tirto.id - Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati angkat bicara soal rangkap jabatan Walikota Batam HM Rudi yang juga sebagai Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Menurut Enny, hal itu dapat berdampak buruk pada kegiatan perekonomian di wilayah Batam. Sebab, dua lembaga itu memiliki otoritas yang berbeda.
Di satu sisi, Walikota bertugas mengurusi otonomi daerah. Sementara BP Batam mengurusi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Enny menegaskan, hal itu juga akan melemahkan wewenang otoritas BP Batam itu sendiri dalam mengatur bisnis, karena di saat bersamaan Pemkot Batam juga mengatur sektor ekonomi di wilayah tersebut.
"Kondisi ini membuat investor menjadi enggan untuk berinvenstasi di kota ini," ujar dia di Jakarta Pusat, Rabu (19/12/2018) sore.
Oleh karena itu, dia mengimbau agar Presiden Joko Widodo mempertimbangkan kembali dalam mengangkat Walikota Batam sebagai Kepala BP Batam ex-offico.
"Keputusan untuk mengalihkan BP Batam ke Pemkot Batam menunjukan bahwa pemerintah hanya ingin segera mengakhiri persoalan dualisme kelembagaan," ujarnya
Lebih lanjut, dia mengatakan, kepala daerah juga tidak boleh merangkap jabatan. Apabila hal tersebut tetap dilakukan, kata dia, maka pemerintah telah melanggar UU No.23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
"Kepala daerah tidak boleh rangkap jabatan," ujarnya.
Selain itu, kata Enny, rangkap jabatan juga berpotensi memunculkan konflik kepentingan anggaran dan tata kelola pemerintah pusat dan daerah.
"Ini akan menjadikan preseden buruk karena melanggar UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara," ujarnya.
Sehingga, Enny menyarankan agar pemerintah mempelajari kembali tentang sebab-sebab bagaimana kinerja Free Trade Zone di Batam bisa menurun dan otoritas kewewenangannya juga melemah.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Alexander Haryanto