tirto.id - Perempuan berhijab itu mengintip dari balik pintu, membetulkan tudung hitamnya sebelum kemudian berlari ke jalanan. Dengan sepatu dan pakaian sport ia melenggang di antara tatapan aneh orang-orang sekitar. Ada pula perempuan yang berbeda asyik berseluncur dengan skate board di tengah-tengah gang perumahan. Beberapa lainnya terlihat berlatih tinju, sepak bola, berkuda, parkour, ice skeet, dan anggar.
“Apa yang akan mereka katakan tentangmu?”
“Seharusnya kau tak berada di sini, bahwa ini bukanlah yang diperuntukkan bagimu. Ini bukan jenis olahraga yang patut.”
Wanita berhijab dan berolahraga memang bukan hal yang lumrah. Apalagi untuk pertandingan berkelas internasional, jumlahnya bisa dihitung dengan jari. Keluarnya produk hijab khusus atlet muslimah menjadi sebuah bentuk pengakuan. Nike mencoba mengajak mendobrak belenggu yang selama ini membatasi ruang ekspresi perempuan. Iklan itu, diberikan narasi tambahan seperti:
“Atau mungkin mereka akan mengatakan bahwa kau kuat, bahwa tak ada seorang pun bisa menghentikanmu, bahwa kau akan menemukan jalanmu, bahwa kau setara dan memukau, bahwa kau akan menjadi sesuatu yang mempesona. Jadi lakukan saja.”
Hind Rasheed, manajer komunikasi Nike di Dubai mengatakan, tujuan pembuatan iklan ini adalah untuk menyoroti cerita dari para atlet perempuan yang luar biasa. “Dan tentunya untuk mendorong dan menginspirasi orang lain," katanya kepada CNN.
Mendukung Atlet Berhijab
Iklan berdurasi sekitar satu menit tersebut sukses menarik perhatian publik dengan beragam komentar. Nike membuat gebrakan guna mendorong semua kalangan dapat mengakses kenyamanan berolahraga.
Kali ini pangsa pasar perempuan berhijab yang dituju. Nike mengeluarkan penutup kepala khusus olahraga bagi para perempuan berhijab. Selama ini, atlet-atlet Muslimah yang mengunjungi kantor pusat Nike di Beaverton, Oregon, di luar negara bagian Portland, mengeluhkan sulitnya mengenakan hijab saat berkompetisi.
Perusahaan ini kemudian berkonsultasi dengan atlet-atlet muslimah di seluruh dunia, termasuk para pelari dan pembalap sepeda Timur Tengah, dalam merancang hijab olahraga untuk perempuan. The Guardian menuliskan, rancangan yang diberi label “Nike Pro Hijab” ini rencananya akan rilis di tahun 2018 nanti.
Ada tiga warna yang ditawarkan, hitam, abu-abu, dan obsidian. Pro Hijab, dibuat dari bahan poliester yang ringan dan fleksibel, serta memiliki lubang-lubang kecil dan halus yang memudahkan sirkulasi udara. Lubang-lubang ini diklaim memiliki elastisitas dan dijamin tak akan mengkerut ketika dipakai.
Dinukil dari Independent.co.uk, Pro Hijab dirancang khusus untuk mengatasi masalah fleksibilitas saat memakai jilbab konvensional ketika berolahraga, seperti berat hijab, kurangnya sirkulasi udara, dan potensi bergeser selama pemakaian. Dalam pembuatannya, digunakan prediksi suhu Timur Tengah dan menggunakan benang halus untuk meminimalisir gosokan serta iritasi.
Produk ini telah melalui pengembangan selama satu tahun dan diuji oleh atlet skater, Zahra Lari. Dengan resolusinya, Nike menjadi produsen besar pakaian olahraga pertama yang menawarkan rancangan penutup kepala muslimah khusus untuk kompetisi.
Amna Al Haddad, atlet angkat berat dari Uni Emirat Arab yang merupakan salah satu konsultan Nike Pro Hijab mengatakan, terobosan Nike akan menjadi solusi bagi kebanyakan muslimah untuk berolahraga. "Hal ini akan mendorong sebuah generasi yang benar-benar baru untuk berolahraga tanpa merasa ada batasan karena keyakinan atau aturan berpakaian," kata Haddad seperti ditulis VOANews.
