada tahun 1989 dan 1993, konsernya sering berakhir dengan kerusuhan. Hal itu menyebabkan pembatalan turnya di 100 kota karena tidak mendapat izin.
Selain itu, Iwan juga dicekal untuk tampil di TVRI. Awal 1990-an, Iwan aktif di padepokan penyair WS Rendra di Citayam, dari sana, mereka mendirikan kelompok musik Kantata Takwa bersama Renda, Sawung Jabo, Setiawan Jodi dan Yockie Suryoprayogo.
Kelompok musik ini banyak menciptakan hit seperti "Bongkar", "Bento" dan lain-lain. Lagu-lagunya turut memberikan inspirasi bagi anak muda untuk mempertanyakan status quo kekuasaan dan sempat berkumandang saat para mahasiswa melakukan demonstrasi di era Orde Baru.
Dalam buku Musik dan Suara Hati Iwan Fals (2019) karya Pusat Data dan Analisa Tempo, Iwan Fals sempat berurusan dengan Korem 031 Pekanbaru karena menyanyikan lagu "Demokrasi Nasi dan Mbak Tini" di Gedung Olah Raga. Ia harus terpaksa mondar-mandir antara Hotel Riau, tempatnya menginap dan Korem 031 untuk diinterogasi.
Editor: Agung DH