tirto.id - Juru Bicara Dana Moneter Internasional (IMF), Jullie Kozack menilai gagal bayar utang AS akan menimbulkan dampak sangat serius bagi perekonomian AS dan global. Diketahui AS sendiri terancam gagal bayar utang hingga sekitar 31,458 triliun dolar AS.
"Mengenai plafon utang atau debt ceiling AS, penilaian kami akan terjadi dampak yang sangat serius. Tidak hanya untuk AS tetapi juga untuk ekonomi global jika terjadi gagal bayar utang AS," ucap Jullie Kozack dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (12/5/2023).
Sebagaimana diketahui, Pemerintah Amerika Serikat berisiko kehabisan uang dan gagal bayar atau default jika kongres tidak juga mengambil tindakan terkait kenaikan plafon utang.
"Karena default AS menimbulkan masalah serius. Kami sangat mendorong pihak terkait untuk segera mencapai konsensus, serta menyelesaikan masalah ini secepat mungkin," ucapnya.
Dia menilai AS tengah menghadapi beberapa ketidakpastian di ekonomi diantaranya masih berlanjutnya kenaikan suku bunga The Fed. Kemudian dampak dari kolapsnya perbankan di AS, hingga sisi pasar tenaga kerja AS.
IMF meminta pemerintah AS tetap waspada terhadap kerentanan-kerentanan baru di sektor perbankan AS, termasuk di bank-bank regional, yang dapat muncul dalam penyesuaian terhadap tingkat suku bunga yang lebih tinggi.
Adapun dalam proyeksi pada bulan April, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global mencapai 2,8 persen untuk tahun 2023.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati sebelumnya memastikan bahwa kondisi gagal bayar utang Pemerintah Amerika Serikat (AS) tidak berdampak signifikan kepada ekonomi Indonesia. Karena sampai hari ini, Surat Berharga Negara (SBN) masih memiliki daya tarik.
"Untuk pertanyaan gagal bayar, sampai hari ini sebenarnya kalo kita liat dari perkembangan, tidak ada pengaruh kepada perekonomian kita," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Jakarta, dikutip Selasa (9/5/2023).
Sri Mulyani mengatakan untuk Indonesia sendiri rambatannya biasanya terjadi ke pasar SBN kita. Namun sampai dengan hari ini, SBN domestik masih memiliki daya tarik yang cukup baik. Hal itu setidaknya terlihat dari imbal hasil (yield) SBN untuk tenor sepuluh tahun yang menurun 50 basis poin sejak awal tahun (year to date).
"Untuk kinerja pasar SBN juga tadi, justru terjadi capital inflow, dari sekian banyak negara termasuk negara emerging, Indonesia termasuk memiliki kinerja yang baik," terangnya.
"Jadi makanya kita mendapatkan suatu sentimen, support positif karena memang kinerja ekonominya membaik," sambungnya.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin