tirto.id - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut Indonesia sesungguhnya bisa terbebas dari utang namun dengan sejumlah syarat. Pertama, harus menghilangkan subsidi energi.
Contohnya seperti perubahan subsidi energi pada 2022 lalu yang mengalami kenaikan ketika harga minyak dunia melonjak tinggi. Sebelumnya pemerintah menetapkan besaran subsidi sebesar Rp152,5 triliun, kemudian naik menjadi Rp502,4 triliun untuk melakukan penyesuaian akibat krisis.
Penyesuaian harus dilakukan dengan menahan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) agar harga berbagai bahan kebutuhan masyarakat tidak melonjak. Penyesuaian ini tentu membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.
"Indonesia bisa bebas dari berutang, asal menghilangkan subsidi. Secara tertulis di atas kertas memang bisa, tapi praktiknya luar biasa,” ujar Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Deni Ridwan dikutip Antara, Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Di sisi lain, negara juga membutuhkan infrastruktur yang dapat menunjang kebutuhan masyarakat. Pembangunan infrastruktur juga mencakup aspek-aspek seperti pengadaan air bersih, internet, hingga listrik.
Pembangunan sejumlah sarana prasarana tersebut tidak bisa hanya mengandalkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Sehingga harus melakukan penarikan utang.
Dari berbagai contoh itu, Deni mengingatkan bahwa pemerintah berupaya untuk mengelola utang negara dengan baik.
Beberapa waktu terakhir, pemerintah mendapat sorotan lantaran posisi utang 2023 mencapai level tertinggi sejak Indonesia merdeka pada 1945.
Posisi utang pemerintah per April 2023 tercatat sebesar Rp7.849,89 triliun. Jumlah tersebut turun Rp28,19 triliun dari Maret 2023 yang tercatat sebesar Rp7.879,07 triliun.
Deni mengatakan utang negara akan terus meningkat lebih tinggi dari masa pemerintahan sebelumnya. Kendati demikian, saat ini Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia juga mencapai level tertinggi sejak kemerdekaan Indonesia.
Hal itu tercermin pada rasio utang pemerintah terhadap PDB sebesar 38,15 persen. Rasio tersebut masih berada di bawah batas aman atau thresold rasio utang pemerintah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa rasio utang maksimal 60 persen dari PDB.
Artinya, utang Indonesia yang meningkat turut diiringi oleh kemampuan membayar utang yang juga meningkat. Deni menyebut hal itu mengindikasikan utang pemerintah dalam kondisi yang aman dan tidak berbahaya.
Editor: Anggun P Situmorang