tirto.id - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Hakim Konstitusi Guntur Hamzah bersalah akibat mengubah isi putusan perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 terkait frasa 'dengan demikian' menjadi kata 'ke depan'. Guntur dinilai tidak memenuhi asas integritas.
"Menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada hakim terduga," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna saat membacakan putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (20/3/2023).
Putusan diambil mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 yang terakhir diubah Undang-Undang Nomor 7 tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
MKMK membenarkan ada upaya mengubah putusan perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 sebagaimana disoal oleh advokat Zico Leonard. Zico menyoalkan Pasal 23 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 27 A Ayat (2) Undang-Undang tentang MK. MKMK menyatakan ada pengubahan frasa 'dengan demikian' menjadi kata 'ke depan' yang dilakukan oleh Guntur Hamzah saat pembacaan putusan perkara pada 23 November 2022.
Sebagai catatan, Guntur membacakan putusan perkara yang dipersoalkan ketika masuk hari pertama sebagai Hakim Konstitusi seusai dilantik Presiden Jokowi. Guntur sebelumnya menjabat Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi hingga akhirnya menggantikan Aswanto atas permintaan DPR.
MKMK menilai bahwa perubahan putusan wajar dilakukan dalam perkara Mahkamah Konstitusi selama mendapat persetujuan dari hakim lain. Akan tetapi, dalam kasus Guntur, MKMK menilai tidak ada persetujuan dalam perubahan putusan MK 103/PUU-XX/2022 atau setidak-tidaknya hakim drafter dalam perkara tersebut.
"Majelis Kehormatan berpendapat bahwa persetujuan demikian tidak pernah terjadi bahkan tidak pernah dimintakan selain kepada Hakim Arief Hidayat," jelas Palguna.
MKMK memiliki sejumlah pertimbangan dalam keputusan tesebut. Pertama, ada ketidaksesuaian keterangan antara Guntur, panitera Muhidin dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Panitera Muhidin tidak beraktivitas untuk bertemu hakim konstitusi lain.
Kedua, MKMK menilai ada waktu cukup jika Guntur selaku hakim meminta kepada Hakim Konstitusi Saldi Isra untuk membacakan pertimbangan soal frasa 'dengan demikian' menjadi 'ke depan.'
Ketiga, MKMK menilai ganjil pernyataan 'dengan demikian' yang diganti dengan 'ke depan' karena tidak koheren dengan pernyataan sebelumnya yang dibacakan Saldi Isra.
Keempat, seandainya usulan perubahan dari kata 'dengan demikian' menjadi 'ke depan' benar ada maka harus lewat dissenting opinion, tetapi tidak dimuat dalam putusan. Selain itu, hakim drafter tidak mengetahui aksi yang dilakukan oleh Guntur.
MKMK tidak menemukan bukti aksi perubahan frasa sebagai upaya mencari kepentingan pribadi. Akan tetapi, MKMK menduga ada potensi Guntur mengubah frasa tersebut demi mempengaruhi keabsahan Keputusan Presiden. Namun MKMK tidak menemukan bukti kuat dugaan tersebut.
Selain itu, MKMK menegaskan bahwa putusan MK dalam perkara 103/PUU-XX/2022 adalah putusan yang dibacakan di persidangan atau menggunakan frasa 'dengan demikian' dan bukan putusan yang diunggah dengan menggunakan frasa 'ke depan'.
Hal yang memberatkan adalah perbuatan Guntur dilakukan ketika publik belum reda menyoalkan isu keabsahan pemberhentian Aswanto. Aksi perubahan frasa memunculkan spekulasi upaya untuk menyelamatkan diri meski tidak dibuktikan dalam persidangan etik.
MKMK seharusnya mencegah aksi ubah putusan selama tidak diam-diam apalagi Guntur belum jadi hakim saat putusan perkara.
Guntur sebagai hakim pertama yang ikut bersidang seharusnya belajar soal tahapan perubahan putusan demi mencegah pandangan negatif dalam bertindak.
Sementara itu, hal meringankan adalah Guntur berani jujur telah melakukan upaya mencoret dan mengubah frasa dalam putusan.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Fahreza Rizky