tirto.id - Tanggal 24 September memperingati Hari Tani Nasional 2021. Hari Tani Nasional merupakan bentuk peringatan untuk mengenang sejarah para petani dan perjuangan untuk bebas dari penderitaan.
Serikat Petani Indonesia (SPI) melalui laman resmi mengangkat tema Hari Tani Nasional 2021 yaitu “Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan Penguatan Kebijakan Reforma Agraria untuk Menegakkan Kedaulatan Pangan dan Memajukan Kesejahteraan Petani dan Rakyat Indonesia."
Tema ini diambil mengingat upaya untuk terus meneguhkan percepatan reforma agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria.
Bersamaan dengan upaya untuk menguatkan negara dalam implementasi reforma agraria, SPI juga mendorong pembentukan kampung-kampung reforma agraria dan kawasan daulat pangan, dimana kekuatan massa petani sebagai motor penggerak utama dalam meredistribusi tanah dan membangun kehidupan secara kolektif.
Kampung-kampung reforma agraria merupakan wujud dari pelaksanaan reforma agraria sejati, karena selain menjawab persoalan ketimpangan kepemilikan tanah di Indonesia, kampung reforma agraria SPI juga menjadi fondasi penting bagi pelaksanaan kedaulatan pangan.
Sejarah Hari Tani Nasional 24 September
Penetapan Hari Tani Nasional ini dimulai pada masa pemerintahan Presiden pertama RI Ir Sukarno. Kala itu, Sukarno pertama kali menetapkan Hari Tani Nasional dengan menerbitkan Keppres No 169/1963.
Keppres ini ditetapkan untuk mengenang terbitnya UU No 5/1960 tentang pokok-pokok Agraria (UUPA) yang mengamanatkan pelaksanaan reforma agraria. Sehingga penetapan Hari Tani Nasional adalah sebuah pemuliaan tertinggi terhadap rakyat tani Indonesia.
UUPA 1960 merupakan spirit dan menjadi dasar dalam upaya merombak struktur agraria Indonesia yang timpang dan sarat akan kepentingan sebagian golongan akibat warisan kolonialisme di masa lalu.
Usai merdeka dari jajahan Belanda, Pemerintah Indonesia terus berupaya merumuskan UU Agraria baru untuk mengganti UU Agraria kolonial.
Pemerintah kemudian membentuk panitia agraria Yogya pada tahun 1948 di mana ibu kota Republik Indonesia dulunya masih berkedudukan di Yogyakarta.
Seiring berjalannya waktu, 12 tahun setelah Panitia Agraria Yogya terbentuk, program-program yang dicanangkan ternyata banyak mengalami dinamika, termasuk gejolak politik.
Pada tahun 1951, Panitia Agraria Yogya berubah menjadi Panitia Agraria Jakarta dan Ibu Kota RI sudah kembali ke Jakarta. Namanya juga terus mengalami perubahan hingga akhirnya menjadi Rancangan Sadjarwo pada tahun 1960.
Tepat pada tahun 1960, Undang-Undang Pokok Agraria diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong (DPR-GR) dibawah pimpinan Haji Zainul Arifin.