tirto.id -
Peneliti dari INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan bahwa masyarakat saat ini tidak lagi membutuhkan jargon-jargon ekonomi kemasyarakatan, kemandirian ekonomi. Masyarakat lebih menanti strategi nyata jangka pendek dan jangka panjang untuk solusi makro ekonomi Indonesia.
"Terakhir yang saya lihat dari wawacara pak Sandi, ia hanya bilang utang harus digunakan untuk hal yang produktif. Terus maksudnya utang yang mana? Harus spesifik dong, proyek yang mana, surat utangnya seri mana, tenornya berapa? Jadi menurut saya, itu yang masih miss dari Prabowo-Sandiaga, dimana sekarang (programnya) masih berupa jargon," ujar Bhima kepada Tirto pada Senin (27/8/2018).
Ia menanti program yang lebih spesifik, terukur dengan target beres dan strategi yang inovatif, untuk mengukur kapabilitas Prabowo-Sandiaga dapat meningkatkan kurs rupiah, stabilkan harga bahan pokok pangan, dan peningkatan kesejateraan melalui pembangunan infrastruktur yang rasional-realistis.
"Kita perlu strategi-strategi out of the box dan melebihi strategi yang sudah diterapkan oleh Pak Jokowi. Kalau enggak ada ya sama sajalah," ujar Bhima.
Ia mengakui Sandiaga sebagai calon wakil presiden Prabowo memiliki latar belakang sebagai pengusaha, pemikir ekonomi. Namun, kapasitasnya dalam menangani makro ekonomi Indonesia belum ada bukti.
"Saya kira background pak Sandi cukup bagus dari sisi pengusaha, tapi minusnya di sisi kebijakan makro ekonomi. Itu dua hal yang berbeda," ujar Bhima.
Salah satu program andalan Sandiaga saat menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta adalah OKE OCE (One Kecamatan, One Center of Entrepreneurship). Program itu berusaha melakukan pembinaan kewirausahaan terhadap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah di bawah Sudin (Suku Dinas) Koperasi dan UMKM.
"Kalau pakai OKE OCE dan diangkat ke level nasional, apakah bisa menstabilkan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek? Apakah bisa pendapatan masyarakat rata-rata akan meningkat signifikan? Artinya harus dilengkapi dengan prinsip ekonomi yang bekerja secara makro dan itu saya lihat sekarang belum ada rencana tindakan konkret," ujarnya.
"Tawaran solusi stabilisasi kurs rupiah, harga pangan, dan optimalisasi pembangunan infrastruktur yang baik, masih diberikan secara samar-samar," imbuhnya.
Menurutnya, masyarakat khususnya para pelaku pasar keuangan maupun pasar modal membutuhkan kepastian program stabilisasi makro ekonomi Indonesia ke depan lebih tajam dan realistis, dari para capres dan cawapres selanjutnya.
"Makanya ketika pencalonan baik pak Jokowi maupun Prabowo, pelaku pasar menanggapinya secara dingin kan. Investor asing tetap melakukan penjualan saham, IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) naik-turun di angka Rp6 ribu. Jadi, itu menunjukkan apresiasi terhadap program-program yang ditawarkan masih belum jelas," ujar Bhima.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yulaika Ramadhani