Menuju konten utama
Erupsi Gunung Semeru

Gunung Semeru Naik Status Jadi Siaga dan Apa Ancaman Bahayanya?

Hingga saat ini gempa-gempa permukaan di Gunung Semeru masih mengalami peningkatan dan terdapat lidah lava hingga 2 kilometer.

Gunung Semeru Naik Status Jadi Siaga dan Apa Ancaman Bahayanya?
Foto udara kondisi rumah warga yang terdampak awan panas guguran Gunung Semeru di Curah Koboan, Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur, Senin (13/12/2021). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/wsj.

tirto.id - Status Gunung Semeru di Kabupaten Lumajang dan Malang resmi naik status dari level II atau waspada menjadi level III atau siaga pada Kamis (16/12/2021) pukul 23.00 WIB.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengimbu agar warga di lereng Gunung Semeru tidak melakukan aktivitas di dalam zona rawan bahaya yang telah ditetapkan oleh Badan Geologi Kementerian ESDM.

"Terkait peningkatan status Gunung Semeru, kemarin memang ada indikasi seismik yang naik dan pengamatan visual di lapangan," katanya, seperti dilansir dari Antara.

Ia mengatakan untuk daerah-daerah yang sudah terpetakan masuk kawasan rawan bencana agar menjadi perhatian masyarakat untuk tidak berkegiatan pada radius-radius tersebut.

Menurutnya ancaman bahaya saat ini tak hanya berupa awan panas guguran tetapi juga potensi banjir lahar.

"Kondisi akibat dari erupsi yang lalu dengan adanya tumpahan lahar, maka menyumbat sungai. Kalau hujan (tumpahan lahar) akan melebar dan kalau terjadi erupsi lagi, maka dampaknya akan lebih luas. Maka dari itu, statusnya ditetapkan naik menjadi Level III," tuturnya.

Setelah kejadian letusan Gunung Semeru pada 4 Desember 2021, terdapat sekitar 8 juta kubik pasir yang turun dan menyumbat aliran Sungai Besuk Kobokan, padahal itu jalur aliran lahar dari Gunung Semeru ketika terjadi letusan.

"Apabila ini tersumbat, akibatnya jika ada kejadian lagi akan meluas ke daerah di sekitarnya. Untuk itu kami melakukan pemetaan baru dan mengimbau masyarakat untuk mematuhinya," katanya.

Terkait sistem peringatan dini (EWS), Arifin mengatakan bahwa EWS telah berjalan sesuai dengan mekanisme yang berjalan di setiap titik pemantauan gunung api.

"Apabila terdapat indikasi atau kenaikan aktivitas gunung api akan selalu terpantau dan hasil pemantauan tersebut akan selalu disampaikan kepada masyarakat melalui saluran komunikasi, yaitu grup WhatsApp yang beranggotakan BPBD, camat, kepala desa, tokoh masyarakat setempat dan para relawan," ujarnya.

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaikkan status Gunung Semeru dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga), terhitung mulai Tanggal 16 Desember 2021 pukul 23.00 WIB.

Untuk itu, masyarakat diimbau tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan sejauh 13 kilometer (KM) dari puncak.

Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 KM dari puncak.

Masyarakat juga tidak boleh memasuki dan tidak boleh beraktivitas dalam radius 5 KM dari kawah/puncak Gunung Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar).

Kondisi terkini Gunung Semeru

Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Andiani menjelaskan, hingga saat ini gempa-gempa permukaan di Gunung Semeru masih mengalami peningkatan.

Hal ini jugalah yang menjadi salah satu alasan PVMBG meningkatkan status Gunung Semeru dari level II waspada menjadi level III atau siaga.

"Dalam 3 hari (gempa permukaan) meningkat 15-73 kali perhari dari rata-rata (sebelumnya) 8 perhari," ujarnya.

Menurut Andiani, alasan lain penyebab naiknya status Semeru juga karena saat ini terdapat lidah lava yang panjangnya mencapai 2 kilometer.

"Adanya lidah lava yang bertambah panjang hingga 2km dan juga curah hujan yang tinggi yang berpotensi banjir lahar," ujarnya.

Meski begitu, Andiani menampik anggapan yang mengatakan bahwa naiknya status Gunung Semeru karena ada gempa di Selatan Jawa, tepatnya di wilayah Jember yang terasa hingga Lumajang sebelum erupsi Semeru pada Kamis (16/12/2021) pagi.

"Sampai saat ini kami belum lihat tanda-tanda ke arah sana (akibat gempa Jember), murni peningkatan ini karena tanda-tanda dari Semeru itu sendiri," tegasnya.

Sementara itu, melansir hasil pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) pada periode pemantauan Jumat (16/12/2021) pukul 12.00 hingga 16.00 WIB, tercatat ada 8 kali gempa guguran di Gunung Semeru.

Menurut PVMBG, 8 kali gempa guguran Gunung Semeru ini memiliki amplitudo 3-14 mm dan lama gempa 37-75 detik. Sementara itu berikut rekomendasi terbaru PVMBG terkait erupsi Gunung Semeru.

Rekomendasi PVMBG

1. Tidak melakukan aktivitas apapun di sektor tenggara di sepanjang Besuk Kobokan, sejauh 13 km dari puncak (pusat erupsi).

Di luar jarak tersebut, masyarakat tidak melakukan aktivitas pada jarak 500 meter dari tepi sungai (sempadan sungai) di sepanjang Besuk Kobokan karena berpotensi terlanda perluasan awan panas dan aliran lahar hingga jarak 17 km dari puncak.

2. Tidak beraktivitas dalam radius 5 Km dari kawah/puncak Gunung Api Semeru karena rawan terhadap bahaya lontaran batu (pijar).

3. Mewaspadai potensi awan panas guguran (APG), guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Api Semeru, terutama sepanjang Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sat serta potensi lahar pada sungai-sungai kecil yang merupakan anak sungai dari Besuk Kobokan.

Baca juga artikel terkait GUNUNG SEMERU NAIK LEVEL atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Abdul Aziz