Menuju konten utama

Guru Lukis Seniman Ubud Meninggal Dunia

Guru Lukis Seniman Ubud Meninggal Dunia

tirto.id -

Adrianus Wilhelmus Smith, seniman kelahiran Belanda yang lebih akrab dipanggil Arie Smith, meninggal dunia hari Rabu, (23/3/2016) malam, pada usia 100 tahun. Arie Smith dikenal sebagai salah satu pelukis asing yang membantu mengajarkan seni lukis dan patung kepada masyarakat Ubud, hingga daerah itu dikenal sebagai salah satu pusat pariwisata di Indonesia dan dunia.

"Maestro yang lebih dikenal Arie Smith itu menghembuskan nafas terakhir dalam perawatan intesif di Rumah Sakit Puri Raharja Denpasar, Rabu malam (23/3) pukul 20.30 Wita," kata Pande Wayan Suteja Neka, pendiri dan pengelola Museum Neka Ubud yang merawat almarhum, Jumat, (25/3/2016).

Pande mengatakan bahwa jenazah Arie Smith disemayamkan di rumah duka Rumah Sakit Angkatan Darat (RSAD) Universitas Udayana dan doa kebaktian dilakukan pada hari Kamis (24/3). Seusai doa kebaktian, jenazah dikremasi di Krematorium Kristen Mumbul Nusa Dua dan abu jenazah ditaburkan di Pantai Matahari Terbit Sanur.

Pande mengaku bahwa semasa hidupnya, Arie pernah diberikan tawaran bahwa jika ia meninggal, masyarakat setempat akan mengabenkan (kremasi) Arie secara Hindu, tapi Arie menolak karena dirinya adalah seorang Kristen dan berakhrinya (kremasinya) harus dilakukan pula sesuai agama yang dianutnya.

Pande Wayan Suteja Neka menjelaskan, almarhum selama empat tahun terakhir mengalami kelumpuhan dan buta sehingga tidak bisa melakukan aktivitas.

"Arie Smith sejak tahun 1990-an secara administrasi kependudukan bergabung dengan kartu keluarga (KK) kami atau merupakan bagian dari keluarga kami," ujar Pande Wayan Suteja Neka yang kini berusia 77 tahun itu.

Membangkitkan Denyut Seni Ubud

Arie Smith bersama kawannya Rudolf Bonnet, yang juga berasal dari Belanda, datang ke Bali di tahun 1956. Ia sangat berjasa dalam mengajarkan metode-metode seni bagi masyarakat desa Penestan Ubud.

Masyarakat Desa Penestan, seperti umumnya desa-desa lain di Bali sekitar tahun 1963, mengalami musim paceklik dan kesulitan bahan makanan akibat meletusnya Gunung Agung (3142), gunung tertinggi di Pulau Dewata.

Arie kemudian berinisiatif mengajarkan dua pemuda gembala bebek setempat, Nyoman Cakra dan Ketut Saki, teknik-teknis melukis dan mematung. Usaha itu berbuah dengan makin banyaknya warga desa Penestan yang tertarik untuk ikut belajar melukis dan mematung hingga mencapai 50-an orang.

Arie Smith berhasil menumbuhkan antusiasme warga terhadap seni, khususnya seni lukis, sehingga warga desa Penestan mampu menjadikan lukisan sebagai tumpuan kehidupan mereka, meskipun tidak semua pelukis di desa itu merasakan langsung metode pengajaran Arie.

Warisan Arie Smith masih terjaga hingga saat ini dengan para para pelukis Ubud  masih menganut aliran Young Artist yang dibawa olehnya. Di sisi lain, pelukis di Penestan Ubud juga dikenal piawai menuangkan karya yang lekat dengan nilai-nilai tradisional dan gaya klasik Bali.

Menuai Prestasi dan Penghargaan

Arie Smith dikenal sebagai seniman yang sangat produktif. Ia menghasilkan banyak karta seni bermutu tinggi yang menghiasi aneka museum mulai dari Bali hingga Penang Museum di Malaysia.

Arei pun pernah menggelar pameran di berbagai kota besar di berbagai penjuru dunia termasuk di Jakarta, Singapura, Honolulu, dan Tokyo.

Sumbangsih Arie Smith dalam dunia seni sekaligus kepeduliannya terhadap masyarakat Ubud telah diapresiasi dalam anugrah "Seni Dharma Kusuma", penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali tahun 1992, dan penghargaan Wija Kusuma dari Pemerintah Kabupaten Gianyar.

Selain itu, Arie juga pernah mendapat anugrah "Lempad' dari Museum Seni Lukis Klasik Gunarsa yang bekerja sama dengan Sanggar Dewata Indonesia (SDI), ujar Pande Wayan Suteja Neka. (ANT)

Baca juga artikel terkait ARIE SMITH MENINGGAL DUNIA atau tulisan lainnya

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Putu Agung Nara Indra