tirto.id -
Sejumlah pendamping program dana desa di Sulawesi Tengah (Sulteng) mengundurkan diri dari tugas dan tanggung jawab sebagai tenaga pendamping. Honor yang tak kunjung cair menjadi salah satu penyebabnya.
“Saya belum bisa memerikan data rinci, tetapi jumlahnya cukup banyak dan tersebar di hampir seluruh kabupaten,” kata konsultan pendamping program dana desa di Sulteng, Alif Riwidya, di Palu, Jumat (18/3/2016).
Menurut Alif, banyak faktor yang membuat para pendamping desa ini mengundurkan diri. Kata Alif, salah satu alasan yang menyebabkan mereka tidak mau lagi melanjutkan tugas sebagai tenaga pendamping dana desa pada 2016 karena honor Januari-Februari 2016 belum juga dibayarkan.
Selain itu, kata pria kelahiran Malang Provinsi Jawa Timur, 16 September 1968 tersebut, ada juga mereka mundur karena tidak mampu menghadapi masyarakat, sebab pengalaman dan latar belakang pendidikan yang kurang memadai.
“Memang tugas dan tanggung jawabnya cukup berat,” ujarnya.
Pasalnya, lanjut Alif, pengalaman dan latar belakang pendidikan sangat dibutuhkan dalam menunjang tugas-tugas pendampingan di lapangan. Belum lagi, lanjut dia, desa yang menjadi wilayah dampingan dana desa tersebut berada di daerah terpencil yang sulit dijangkau kendaraan.
Alif menambahkan, saat ini masih banyak desa di Sulteng yang tidak bisa diakses kendaraan. Untuk menuju desa tersebut, lanjut dia, masih harus berjalan kaki atau naik sepeda motor dan alat transportasi tradisional seperti kuda. Apalagi, hingga saat ini masih banyak desa, bahkan kecamatan yang belum didukung infrastruktur seperti jalan dan listrik yang memadai.
“Ini semua yang merupakan penyabab banyaknya tenaga pendapingan dana desa yang akhirnya tidak tahan, lalu menyatakan mengundurkan diri,” kata dia.
Karena itu, lanjut Alif, Kementerian Desa harus secepatnya melakukan perekrutan tenaga pendamping baru agar tidak terjadi kekosongan. Sebab dampaknya cukup besar terhadap penyaluran dana desa untuk tahun anggaran 2016 yang sesuai jadwal akan disalurkan dua tahap, pertama April 2016 dan tahap kedua Agustus 2016.
“Perekrutan tenaga pendamping dilakukan Kementerian Desa. Kami di provinsi hanya sebagai menerima pendaftaran dan yang menentukan selanjutnya bahwa diterima atau tidak adalah pusat,” ujarnya.
Menurut dia, Kementerian Desa pada 2015 merekrut tenaga pendamping desa di Sulteng untuk mengawal program pemerintah tersebut sebanyak 379 orang di tingkat kecamatan, tingkat kabupaten 62 orang dan desa sebanyak 516 orang tersebar di 12 kabupaten di Sulteng.
Untuk tenaga pendamping dana desa di tingkat kabupaten memperoleh honor sebesar Rp5juta/bulan, pendamping di tingkat kecamatan RP3-4 juta/orang/bulan sementara tenaga pendamping di desa Rp2,5 juta/orang/bulan.
Alif menambahkan, pada 2016 ini, pemerintah pusat kembali mengalokasikan dana desa di Sulteng mencapai Rp1,124 triliun atau meningkat sekitar 200 persen dari sebelumnya hanya Rp500,201 miliar.
Peningkatan tersebut juga diikuti peningkatan jumlah desa penerima dari 1.839 desa pada 2015, kini menjadi 1.842 desa pada 2016. (ANT)