Bukan Produk Baru
Sebelum Nike mengeluarkan produk, hijab untuk atlet muslimah sendiri sebenarnya sudah ada. Namun, karena tidak dikeluarkan oleh perusahaan berkelas internasional, hijab-hijab untuk atlet muslimah itu tidak terlalu terdengar gaungnya. Namun, sejumlah atlet muslimah sudah banyak yang menggunakannya.
Beberapa pengguna akun Twitter yang mengaku sudah memiliki jilbab serupa produk nike sempat mencuitkan komentar dengan hastag #NikeProHijab. Seperti yang diutarakan akun @Fardousie “Saya sedikitnya sudah punya sekitar 4 jilbab sport, dan saya tak melihat ada sasuatu yang spesial dalam desainnya (kecuali logo nike).”
Atau yang dicuitkan @_shireenahmed_ “Tapi sebelum Nike, ada perusahaan yang sudah mengeluarkan produk serupa @Capsters @Resporton_Hijab dan @friniggi mereka telah memproduksi ini dalam waktu yang lama.”
Nike memang bukan merek perlengkapan olahraga pertama yang melengkapi kebutuhan perempuan Muslim. Merunut The Guardian, pada Olimpiade London 2012, seragam Sarah Attar, salah satu atlet dari dua perempuan untuk mewakili Arab Saudi telah dirancang oleh perusahaan yang berbasis Oregon, Oiselle.
Kejadian inilah yang pertama kali menggugah insting bisnis Nike untuk merambah pangsa pasar muslimah. “Ini gebrakan pertama yang menggugah kesadaran internasional di tahun 2012, ketika seorang pelari berjilbab mengambil bagian global di London," tulis Nike.
Pada Hari Perempuan Internasional di tahun 2016, perusahaan pakaian olahraga Denmark, Hummel yang memiliki moto”Ubah Dunia Dengan Olahraga" merilis seragam untuk tim sepak bola perempuan Afghanistan. Hummel menjadi perusahaan olahraga pertama yang memasukkan jilbab sebagai bagian dari seragam tim.
Aheda Zanetti, pengembang pakaian renang muslimah juga telah menghadirkan merk “Burqini”di tahun 2004. Konsep Burqini diketahui juga telah merik banyak produsen pakaian renang untuk memproduksi desain serupa dengan merk berbeda.
Sementara, perusahaan yang lebih kecil lainnya, sudah seringkali mensponsori dan menjual rancangan jilbab olahraga selama beberapa dekade. “Capsters” sudah memulai penjualan hijab olahraga di seluruh dunia pada tahun 2001 untuk memungkinkan perempuan lebih nyaman berpartisipasi dalam olahraga.
Sebuah desain hijab dari perusahaan Kanada “ResportOn” juga telah hadir sebagai antitesis dari diusirnya para atlet berhijab dalam kejuaraan Taekwondo Internasional tahun 2008 karena penutup kepalanya dianggap tak aman. Prototype hijab dari Capster dan ReportsOn inilah yang dijadikan acuan FIFA membatalkan larangan jilbab di tahun 2014.
Larangan Jilbab dalam Olimpiade
Nike Pro Hijab bisa dikatakan sebagai “game changer” untuk para atlet perempuan yang telah lama berjuang melawan diskriminasi terhadap partisipasi mereka di bidang olahraga. Anggota konservatif partisipasi Muslim seperti ditulis dalam espn.com, selama ini melihat perempuan dalam bingkai olahraga sebagai antitesis terhadap nilah kesopanan.
Sebuah keyakinan yang berakar tidak jauh dari abad ke-20, di mana perempuan atletis dianggap melanggar pemikiran tradisional tentang feminitas. Pandangan itu, bahkan masih dimanifestasikan secara buruk hingga sekarang.
