tirto.id - Terdakwa perkara dugaan suap terkait kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 Idrus Marham membacakan nota pembelaan (pledoi) pada Kamis (28/3/2019).
Dalam kesempatan itu, Idrus turut menyampaikan soal hidupnya yang berorientasi pada prestasi.
Namun rupanya, Idrus tak hanya sekadar membacakan nota pembelaannua. Mantan sekretaris jenderal Golkar itu juga memberikan komentar dan ulasan atas pledoinya.
"Itu saya jelaskan nanti dalam track record itu, akan terlihat nanti betul-betul orientasi prestasi itu yang jadi modal hidup, bukan bergantung pada, kata orang Jawa, bukan ngato gitu ya, saya bukan seperti itu," kata Idrus.
Hal itu lantas berbuah teguran dari ketua majelis hakim Yanto. Yanto mengatakan, majelis hakim hanya berpegang pada pledoi tertulis yang salinannya ada di meja hakim. Ulasan dari Idrus atas pledoinya tidak akan dijadikan pertimbangan.
"Tatkala nanti enggak ada di pertimbangan kita jangan kemudian ditanya ke mana hilangnya. Karena itu [ulasan Idrus] enggak tertulis di sini," kata hakim Yanto.
Namun Idrus tidak menyerah. Ia berusaha mengingatkan hakim kalau ulasannya itu juga direkam dan akan ditranskrip. Namun, Yanto menegaskan, hakim hanya berpatokan pada pledoi tertulis.
"Di sini acaranya pledoi, tertulis. Jadi enggak ada catat mencatat lagi di sini. Kalau mau ditambahkan ditulis saja di sini," tukas Yanto.
Jaksa mengatakan Idrus Marham telah terbukti menerima uang Rp 2,25 miliar bersama-sama dengan politikus Golkar lainnya, Eni Maulani Saragih dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Kotjo. Suap itu diberikan agar Blackgold mendapatkan proyek pembangunan PLTU Riau-1 di Indragiri Hulu, Riau.
Rp 2 miliar di antaranya dimintakan Idrus ke Kotjo melalui Eni untuk kepentingan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar yang digelar 2017 lalu. Sementara Rp 250 juta lainnya, diminta Idrus ke Kotjo untuk kepentingan Pilkada suami dari Eni Saragih, Muhammad Al-Khadziq.
Dalam menjatuhkan tuntutan, jaksa mempertimbangkan perbuatan Idrus tidak mendukung program pemerintah yang tengah gencar memberantasan korupsi.
Di sisi lain, jaksa pun menilai Idrus bersikap sopan, dan belum menikmati hasil kejahatannya.
Atas perbuatannya, Idrus dikatakan telah melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno