tirto.id - Wasekjen PBNU Imam Pituduh, merespons hasil Ijtima Ulama III yang diselenggarakan di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu (1/5/2019) lalu.
Menurut Imam, apa yang dikeluarkan Ijtima Ulama III kemarin harus dihormati sebagai bagian dari demokrasi yang menghargai perbedaan pendapat.
Namun, lanjut Imam, seharusnya hasil dari Ijtima Ulama III tersebut tidak mengarah ke hal-hal yang provokatif.
"Tetapi ketika pendapat itu sudah mengarah kepada sifatnya hal-hal yang provokatif, dan di luar kewajaran, dan di luar hal yang berlaku di Indonesia, maka kita seharusnya menggunakan pendapat-pendapat yang betul-betul sesuai dengan kaidah berbangsa dan bernegara dan aturan hukum yang berlaku," katanya saat ditemui di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (2/5/2019) sore.
Imam juga mengatakan bahwa perkara fatwa yang dikeluarkan dalam Ijtima Ulama III tersebut merupakan kewenangan MUI yang menilai apakah benar atau tidak.
"Kalau urusan fatwa ya MUI. Kalau fatwa itu urusan MUI yang mengeluarkan fatwa," katanya.
Sebelumnya, Ketua GNPF (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa), Yusuf Muhammad Martak mengatakan keputusan-keputusan yang diambil memang melibatkan Prabowo dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga.
Yusuf Muhammad Martak, menyampaikan bahwa mereka mendesak dan mendorong KPU dan Bawaslu untuk melakukan diskualifikasi atas pasangan nomor urut 01, yakni Joko Widodo dan Ma'ruf Amin.
"Mendesak Bawaslu dan KPU membatalkan dan mendiskualifikasi paslon 01," ujar Yusuf dalam konferensi pers di Hotel Lor In, Sentul, Bogor, Jawa Barat pada Rabu (1/5/2019).
Keputusan tersebut merupakan satu dari tiga keputusan yang diambil oleh Ijtima Ulama III. Desakan tersebut muncul karena mereka menilai paslon 01 melakukan tindakan curang dalam proses Pilpres 2019.
"Perjuangan diskualifikasi atau pembatalan paslon 01 yang ikut melakukan kecurangan dan kejahatan di Pilpres 2019," ujar Yusuf.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Nur Hidayah Perwitasari