tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Februari 2021 berada di angka 0,1 persen month to month (mtom) atau 1,38 persen secara year on year (yoy). Pergerakan inflasi ini mengalami perlambatan dari Januari 2021 yang mencapai 0,36 persen secara mtom atau 1,55 persen yoy.
Perlambatan inflasi di Februari 2021 ini menjadi sinyal perlambatan permintaan. Salah satu penyebab utamanya adalah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.
“Laju inflasi lebih lambat dari bulan sebelumnya dan tahun sebelumnya. Dampak virus masih belum reda dan terlihat permintaan domestik masih lemah,” ucap Kepala BPS Kecuk Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Senin (1/3/2021).
Dari 90 kota yang dipantau BPS, 56 kota mengalami inflasi dan sisanya 34 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi masih dipegang oleh Mamuju, Sulawesi Barat dengan nilai 1,12 persen disumbang peningkatan harga komoditas ikan. Tingginya inflasi di Mamuju ini juga masih disebabkan dampak dari gempa yang terjadi.
Komponen harga bergejolak pada Februari 2021 ini mengalami deflasi 0,01 persen dengan andil 0 persen. Penyumbang deflasinya adalah harga ayam ras dan telur ayam ras yang menurun cukup signifikan.
Komponen harga diatur pemerintah atau administered price mengalami inflasi 0,21 persen dengan andil 0,03 persen. Penyebabnya adalah kenaikan tarif jalan tol di 6 provinsi IHK dan kenaikan harga tiket angkutan udara.
Inflasi Februari 2021 ini utamanya disebabkan oleh inflasi inti dengan nilai 0,11 persen dan andil inflasi 0,07 persen. Penyumbangnya adalah kenaikan upah asisten rumah tangga dan kenaikan harga ikan. Komponen ini juga terpengaruh oleh deflasi dari penurunan harga emas.
Secara yoy, inflasi inti juga masih terus mengalami penurunan yang sudah terjadi sejak 2020 lalu. Per Februari 2021, inflasi inti mencapai 1,53 persen melambat secara bulanan dari Januari 2021 1,56 persen maupun secara tahunan dari Februari 2020 yang mencapai 2,76 persen. Perlambatan inflasi inti ini menurut Suhariyanto memberi sinyal bahwa permintaan masyarakat masih terus mengalami penurunan.
“Dari sisi suplai berbagai bahan makanan terjaga tapi permintaan cenderung lemah. Ini tantangan kita memperkuat konsumsi rumah tangga,” ucap Suhariyanto.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Bayu Septianto