tirto.id - PT Bank Central Asia Tbk berhasil meraup laba bersih Rp20,6 triliun pada 2016. Pembukuan laba ini tumbuh 14,4 persen dibandingkan tahun 2015 yang hanya Rp18 triliun.
Kenaikan laba itu tercapai di saat pertumbuhan penyaluran kredit BCA selama 2016 hanya 7,3 persen (yoy) atau masih di bawah industri perbankan yang sebesar 7,8 persen (yoy).
Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja mengatakan BCA memang lebih hati-hati dalam menyalurkan kredit pada 2016 lalu.
Dampaknya, likuiditas BCA melimpah, yakni ditandai dengan rasio pinjaman terhadap pendanaan (Loan to Funding Ratio/LFR) yang rendah sebesar 77,1 persen, atau di bawah rentang otoritas sebesar 78-92 persen.
"Kami ingin lihat kelola secara pruden (hati-hati) kredit. Kalau ada permintaan modal kerja, kami akan teliti prospek bisnisnya seperti apa. Kalau ada kredit infrastruktur, kami ingin lihat juga proyeknya seperti apa," ujar Jahja dalam jumpa pers di Jakarta, pada Senin (13/3/2017) sebagaimana dikutip Antara.
Adapun portofolio kredit bank swasta terbesar di Indonesia itu pada 2016 tumbuh 7,3 persen atau mencapai Rp416 triliun. Perkembangan ini ditopang kredit korporasi yang tumbuh 9,6 persen menjadi Rp154,9 triliun dan kredit konsumsi yang tumbuh 9 persen menjadi Rp109,6 triliun.
"Konsumer didorong Kredit Pemilikan Rumah tumbuh 7,6 persen menjadi Rp64 triliun, sementara kredit kendaraan bermotor (KKB) naik 10,1 persen menjadi Rp34,8 triliun," kata Jahja.
Jahja mengatakan pengelolaan kredit secara pruden juga terlihat dari rasio kredit bermasalah (NPL), yang lebih rendah dibanding industri, yakni 1,3 persen (gross). Namun, dibandingkan 2015, NPL BCA secara gross meningkat hampir dua kali lipat, karena pada 2015 sebesar 0,7 persen saja.
Dari penyaluran kredit, BCA menikmati pendapatan bunga bersih sebesar Rp40,2 triliun atau tumbuh 12 persen. Pendapatan bunga bersih itu menopang pendapatan oprasional BCA yang sebesar Rp53,8 triliun atau tumbuh 12,3 persen.
Terkait LFR BCA yang sebesar 77,1 persen atau di bawah ketentuan Bank Indonesia yang sebesar 78-92 persen, Jahja mengatakan memang BCA tidak terlalu ngotot untuk menyalurkan kredit.
Sebaliknya, menurut Jahja, justru BCA kebanjiran dana murah dari deposito dan tabungan selama 2016, salah satunya karena program amnesti pajak. Alhasil, LFR pun rendah karena likuiditas melimpah, sementara kredit diberikan sangat hati-hati.
Dana Pihak Ketiga (DPK) BCA per akhir 2016 sebesar Rp530,1 triliun atau meningkat 11,9 persen dibanding 2015 yang sebesar Rp473,7 triliun, dengan kontribusi terbesar yakni 77 persen dari dana murah, sementara 23 persen lainnya dari deposito.
BCA juga menggelembungkan rasio pencadangan terhadap NPL hingga 229,4 persen, sehingga biaya pencadangan kredit menjadi sebesar Rp12,5 triliun.
Karena pertumbuhan kredit dan DPK itu, aset BCA terkumpul Rp676,7 triliun atau tumbuh 13,9 persen. Sedangkan rasio kecukupan modal inti (CAR) BCA sebesar 21,9 persen dengan memperhitungkan risiko operasional.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom