tirto.id - Josu Urrutia hanya bisa menundukkan kepala. Mantan Presiden Athletic Bilbao itu mengira bahwa ia bakal pensiun sambil menepuk dada. Selama tujuh tahun memimpin Bilbao, ia hampir tak sekali pun memecat seorang pelatih, sampai akhirnya ia terpaksa mendepak Eduardo Berizzo pada 3 Desember 2018, sekitar tiga minggu sebelum ia turun dari jabatannya.
Pada 4 Desember 2018, Sky Sportslantas menulis judul: "Atheltic Bilbao sack Eduardo Berizzo after poor run". Itu berarti sebuah pukulan bagi Urrutia, juga berarti ada yang tidak beres dengan Bilbao.
Di Spanyol, Athletic Bilbao bisa dibilang sama terhormatnya dengan Barcelona maupun Real Madrid. Walaupun jumlah gelar yang mereka miliki tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan gelar milik Barcelona maupun Real Madrid, hanya mempunyai 8 liga dan 23 gelar Copa del Rey, Bilbao tak pernah mengalami degradasi, sama seperti dua tim raksasa asal itu. Namun, musim ini bisa berakhir dengan lain cerita: klub asal Basque itu sementara nangkring di posisi ke-17, hanya mengumpulkan 19 angka dalam 18 pertandingan, hasil dari 3 kali menang, 10 kali imbang, serta 5 kali kalah.
Bilbao membuka La Liga musim ini dengan kemenangan 2-1 atas Leganes. Namun setelah itu, seperti sebuah misteri yang sulit dipecahkan dalam serial Sherlock Holmes karya Arthur Conan Doyle, kemenangan menjauhi mereka hingga 12 pekan lamanya. Tepat pada pekan ke-13, setelah kalah 3-0 dari Levante, Berizzo terpaksa dipecat.
Untuk Bilbao, Urruita, Berizzo, serta kekalahan memalukan dari Levante itu, Mike San Jose, bek tengah Bilbao, hanya bisa mengucapkan empat kata yang tidak mengenakkan, “Malu, kalah, sedih, muram”.
Misi penyelamatan kemudian dimulai saat Urrutia mengangkat Gaizka Garitano sebagai pengganti. Memimpin Bilbao empat pertandingan, Garitano tak buruk-buruk amat sebagai pelatih dadakan. Ia membawa Bilbao memang 2 kali dan 2 kali meraih imbang. Tapi penampilan Bilbao ternyata masih jauh dari meyakinkan. Garitano mengakui itu sekaligus yakin bahwa Bilbao bisa bangkit.
“Semuanya tampak gelap sekarang, tapi besok matahari akan muncul,” tutur Garitano, setelah Bilbao gagal menang saat melawan Valladolid pada 22 Desember 2018 lalu.
Infografik Athletic Bilbao
Concantera y afición, no hacefaltaimportación
Dalam bahasa Indonesia, sub judul di atas kurang lebih mempunyai arti: dengan talenta pemain lokal dan dukungan masyarakat lokal, jasa pemain asing tidak dibutuhkan. Bagi Bilbao, itu adalah sebuah filosofi yang tidak boleh dilanggar. Setidaknya, Urrutia pernah menjelaskan makna filosofi itu kepada Andy Mitten di The National.
“Apa arti sukses bagi Bilbao?,” tanya Mitten.
“Itu lebih dari urusan kalah dan menang. Di Bilbao, kesuksesan tidak dapat dipisahkan dari konsep identitas dan, oleh karena itu, berhubungan dengan cara unik klub dalam bersaing. Keberhasilan bukan sebuah tujuan, sebagaimana tim lain, tetapi juga bagian dari perjalanan”.
“Memenangkan Copa del Rey akan menjadi kesuksesan luar biasa besar dengan filosofi kami daripada memenangkan Liga Champions setelah mendatangkan Lionel Messi. Pada kenyataannya, mendatangkan Messi justru akan menjadi bencana besar, karena kami akan berhenti menjadi diri sendiri,” jawab Urrutia.
