tirto.id - Sebuah video yang diklaim sebagai detik-detik kebakaran di Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara disebarkan akun TikTok @milenialmasakini (tautan) di platform berbagi video tersebut. Unggahan video yang hanya berdurasi 10 detik itu disertai beberapa tagar seperti #kebakaran, #pertaminaplumpang, #pertamina, dan #kebakaranpertamina.
Dalam video yang beredar, rekaman nampak diambil dari lantai atas dan menunjukkan dua buah tangki yang terbakar beserta asap hitam yang membumbung. Video tersebut merupakan satu di antara 5 video lain dengan klaim kebakaran Depo Plumpang yang disebarkan akun @milenialmasakini di TikToknya.
Berdasarkan informasi profilnya, akun ini sendiri telah memiliki 163 pengikut dan kerap mengunggah peristiwa-peristiwa bencana alam dan berita yang tengah viral.
Sampai Selasa (14/3/2023), video yang beredar sejak 5 Maret 2023 ini telah disaksikan 234 ribu kali, memperoleh 2.804 likes serta 68 komentar.
Sebagai informasi, Depo Pertamina Plumpang sebagai tempat penyimpanan bahan bakar memang mengalami kebakaran pada Jumat (3/3/2023). Kejadian ini menjadi perhatian publik akibat banyaknya korban jiwa yang jatuh karena kebakaran tersebut. Hingga 13 Maret 2023, tercatat ada 21 orang yang tewas sementara 24 orang masih dirawat.
Namun, benarkah video yang lalu lalang di TikTok ini merupakan rekaman detik-detik kebakaran Depo Pertamina Plumpang?
Penelusuran Fakta
Untuk menelusuri asal muasal video, tim riset Tirto mengunggah tangkapan layar salah satu frame video ke mesin telusur gambar Yandex. Dari penelusuran itu kami menemukan bahwa video serupa sudah tersebar sejak 2015 dan salah satunya pernah disebarkan oleh kanal YouTube Новости World News 24 dengan judul “Chemical Plant Blast China” atau “Ledakan Pabrik Kimia China.”
Unggahan bertanggal 30 November 2015 itu diberi takarir berbahasa Rusia yang apabila diterjemahkan berarti “Berita Terbaru Hari Ini, Berita Dunia.” Dalam video juga terdapat keterangan tertulis yang mengindikasikan waktu dan tempat kejadian yaitu “China Nov-17-2015.”
Dengan informasi itu Tirto kemudian melakukan penelusuran Google lewat kata kunci “Chemical Plant Blast China” dan memanfaatkan fitur filter pencarian terbatas pada kejadian 17 November 2015.
Menurut laporan media Rusia berbahasa Inggris RT News pada tanggal yang sama, sebuah ledakan disebut terjadi di pabrik kimia di Fushun, Provinsi Liaoning, di timur laut China. Hal itu menyebabkan kebakaran di lokasi ledakan, akan tetapi petugas pemadam kebakaran dengan cepat tiba sehingga tidak ada korban yang dilaporkan.
Lebih lanjut, masih dari RT News, peristiwa itu dikatakan terjadi hanya tiga bulan pasca ledakan di gudang bahan kimia di Tianjin yang menewaskan lebih dari 160 orang dan melukai 700 lainnya.
Peristiwa di Tianjin yang dimaksud terjadi pada 13 Agustus 2015, di mana ledakan disebut begitu dahsyat sehingga membuat kendaraan dan puing-puing beterbangan ke udara dan mengguncang rumah sekitarnya hingga jarak berkilo-kilo, seperti diberitakan The Guardian. Penyebabnya yakni aktivitas pengiriman bahan kimia berbahaya di pabrik.
Lagipula, video yang beredar ini sama sekali tidak mirip dengan rekaman kebakaran Plumpang yang diunggah media kredibel seperti dapat dilihat di kanal YouTube Kompas TV. Kebakaran Plumpang pun tidak berlangsung saat siang seperti terlihat dalam video, melainkan terjadi kala malam hari sekira pukul 20.00 WIB.
Kesimpulan
Berdasarkan penelusuran fakta yang telah dilakukan, video TikTok yang diunggah akun @milenialmasakini merupakan peristiwa kebakaran akibat ledakan sebuah pabrik kimia di Fushun, Provinsi Liaoning, di timur laut China.
Video kebakaran Depo Pertamina Plumpang yang terjadi pada 3 Maret 2023 sendiri dapat dilihat salah satunya di kanal YouTube Kompas TV, dan terlihat tidak mirip dengan video yang tersebar.
Kebakaran di Plumpang pun tidak berlangsung saat siang seperti terlihat dalam video, melainkan terjadi kala malam hari sekira pukul 20.00 WIB.
Dengan demikian, video yang diklaim kebakaran Depo Pertamina Plumpang dari akun @milenialmasakinI bersifat salah dan menyesatkan (false & misleading).
Editor: Farida Susanty