tirto.id - Sidang Isbat 2025 dilaksanakan pada Sabtu, 29 Maret 2025 hari ini di Kantor Pusat Kementerian Agama (Kemenag) RI, Jl, Jakarta. Sidang dipimpin oleh Drektur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas Islam) Abu Rokhmad, serta dihadiri oleh Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar, perwakilan Majelis Ulama Indonesia (MUI), organisasi masyarakat (ormas) Islam, dan ahli falak.
Kemudian juga instansi terkait seperti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sidang ini bertujuan untuk menetapkan awal Syawal 1446 H dengan metode hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (pengamatan hilal), sesuai dengan Fatwa MUI 2/2024.
Sidang diawali dengan Seminar Posisi Hilal Awal Syawal pada pukul 16.30 WIB dan berlangsung secara tertutup mulai pukul 18.45 WIB. Secara hisab, ijtimak terjadi pada 29 Maret 2025 pukul 17.57 WIB, namun hilal diperkirakan berada di posisi minus tiga derajat di Papua dan minus satu derajat di Aceh.
Rukyatul hilal dilakukan di 33 titik di seluruh Indonesia, kecuali di Bali karena bertepatan dengan Hari Raya Nyepi. Hasil sidang diumumkan melalui konferensi pers oleh Menag. Keputusan diambil berdasarkan rukyat dan hisab dengan mempertimbangkan imkanur rukyat (kemungkinan hilal terlihat) sesuai dengan kriteria Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS).
Jam Berapa Sidang Isbat Idul Fitri 2025 Diumumkan & Live Streaming di Mana?
Sidang Isbat 1 Syawal Idul Fitri 1446 H diumumkan oleh Menag Nasaruddin Umar setidaknya setelah Isya WIB pada Sabtu (29/3/2025). Keterlambatan kemungkinan terjadi apabila pemerintah harus menunggu hasil rukyat dari seluruh wilayah Indonesia, termasuk Aceh yang berlokasi paling barat.
Berdasarkan data BMKG, mayoritas wilayah Indonesia tidak memenuhi kriteria imkanur rukyat (hilal di atas 3 derajat dengan elongasi 6,4 derajat) pada saat Sidang Isbat, Sabtu 29 Maret 2025. Ada kemungkinan, Sidang Isbat baru dirampungkan dengan hasil pantauan di Aceh. Sebagaimana hal itu terjadi pada Sidang Isbat 1 Ramadhan 1446, Jumat (28/2).
Saat Sidang Isbat Ramadhan 1446 H itu, hilal nyaris tak terlihat di seluruh wilayah Indonesia, kecuali Aceh. Sedangkan Aceh memiliki waktu paling telat dibanding seluruh wilayah Indonesia lainnya. Alhasil, pengumuman Sidang Isbat Ramadhan 1446 baru diumumkan hingga mendekati pukul 20.00 WIB di Jakarta.
Hilal lebih berpotensi terlihat di bagian barat suatu wilayah, sebagaimana dijelaskan oleh Profesor Thomas Djamaluddin dari BRIN kepada ANTARA, 25 Februari 2025. Hal ini terjadi karena semakin ke barat, posisi bulan lebih tinggi dan jaraknya dari matahari lebih jauh, sehingga kemungkinan untuk terlihat lebih besar. Oleh karena itu, meskipun hilal tidak terlihat di hampir seluruh Indonesia, kesaksian dari Aceh menjadi penentu keputusan pemerintah dalam menetapkan awal Ramadhan.
Masyarakat dapat menyaksikan pengumuman Sidang Isbat melalui live streaming di kanal YouTube resmi Kemenag. Pengumuman hasil Sidang Isbat umumnya dilakukan setelah Isya WIB, menyesuaikan dengan waktu terbenam matahari di wilayah barat Indonesia, khususnya Aceh, yang memiliki waktu paling telat dibandingkan daerah lainnya.
Link Live Srreaming Sidang Isbat Idul Fitri 2025 - Bimas Islam TV
Link Live Srreaming Sidang Isbat Idul Fitri 2025 - Kemenag RI
Tanggal Berapa Lebaran Idul Fitri 2025?
Idul Fitri 1446 H di Indonesia berpotensi jatuh pada Minggu, 30 Maret 2025, atau Senin, 31 Maret 2025, tergantung pada hasil Sidang Isbat. Jika hilal terlihat pada Sabtu, 29 Maret 2025 dengan memenuhi kriteria MABIMS (tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat), maka pemerintah akan menetapkan 1 Syawal 1446 H pada Minggu, 30 Maret 2025 pagi.
Namun, jika hilal tidak terlihat, maka bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari (istikmal), sehingga Idul fitri jatuh pada Senin, 31 Maret 2025 pagi. Sementara itu, Muhammadiyah telah menetapkan 1 Syawal pada Senin, 31 Maret 2025, berdasarkan metode hisab wujudul hilal yang mereka anut tanpa mempertimbangkan rukyat.
Sidang Isbat menjadi acuan pemerintah dalam menetapkan awal bulan Hijriah yang berkaitan dengan ibadah, seperti awal Ramadhan, Idul Fiitri, dan Idul Adha. Sejak dekade 1950-an, sidang ini melibatkan berbagai ulama, ahli hisab dan rukyat, serta organisasi Islam untuk membahas hasil perhitungan astronomi dan rukyat sebelum mengambil keputusan resmi.
Pemerintah melalui Kemenag berperan dalam memfasilitasi kepastian waktu ibadah bagi masyarakat, sehingga penetapan ini berlaku secara nasional dan dijadikan pedoman dalam kalender resmi.
Sejak tahun 1972, pemerintah membentuk Badan Hisab dan Rukyat (BHR) untuk menyatukan metode hisab dan rukyat dalam menentukan awal bulan hijriah. Dalam perkembangannya, Tim Hisab dan Rukyat kemudian bertransformasi menjadi Tim Unifikasi Kalender Hijriyah guna merumuskan standar yang lebih universal.
Upaya penyatuan kalender Islam terus dibahas, termasuk dalam forum MABIMS yang melibatkan negara-negara tetangga. Meskipun masih terdapat perbedaan metode, pemerintah tetap mengedepankan pendekatan ilmiah dan musyawarah untuk menjaga persatuan umat dalam menjalankan ibadah.
Penulis: Astam Mulyana
Editor: Dicky Setyawan & Fitra Firdaus