Bagi Bilbao, filosofi itu bukan sebuah kedok bahwa mereka adalah klub miskin, melainkan sebuah kebanggaan. Ia tak ada bedanya dengan permain bola dari kaki ke kaki yang dimainkan Barcelona, serta kediktatoran Florentino Perez di Real Madrid.
Bilbao tak pernah kekurangan uang. Menurut Tariq Panja di New York Times, Bilbao saat ini mempunyai uang tunai sebesar 200 juta euro. Jika mau, mereka bisa saja membelanjakan uang itu untuk mendatangkan pemain-pemain berkualitas, guna mendongkrak posisi mereka di La Liga musim ini. Namun, karena filosofinya itu, Bilbao tentu tidak bisa membelanjakan uang itu untuk pemain sembarangan.
Mereka hanya boleh diperkuat oleh pemain asli Basque; pemain asing yang memiliki darah Basque; pemain asing yang lahir di Basque; dan pemain asing atau luar Basque pernah menimba ilmu di Basque – terutama yang ditempa di Lezama, akemedi Bilbao, yang menurut Urrutia, merupakan jantung dari filosofi Bilbao.
Cara mereka menjual pemain juga tak kalah nyentrik. Klub yang menginginkan jasa pemain Bilbao tidak boleh melakukan penawaran, berapa pun itu jumlahnya. Asalkan mereka bersedia menembus klausul buy-out sang pemain, mereka bisa memilikinya. Karenanya, Bayern harus membayar 40 juta Euro untuk Javi Martinez pada musim panas 2012 lalu; Manchester City terpaksa merogoh kocek 65 juta Euro untuk Aymeric Laporte; Dan yang teranyar, untuk kiper muda yang sebelumnya tak begitu dikenal, Chelsea membikin Kepa Arrizagabalaga menjadi kiper termahal di dunia dengan dengan gelontoran 80 juta Euro.
Garitano jelas paham betul dengan filosofi Bilbao itu, juga sadar bahwa ia akan kesulitan untuk menambah pemain pada bursa transfer musim dingin. Kesulitan itu sendiri mempunyai dua kemungkinan: Pertama, pilihan pemain Bilbao sangat terbatas. Kedua, karena pilihan Bilbao terbatas, sebuah klub tidak akan begitu saja melepaskan pemain incaran – mereka akan mematok harga setinggi langit, seperti saat PSG saat menjual Yuri Berchiche ke Bilbao pada musim panas lalu.
Dari sana, menurut Sid Lowe, penulis sepakbola Spanyol, opsi terbaik bagi Bilbao adalah memulangkan Ander Herrera, Fernando Llorente, serta Ibai Gomez. Dua di antaranya, Herrera dan Llorente, memang tak masuk akal. Namun setidaknya, Bilbao tidak perlu menyentuh filosofi klub untuk mendatang pemain-pemain itu. Pada akhirnya, nama terakhir justru pilihan Garitano: pada 10 Januari 2019 kemarin, Ibai Gomez dibeli dari Alaves dengan mahar sebesar 3,5 juta Euro.
Namun, mendatangkan satu pemain saja barangkali belum cukup untuk memperbaiki penampilan Bilbao pada musim ini. Lantas, untuk menjaga gengsi, apakah Bilbao memang perlu meninggalkan fiosofinya itu, dengan bertingkah layaknya klub modern kebanyakan?
Menjelang pemilihan presiden anyar Bilbao, Julian Lertxundi, mantan Presiden Bilbao, pernah mewanti-wanti, “Siapa pun yang menjadi kandidat dan memiliki aspirasi untuk mengubah filosofi itu... bukanlah seorang kandidat. Anda tidak boleh menyentuh filosofi itu: ada jalan yang lebih manis untuk melakukan bunuh diri.”
Aitor Elizegi, Presiden anyar Bilbao, jelas setuju dengan pendapat Lerxundi itu. Daripada menjaga gengsi, ia memilih menjaga harga diri Bilbao, sekali pun bayarannya adalah mengalami degradasi.
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti