tirto.id - Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati menilai persoalan dualisme kewenangan BP Batam dan Pemerintah Kota Batam mudah saja diselesaikan jika pemerintah mau menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP).
"Namun pemerintah pusat bukannya segera melaksanakan amanat UU tersebut, malah mengusulkan solusi yang tidak diamanatkan," ujarnya ketika ditemui di Jakarta Pusat, Rabu (19/12/2018) sore.
Pemerintah bisa mengacu pada UU No.53 tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Batam pada ayat 21 huruf c dijelaskan, pemerintah segera membuat PP yang mengatur hubungan kerja kedua lembaga.
Enny menilai perlunya PP tersebut segera diterbitkan, agar wilayah dan objek kerja kedua lembaga menjadi jelas dan tidak terjadi tumpang tindih.
"Misalnya, hal-hal yang terkait dengan permukiman dan pelayanan masyarakat diamanatkan ke Pemkot. Sementara tugas untuk menjalankan fungsi Free Trade Zone diamanatkan ke BP Batam," ujarnya lagi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dan Kementerian Kordinator Bidang Perkonomian mengadakan rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta Pusat pada Rabu (12/12/2018) lalu, dengan agenda pembahasan menyelesaikan dualisme tugas antara Pemkot Batam dan BP Batam yang dianggap menyulitkan investor.
Dari hasil rapat tersebut, Presiden Jokowi menetapkan peleburan pada dua lembaga tersebut. Serta mengangkat Walikota Batam sebagai kepala ex-officio BP Batam.
Hal tersebut yang kemudian disayangkan oleh Enny, yang menilai upaya pemerintah pusat keliru dalam menentukan kebijakan. Dan justru berpotensi membuat investor kian merasa ragu untuk membuka keran modal di Batam.
"Ketidakpastian akan cenderung meningkat pasca pengalihan BP Batam. Hal ini terkait dengan kepastian regulasi, peraturan, lahan, infrasturktur hingga kepastian insentif bagi investor," ujarnya lagi.
Enny menambahkan, kemungkinan terburuknya adalah investor akan melakukan relokasi ke daerah lain.
"Terlebih ada negara tetangga yang menawarkan berbagai daya tarik dan pesatian berusaha," pungkasnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri