Menuju konten utama

Iris van Herpen: Setengah Perancang Busana, Setengah Ilmuwan

Kisah Iris van Herpen, desainer asal Belanda yang gemar menggunakan material plastik, besi, dan teknik cetak 3D untuk membuat busana.

Iris van Herpen: Setengah Perancang Busana, Setengah Ilmuwan
Model mengenakan busana koleksi musim panas/semi rancangan Iris van Herpen dalam sebuah peragaan busana Haute Couture di Paris, Prancis (21/1/19). AP Photo/Thibault Camus

tirto.id - Desainer busana asal Belanda Iris van Herpen tidak pernah malu mengakui dua hal: tak bisa menggambar dan tak menggunakan mesin jahit untuk membuat busana. Ia bahkan baru mendalami cara mengoperasikan komputer saat menjadi mahasiswa jurusan desain busana di universitas ArtEZ, Amsterdam.

“Dulu waktu sekolah, aku pernah berdebat dengan guru yang memintaku menggambar di komputer. Aku pikir seorang tak perlu bisa menggambar di komputer untuk bisa disebut kreatif. Kurasa benda itu malah bisa menghambat kreativitas kalau digunakan terlalu sering. Sampai sekarang aku masih berpikir begitu,” kata van Herpen dalam Vogue.

Van Herpen mendesain baju dengan cara menggambar bahan yang diletakkan di atas manekin. Sebagian besar bahan yang digunakan van Herpen untuk bikin baju pun tidak berasal dari kain. Ia lebih suka menciptakan material berbahan dasar plastik dan kawat ram stainless, lalu memodifikasinya sehingga terlihat seperti terbuat dari kain.

Tak sepenuhnya keliru jika cara kerja van Herpen mirip ilmuwan, atau lebih tepatnya inovator. Ia bukan tipe perancang busana yang kerap mengunjungi pusat tekstil untuk mencari kain, alih-alih rutin datang ke berbagai laboratorium sains untuk mencari inspirasi berkarya.

Ia pernah berbagi cerita kepada jurnalis New Yorker Rebecca Mead soal pengalaman paling berharga selama jadi perancang busana. Van Herpen mengenang ketika dirinya ada di CERN, lembaga penelitian ilmu pengetahuan terbesar Eropa yang fokus meneliti berbagai partikel yang membentuk bumi.

“Aku melihat hal terindah di dunia waktu memandang Large Hadron Collider, akselerator terbesar di dunia yang terletak di terowongan sepanjang 27 km. Bentuknya seperti lego besar. Di sana ada kabel-kabel yang menghubungkan berbagai medan magnet dan berbagai perangkat teknologi. Aku kagum dengan kemampuan orang yang membuatnya. Bahan-bahannya sederhana, tapi penelitian yang mereka lakukan sangat kompleks,” kenang van Herpen.

Sepulangnya dari CERN, van Erpen merancang koleksi bertajuk Magnetic Motion yang diantaranya menampilkan kostum pesta dari aklirik, baju dari kawat, hingga terusan mini berselimut gelembung-gelembung transparan yang dibuat dari mesin cetak 3D.

Teknik cetak tersebut pertama kali ia praktikkan untuk koleksi musim semi 2010 bertajuk Radiasion Invation. Usai peragaan, beberapa busana kembali ditampilkan dalam eksebisi Met Costume Institute yang bertema Manus x Machina. Menurut laporan New York Times, van Herpen ialah desainer adibusana pertama yang konsisten menjajaki teknik tersebut. Setahun setelahnya, ia merilis Skeleton Dress, sebuah terusan berbentuk kerangka manusia yang diproduksi mesin 3D.

Terdengar rumit, tapi itulah van Herpen, perancang busana yang gemar mengucapkan jenis bahan busana yang tak akrab didengar publik. Saking eksperimentalnya, orang bahkan bertanya-tanya apakah karya van Erpen bisa dipakai. Tak ada yang bisa menjawabnya kecuali sejumlah klien yang rela mengeluarkan uang sekitar $60.000 untuk sepotong baju terusan. Sebagian besar karya Van Herpen jadi koleksi museum. Sebagian lagi tercipta untuk keperluan pertunjukan tari balet. Ia hanya punya sedikit klien perorangan. Itu pun biasanya berasal dari kalangan pecinta seni, bukan sosialita penggemar fesyen.

Satu sosialita yang jelas mencintai van Herpen adalah Daphne Guinness Keduanya pernah membuat proyek kolaborasi bersama fotografer Nick Knight pada 2013. Konsepnya: memotret tubuh Guinness yang disiram air dari ember. Setelah foto jadi, Van Herpen bertugas membuat busana yang serupa dengan cipratan air tersebut. Sang desainer pun punya ide memodifikasi material PETG, yang biasa digunakan untuk membuat kontainer penyimpanan barang.

“Aku ingin membawa fesyen keluar dari zona nyaman lewat kolaborasi dengan ranah seni, arsitektur, dan ilmu pengetahuan. Aku rasa ke depannya, cara sebuah bahan busana dibuat akan jadi perubahan radikal di ranah fesyen. Oleh karena itu aku ingin berimprovisasi,” ujarnya sebagaimana dicatat Mark Holgate dalam “Meet Iris van Herpen, the Dutch Designer Boldly Going Into the Future” yang terbit di Vogue (2016).

Sampai hari ini, belum ada kritikus fesyen yang mencela karyanya. Wearable Technologies: Concepts, Methodologies, Tools, and Applications (2018) bahkan mencatat van Herpen sebagai pionir kerajinan digital (digital craft) dalam dunia mode Eropa.

“Kurasa orang akan memahami karya van Herpen di masa depan. Pengaruhnya akan terasa sampai pada satu titik di mana busana serupa karya Van Herpen ini lumrah ditemui,” kata Harold Koda, kurator seni dalam “Iris Van Herpen Intelligent Design” (2015).

Infografik Iris Van Herpen

undefined

Melihat van Herpen saat ini, sulit membayangkan dirinya tumbuh besar di dalam rumah tanpa televisi dan komputer. Kedua orangtua Van Herpen sebenarnya berkecukupan. Ibunya bekerja sebagai guru tari dan sang bapak adalah anggota dewan penasihat lembaga pengairan milik pemerintah Belanda.

“Orangtuaku tergolong hippie” kata Van Herpen ketika berupaya menjawab pertanyaan mengapa tidak ada unsur budaya populer di dalam rumahnya. Masa kecil van Herpen diisi dengan bermain di alam sekitar. Kelak ia beranggapan bahwa alam juga jadi inspirasinya dalam berkarya.

Pada 21 Januari lalu, van Herpen merilis koleksi terbaru. Inspirasinya kali ini adalah Harmonia Macrocosmica, atlas perbintangan bikinan Johannes Janssonius pada 1660. Bentuk orbit yang ada di atlas itu serupa dengan potongan busana yang melekat di tubuh model van Herpen. Ia juga membentuk busana berbentuk awan dari helaian kain tipis transparan organza, jenis kain favoritnya.

Fashion United melaporkan beberapa busana dibuat dengan teknik temuan van Herpen yang bernama Galactic glitch. Dengan teknik tersebut, kain diolah dengan poliester mylar dan dipangkas dengan laser. “Ini membuat busana nampak seperti bergelombang.”

Sejak itu, peragaan busana van Herpen jadi perbincangan di media sosial. Seolah tidak ada desainer lain yang memperagakan busana di Couture Show Paris 2019.

Baca juga artikel terkait FASHION atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Windu Jusuf