Menuju konten utama

Hakim Tolak Praperadilan Miryam S Haryani

Permohonan Praperadilan Miryam S Haryani ditolak hakim. Statusnya sebagai tersangka pemberi keterangan palsu berlanjut.

Hakim Tolak Praperadilan Miryam S Haryani
Tersangka pemberi keterangan palsu dalam sidang kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012, Miryam S Haryani, Jakarta, Jumat (19/5). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Hakim Tunggal Asiadi Sembiring menolak permohonan praperadilan yang diajukan Miryam S Haryani dalam perkara dugaan memberikan keterangan tidak benar di sidang korupsi pengadaan e-KTP. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan mantan anggota Komisi II itu karena sprindik KPK dinilai sudah sesuai prosedur.

"Hakim praperadilan berpendapat tindakan termohon yang menetapkan pemohon sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Dik-28/01/04/2017 sudah sesuai dengan prosedur dan telah memenuhi ketentuan minimal dua alat bukti sehingga harus dinyatakan sah dan berdasar hukum," kata Hakim Asiadi saat membacakan putusan praperadilan Miryan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (23/5/2017).

Asiadi menimbang, tindakan KPK berdasarkan surat perintah penyidikan tanggal 5 April 2017 adalah sah dan berdasar hukum. Hakim menilai permohonan Miryam yang menolak dijadikan tersangka oleh KPK tidak sah dan bertentangan dengan hukum.

“Hakim praperadilan tidak cukup beralasan dan berdasarkan hukum sehingga ditolak," tutur Asiadi.

Asiadi menyampaikan, karena permohonan praperadilan ditolak maka pemohon dibebankan untuk membayar biaya perkara sebesar Rp5.000.

KPK menetapkan Miryam S Haryani sebagai tersangka memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara tindak pidana korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Miryam disangkakan melanggar Pasal 22 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Pasal tersebut mengatur mengenai orang yang sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dengan ancaman pidana paling lama 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.

Dalam persidangan perkara KTP-E pada Kamis (23/3) di Pengadilan Tipikor Jakarta diketahui Miryam S Haryani mengaku diancam saat diperiksa penyidik KPK sebagai saksi.

"BAP isinya tidak benar semua karena saya diancam sama penyidik tiga orang, diancam pakai kata-kata. Jadi waktu itu dipanggil tiga orang penyidik," jawab Miryam, sambil menangis.

Terkait hal itu, Miryam dalam persidangan juga menyatakan akan mencabut BAP atas pemeriksaan dirinya.

Seperti dikabarkan Antara, dalam dakwaan disebut bahwa Miryam S Haryani menerima uang 23 ribu dolar AS terkait proyek KTP-E sebesar Rp5,95 triliun tersebut.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Hukum
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH