tirto.id -
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia akan mengambil tindakan tegas untuk dapat menangkap para penyandera 10 pelaut Indonesia.
"Mereka melakukan tindakan kriminal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia," ujarnya usai menghadiri pencanangan dan sosialisasi pembangunan zona integritas Sekretariat Kabinet di gedung Sekretariat Kabinet, Jakarta, Selasa, (29/3/2016).
Berdasarkan informasi dari Kementerian Luar Negeri, pembajakan terhadap kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12 yang berbendera Indonesia itu terjadi saat dalam perjalanan dari Sungai Puting Kalimantan Selatan menuju Batangas, Filipina Selatan.
Ia mengungkapkan kelompok penyandera tersebut diduga berasal dari negara tetangga, namun Pramono tidak menyebutkan nama negara itu.
Menurut Pramono, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sedang mengumpulkan data dan berkoordinasi dengan kepolisian dan TNI untuk membantu proses pembebasan 10 WNI tersebut.
Pramono menyebutkan bahwa motif penyanderaan adalah masalah uang karena para penyandera terbukti meminta tebusan. Ia bahkan menyebut penyanderaan ini sebagai perampokan.
Pemerintah Indonesia, menurut Pramono, masih mempelajari apakah uang tebusan itu dipakai untuk kepentingan kelompok penyandera sendiri atau untuk kepentingan milisi di negara tetangga. Pramono masih akan mengkoordinasikan kemungkinan pengerahan anggota TNI dan Kepolisian untuk membebaskan sandera.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan kesiapan TNI apabila pemerintah Filipina meminta bantuan Indonesia dalam menangani penyanderaan pelaut Indonesia.
"Saya rasa tentara sudah siap semua tinggal tergantung sana, karena rumah orang. Kalau dia (Filipina) bilang siap kita 'nonton saja', kalau dia minta bantuan kita tangani," kata Ryamizard di kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta, Selasa, (29/3/2016).
Ryamizard juga mengatakan bahwa kapal-kapal patrol TNI telah disiagakan untuk menghadapi berbagai kemungkinan, namun segala langkah dari TNI tetap harus seizin otoritas negara Filipina.
"Itu negara orang. Kalau nggak boleh masuk jangan maksa-maksa. Kalau mereka siap menyelesaikan kita tunggu saja, (kalau) dia perlu bantuan kita masuk. Jangan nyelonong nanti urusan panjang lagi," jelas Ryamizard.
Ryamizard mengaku telah berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan Filipina untuk memantau setiap perkembangan dari kasus pembajakan ini.
Ia juga menekankan agar pihak Indonesia tidak menuruti tuntutan para perompak yang meminta tebusan sebesar 50 juta peso atau Rp15 miliar. (ANT)