Para perempuan muslimah yang memilih untuk berjilbab saat berkompetisi menghadapi rintangan di luar masalah keagamaan. Terdapat larangan resmi dari asosiasi internasional untuk memakai tutup kepala keagamaan seperti jilbab, turban, kippot, atau yarmulkes, dengan alasan masalah keamanan.
Pada 2014, setelah dua tahun mengkaji keamanan memakai hijab dalam pertandingan, FIFA akhirnya mencabut larangan tersebut. Olimpiade London 2012 menjadi titik balik perjuangan, yang membuka peluang perempuan bermain dalam olimpiade. Ketika itu, Brunei, Qatar dan Arab Saudi menjadi negara peserta terakhir yang mengikutsertakan atlet perempuannya.
Tahun-tahun setelahnya, banyak para perempuan dari seluruh dunia yang akhirnya berkompetisi secara internasional dalam olahraga seperti atletik, sepak bola, dan skating. Pemain anggar asli New Jersey asli, Ibtihaj Muhammad bahkan menjadi atlet berjilbab pertama dari Amerika yang bersaing di Olimpiade untuk AS.
Namun, tujuh tahun setelahnya, saat Bilqis Abdul-Qaadir menjadi atlet basket berjilbab pertama yang bersaing di Divisi NCAA I badan internasional olahraga, masih mempersoalkan pengenaan penutup kaki. Larangan FIBA ini didasarkan pada Pasal 4.4.2 bahwa pemain dilarang memakai alat (benda) yang dapat menyebabkan cedera pada pemain lain, termasuk tutup kepala, aksesoris rambut dan perhiasan.
Aturan tersebut, dianggap telah mendiskriminasi atlet dari agama tertentu, seperti Islam, Sikh dan Yahudi. Larangan ini telah membatasi partisipasi atlet, seperti yang terjadi pada 2011, ketika seorang pejabat FIFA menolak tim nasional wanita Iran untuk kualifikasi Olimpiade karena mereka memakai jilbab.
Nike adalah Bisnis
Kemunculan Nike Pro Hijab memang memudahkan para atlet muslimah untuk melancarkan segala aktivitas olahraganya. Namun, perlu dicatat bahwa gebrakan Nike cenderung tidak benar-benar bermotif sosial. Mereka berbisnis, dan keputusan tersebut mencerminkan permintaan. Nike telah mengisyaratkan secara jelas untuk memperluas pangsa pasar bagi para atlet muslimah perempuan.
Thinkmarketingmagazine.com menuliskan jika pemasar lain dapat belajar dari Nike Pro Hijab, itu adalah tentang bagaimana sebuah merek harus menyesuaikan diri dan produk yang ditawarkan memenuhi kebutuhan pelanggan.
Nike, sebagai perusahaan alat olahraga raksasa tahu bagaimana berinovasi untuk menginspirasi, mengembangkan, dan memperkenalkan tidak hanya produk tetapi petualangan dan pengalaman. Nike tidak hanya menginspirasi atlet jilbab, tetapi juga, menyuarakan olahraga untuk setiap orang.
Hal ini dijadikan kesempatan baru bagi Nike, karena banyak perempuan putus asa untuk berlatih lantaran tidak tersedia pakaian sederhana atau solusi lebih baik untuk praktik agama mereka. Nike mengilhami mereka untuk melakukannya.
Sebagai bagian dari kampanye, perusahaan tersebut memakai atlet skater muslimah, figur Emirat, Zahra Lari, yang mengenakan jilbab di atas es. Iklannya dijadikan bentuk perlawanan wanita Arab yang menentang hambatan dalam olahraga.
“Merek seperti Nike keluar, menyatakan orang-orang ini eksis dan hijab menjadi isu besar. Ini bukan hanya tentang membuat produk yang tersedia untuk Muslim dan perempuan Arab, tetapi juga memberikan kesempatan untuk para wanita yang menunda niatnya untuk memakai jilbab agar bisa tetap bersaing,” ujar Manal Rostom, brand ambassador Nike Pro Hijab kepada Al Arabiya English.
Seperti dikatakan Nike: Olahraga hanya tahu semangat, ambisi dan dedikasi.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti