Menuju konten utama

Intimidasi Berlanjut, Dokter Fiera Belum Dapat Perlindungan

Korban sweeping siber, dokter Fiera merasa tak aman di Solok dan memutuskan pindah ke Jakarta. Kini, belum ada pihak yang melindunginya.

Intimidasi Berlanjut, Dokter Fiera Belum Dapat Perlindungan
Dokter Fiera Lovita di LBH Jakarta. FOTO/Istimewa

tirto.id - Peneliti Setara Institute Sudarto Toto paling intensif berkomunikasi dengan korban persekusi, Dokter Fiera Lovita. Menurutnya, Fiera merupakan korban tindakan sewenang-wenang.

“Ini hanya karena berbeda pendapat terus dianggap menista ulama, itu terlalu berlebihan,” kata Sudarto saat berbincang dengan reporter Tirto, Jakarta, Rabu (31/5/2017).

Sudarto menuturkan, awalnya Fiera menulis di akun sosial medianya tentang respons terhadap Rizieq Shihab. Penekanan dari tulisan Fiera tersebut ialah, kalau memang merasa benar, mengapa takut. Tapi ada kelompok intoleran yang tak terima dengan mengerahkan massa.

“Mereka itu dengan membabi-buta membela Rizieq tanpa bisa mengkritisi bahwa Rizieq manusia biasa seperti kita. Yang disampaikan Fiera itu bukanlah menyangkut kebencian atau hatespeech. Itu hanya mengkritisi Rizieq sebagai tokoh publik,” tuturnya.

Menurut Sudarto, opini Fiera tersebut wajar. Sebab sebelumnya dalam kasus Ariel, Rizieq paling keras menentang agar Ariel tak dibebaskan. Namun saat dia sendiri dirundung masalah, justru pergi ke luar negeri atau bertindak tak kooperatif.

“Sekarang kasus yang sama dihadapi, tapi dia tidak gentle, lari dari keadaan. Lalu dia menekan dengan massa yang fanatik untuk tekan kebebasan berekspresi. Itu melanggar HAM menurut saya,” tegasnya.

Hari Minggu, (28/5/2017) kemarin, Fiera menelepon Sudarto. Fiera bercerita bahwa rumahnya di Solok sejak Sabtu, (27/5/2017) didatangi seorang yang mengaku intel Polresta Solok bernama Ridwan. Ridwan meminta hari itu juga jam 15.00, agar Fiera mau mengikuti konferensi pers untuk menjelaskan kasusnya.

“Polres yang buat pernyataan bahwa dia (Fiera) sudah minta maaf dan segala macam. Setelah itu persoalan belum selesai. Tapi Fiera itu ditelepon untuk mengadakan rapat jam 22.00 malam, itu yang ngadain intel. Itu dihadiri tokoh agama, Kemenag, FPI, dan dipimpin oleh Polres langsung,” terangnya.

Kala itu, Fiera tidak bisa hadir karena sibuk merawat anaknya. Sedangkan suaminya bekerja secara terpisah di Jakarta. Tapi keesokan harinya mulai dari FPI Sumatera Barat yakni Buya Busra, Kabid Humas Polda Sumatera Barat AKBP Syamsi, dan Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno serentak mengatakan bahwa tidak ada intimidasi terhadap Fiera.

“Tidak seperti yang diberitakan bahwa dia (Fiera) melakukan pembohongan publik atau hoax. Dia (Fiera) juga tidak membuat pernyataan secara ikhlas, melainkan ditekan,” ujarnya.

Menurut Sudarto, Fiera sempat menangis dan berkata padanya, "Kok saya dijadikan musuh bersama, padahal saya ini korban."

Padahal hingga hari Minggu jam 2 siang, ada tiga orang yang mengaku intel Kodim mengintai rumah Fiera. “Mereka berpakaian lusuh tapi jenggotan,” tuturnya.

Sudarto menegaskan bahwa Fiera merupakan korban blaming the victim. Baik Polda Sumatera Barat maupun pemerintah Provinsi Sumatera Barat, tidak berperspektif HAM dan korban. “Tetapi memenuhi keinginan kelompok intoleran yaitu FPI. FPI juga ada teguran di sana,” keluhnya.

Kini Fiera sudah di Jakarta. Sudarto diminta Fiera agar tak mengungkapkan keberadaannya. Tapi dia memastikan, hingga hari ini Fiera belum memiliki kuasa hukum.

Dikawal 4 Banser

Sampai Jakarta, Dokter Fiera Lovita diterima Dokter Bhineka Tunggal Ika (DBTI) di Jakarta. Sebelumnya Barisan Ansor Serbaguna (Banser) diminta untuk mengawal Fiera dari Solok ke Padang.

“Dokter Fiera sekarang sudah tenang, ya, saya kira. Dia diamankan oleh teman-teman dokter di Jakarta. Dilindungi sama teman-teman Dokter Bhineka,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas saat berbincang dengan reporter Tirto, Jakarta, Rabu (31/5/2017).

Yaqut menjelaskan bahwa, setelah ada mediasi dan Fiera didesak untuk meminta maaf, ternyata persoalan belum selesai. Di depan rumah Fiera lalu-lalang beberapa orang yang terus memastikan apa benar itu rumahnya.

“Pernyataan permintaan maaf dia yang diinisiasi kepolisian dan difasilitasi Pemda dan seterusnya itu ternyata tidak mengatasi persoalan,” tuturnya.

Karena merasa justru makin tak aman, Fiera menghubungi rekan-rekan seprofesinya. Kemudian salah satu rekan Fiera menghubungi Yaqut. GP Ansor ditanya apa bisa memberikan pengawalan dengan mengerahkan Banser.

Yaqut diminta untuk mengawal proses perjalanan Fiera dari Solok ke Bandar Udara Internasional Minangkabau. Sebab Fiera merasa satu-satunya cara mengamankan diri ialah pergi ke Jakarta.

“Dia kontak saya, minta bantuan Banser proses pengamanannya. Dari solok ke Padang, gitu saja,” ujarnya.

Kemarin sore, dari Solok, dikerahkan tiga anggota Banser tanpa memakai seragam. Kemudian ditambah 1 anggota Banser yang standby di Bandara. Tapi di Jakarta, tak dikerahkan satupun Banser.

“Di Jakarta sudah diterima langsung sama teman-teman dokter itu,” katanya.

Yaqut menilai, tindakan persekusi yang dilakukan golongan intoleran di Solok merupakan tindakan melanggar hukum. Dia menyiagakan Banser secara nasional untuk mengantisipasi kasus serupa muncul kembali.

“Persekusi ini berlebihan sekali. Negara ini, kan, negara hukum, kalau merasa terhina, ya, lapor saja ke polisi, enggak usah pakai intimidasi. Kalau niatnya mau tabayyun untuk klarifikasi, ya, datangi baik-baik, diajak bicara. Setelah itu selesai di situ, bukan malah terus melakukan intimidasi,” ujarnya.

Anggota DBTI Farid M. Aziz mengakui bahwa Fiera telah aman. Pihaknya tidak melakukan perlindungan terhadap Fiera, melainkan hanya memastikan korban tersebut sampai Jakarta dan dalam keadaan aman.

Sejauh ini DBTI berupaya semaksimal mungkin untuk memastikan penegakan prosedur hukum. Sebab untuk melaksanakan pengamanan Fiera, menjadi kewajiban dari penegak hukum.

“Dia (Fiera) sudah terlindungi dari intimidasi,” kata Aziz saat dikonfirmasi reporter Tirto, Rabu (31/5/2017).

Aziz menegaskan bahwa upaya persekusi itu bagian dari intimidasi yang melanggar hukum. Padahal, menurutnya, warga Indonesia memiliki kapasitas intelektual yang bisa bersikap secara beradab.

“Dia (Fiera) tidak menyebut orang tertentu, kan? Seandainya ada orang yang merasa tercemari, kan, bebas melapor,” tuturnya. Namun bukan dengan tindakan main hakim sendiri dengan melakukan intimidasi.

Di sisi lain, Aziz juga mengungkapkan bahwa, dalam kode etik kedokteran, setiap dokter tidak boleh melakukan diskriminasi terhadap pasien. Intinya boleh bersikap politik namun tak mempengaruhi pekerjaan.

“Kita harus beri pelayanan tidak boleh memandang agama dan sebagainya. Sejarahnya tahun 1908, kelompok dokter memulai kebangsaan lalu berkembang serikat dan partai. Itu pelopornya dokter,” ungkapnya.

Polda Metro Jaya dan LPSK Belum Ambil Tindakan

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono belum mendapat informasi tentang perlindungan Fiera di Jakarta. Dia masih akan berkoordinasi dengan Polda Sumatera Barat.

"Nanti saya koordinasi dengan Sumbar dulu," singkat Argo di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (31/5/2017).

Sedangkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengaku belum bisa memberikan bantuan. Sebab sejauh ini Fiera belum merespons.

"Kami sudah berusaha berkomunikasi dengan yang bersangkutan. Tapi yang bersangkutan kemarin masih belum merespons komunikasi yang kami lakukan," kata Wakil Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo saat dihubungi Tirto, Rabu (31/5/2017).

Di sisi lain, Front Pembela Islam (FPI) membantah mereka melakukan intimidasi kepada Fiera. Juru Bicara FPI Slamet Maarif justru mengatakan bahwa di Solok belum terbentuk FPI. Dia juga mengungkapkan bahwa tak ada instruksi secara nasional dari FPI untuk melakukan upaya persekusi.

"Itu masyarakat Solok biarkan diselesaikan oleh kearifan lokal daerah masing-masing," ungkap Slamet merespons masalah persekusi yang menimpa Fiera.

Baca juga artikel terkait PERSEKUSI atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Politik
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana & Andrian Pratama Taher
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Zen RS