tirto.id -
Terutama dalam kerja sama pengembangan kilang atau refinery dengan PT Pertamina (Persero).
"Tentunya selama itu [ada bahasan] win-win kenapa tidak? Di mana mereka ingin ada kerja sama dengan refinary yang ada di Indonesia," jelas dia di Ruang Rapat Komisi VI DPR RI Kompleks Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/12/2019).
Ia menjelaskan, untuk memulai peluang, Indonesia perlu membuka diri. Namun untuk berhati-hati Kementerian BUMN akan mengajak Kejaksaan Agung untuk ikut mengawal negosiasi yang dilakukan.
"Kami juga kalau bisa mau kerja sama dengan lahan minyak yang ada di mereka tapi yang sudah produksi. Tapi ya tentu dengan kasus kasus hukum yang sebelumnya juga ini harus penting secara hukum. Makanya saya juga minta pendapat dari kejaksaan Agung untuk mendampingi dari awal negosiasi," katanya.
Erick mengatakan, dirinya belum mengetahui bentuk investasi Indonesia di Uni Emirat Arab, mengingat negosiasi saat ini masih berjalan.
"Dalam melakukan negosiasi antara pemerintah dengan pemerintah, kemarin saya hadir sebagai Menteri BUMN ketemu juga dengan Kementerian dari pihak Uni Emirat Arab," ujar Erick.
Menurut Erick, negosiasi antara Pertamina dan ADNOC tersebut merupakan salah satu upaya untuk menekan impor migas.
Saat ini, impor migas memberatkan neraca perdagangan dan memberatkan upaya pengembangan BUMN baik di tingkat nasional maupun internasional.
"BUMN ke depan bisa juga tidak hanya mengembangkan di dalam negeri, namun bisa mengembangkan di luar negeri," jelasnya.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Hendra Friana