tirto.id - Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM) tahun 2019 anjlok dibandingkan capaian tahun 2018 yang sempat menyentuh Rp218,8 triliun.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, realisasi PNBP sepanjang tahun lalu hanya mencapai Rp172,9 triliun dari target Rp214,3 triliun.
“Target PNBP Rp214,3 triliun tapi tercapai Rp172,9 triliun,” ucap Arifin dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (9/1/2020).
Anjloknya PNBP selama tahun 2019 ini, salah satunya, disebabkan oleh penerimaan minyak dan gas yang seret. Pada 2018, realisasi PNBP sektor sempat menyentuh Rp142,8 triliun, tapi di tahun lalu hanya cuma Rp115,1 triliun.
Realisasi PNBP sektor mineral dan batu bara (minerba) juga tercatat hanya berada di angka Rp44,8 triliun atau merosot ketimbang capaian 2018 yang masih di kisaran Rp49,6 triliun.
Meski demikian, raihan PNBP sektor minerba masih berada di atas target APBN 2019 yang dipatok Rp43,3 triliun.
Selebihnya, penerimaan negara dari sektor lainnya seperti hilir migas, jasa sewa, Pendidikan dan pelatihan (diklat), sampai Domestic Market Obligation (DMO) juga turun menjadi Rp11,1 triliun meski masih di atas target Rp10,3 triliun.
Nilai tersebut terpaut jauh dibandingkan tahun 2018 yang berada di angka Rp23,1 triliun.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Dwi Soejipto mengatakan, turunnya PNBP sektor migas memang menjadi perhatian lembaganya.
Ia bilang ada ketidaksesuaian harga minyak dunia dalam asumsi yang ditetapkan pemerintah.
Keluhan atas asumsi makro ini juga sempat disinggung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Selasa (7/1/2020).
Harga minyak dunia di tahun 2019 hanya di kisaran 62 dolar AS per barel lebih rendah dari tahun 2018 yang di angka 67,8 dolar AS per barel. Gara-gara asumasi ini, penerimaan negara ikut-ikutan jeblok.
Keadaan ini juga diperburuk dengan realisasi lifting migas yang hanya menyentuh 1.806 million barrel oil equivalent per day (mboped), jauh di bawah target ABPN 2019 sebanyak 2.025 mboepd.
“Concern kami PNBP migas salah satu penyebabnya karena asumsi harga yang enggak sesuai. Kemudian lifting ada beberapa problem misal dari Mahakam minus 15 ribu barel minyak karena decline tinggi. Ada beberapa pengeboran enggak sukses,” ucap Dwi dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (9/1/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana