Menuju konten utama

HUT Bhayangkara ke-73, YLBHI Sampaikan Catatan Kritis untuk Polri

YLBHI menyoroti sejumlah masalah terkait dengan kinerja Polri dalam penegakan hukum terhadap warga sipil pada 2016-2019. 

HUT Bhayangkara ke-73, YLBHI Sampaikan Catatan Kritis untuk Polri
Asfinawati, Ketua YLBHI 2017-2021 dalam sebuah sesi wawancara di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Selasa (18/4). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati menyampaikan sejumlah catatan kritis lembaganya atas kinerja Polri dalam penegakan hukum terhadap warga sipil selama 2016-2019. Hal itu diungkap oleh Asfinawati dalam rangka HUT Bhayangkara ke-73 yang jatuh tepat 1 Juli 2019.

YLBHI menyoroti tujuh masalah terkait dengan kinerja Polri. Tujuh masalah itu ialah kriminalisasi dan minimnya akuntabilitas penentuan tersangka, penundaan proses hukum, cara mengejar pengakuan tersangka yang bermasalah, penangkapan sewenang-wenang, penahanan sewenang-wenang, membatasi hak penasihat hukum, dan penyiksaan.

Asfinawati mencontohkan masalah terkait dengan penahanan. Menurut dia, kepolisian masih memiliki kewenangan mutlak untuk melakukan penahanan, seperti melakukannya tanpa surat perintah atau alasan jelas. Dia menilai masalah ini dilematis karena penahan yang tidak sah hanya bisa dilaporkan ke atasan polisi yang bertugas.

"Kalau atasan yang tidak suka bagaimana? Kita harus ke pengadilan. Padahal, sebetulnya model-model dibawa ke pengadilan untuk orang-orang yang ditahan di Eropa sudah terjadi pada tahun 1700-an. Jadi bisa dibayangkan, Indonesia sudah ketinggalan berapa abad," katanya saat konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta pada Senin (1/7/2019) siang.

Sementara mengenai proses hukun, Asfinawati menyoroti masih adanya pungutan liar (pungli) dan pemerasan terkait dengan proses penyidikan di kepolisian.

"[pungli atau pemerasan] Tidak hanya kepada orang yang menjadi tersangka, tapi kepada orang yang jadi korban. Jadi banyak laporan kepada LBH-LBH, kalau dia melapor mengalami tindak pidana, dimintai uang supaya kasusnya bisa berjalan," ujar Asfinawati.

Persoalan lainnya, kata dia, masih kuatnya kultur impunitas sehingga aparat yang melanggar masih sulit diadili.

"Indonesia menganut [prinsip] persamaan di depan hukum, tapi kalau kita melihat laporan-laporan ini sulit bagi kami percaya ada hal itu. Karena begitu pelakunya kepolisian, terutama ketika dia menjalankan tugasnya, kasusnya tidak akan pernah bergerak," kata Asfinawati.

Menurut Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur, lembaganya menemukan 115 kasus kelalaian polisi dalam menjalankan tugasnya pada 2016-2019.

"Dalam tabulasi, terkumpul ada 115 kasus kelalaian polisi dalam mengurusi permasalahan warga sipil, dari mulai 2016 hingga 2019. Setidaknya terdapat 1.120 korban dan 10 komunitas di seluruh Indonesia," kata Isnur.

Baca juga artikel terkait KEPOLISIAN atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Addi M Idhom