tirto.id - Asosiasi bagi para pelaku industri digital Indonesia Indonesian Digital Association (IDA) menginisiasi kampanye #BersatuIndonesiaku yang disebar di berbagai kanal media sosial. Kampanye tersebut bertujuan untuk memerangi paham radikalisme dan terorisme di kanal digital.
Ketua IDA Ronny W Sugiadha menyatakan media mainstream dan media sosial kini tengah dihadapkan dengan penyebaran pesan hoax yang terstruktur dan meluas. Menurutnya, masyarakat perlu menghadapi fenomena ini dengan pesan yang positif, dan berlandaskan spirit Bhinneka Tunggal Ika dari Indonesia
"Inilah yang menjadi titik awal ide kampanye #BersatuIndonesiaku, yang harapannya dapat mengedukasi masyarakat untuk lebih bijak dalam menyikapi isu di media sosial, khususnya dalam isu radikalisme dan terorisme,” ujar Ronny, sebagaimana dinyatakan dalam rilis pers dari IDA.
Selaku asosiasi yang didirikan dan membawahi publisher-publisher digital besar di Indonesia, IDA melihat edukasi kepada masyarakat menjadi luar biasa penting untuk menghentikan penyebaran paham radikalisme dan terorisme melalui kanal digital.
IDA mengimbau masyarakat pengguna media sosial untuk menjalankan semangat dari kampanye ini dengan langkah-langkah sederhana seperti: tidak menjalin keterikatan (follow,like, atau comment) dengan akun-akun yang tidak jelas kepemilikannya, tidak menyebarkan berita yang tidak bisa divalidasi, melaporkan akun-akun yang secara jelas berpihak pada terorisme, dan menyebarkan konten positif mengenai Indonesia dan keberagaman.
Sejalan dengan ide awal dari kampanye #BersatuIndonesiaku, setiap anggota dari IDA sepakat untuk tidak mempublikasi dan berafiliasi dengan kelompok pendukung radikalisme dan terorisme, dengan tidak mengundang mereka sebagai narasumber.
“Kami berharap kampanye #BersatuIndonesiaku dapat memberikan serangkaian dampak positif bagi pemanfaatan media sosial di masyarakat Indonesia. Kami, sebagai pelaku industri digital Indonesia, ingin masyarakat semakin bijak dalam mencari dan menyebarkan informasi di berbagai kanal online, guna meredam suara radikalisme dan terorisme di Tanah Air dan dunia,” ujar Steve Christian, CEO KLY.
Editor: Yulaika Ramadhani