tirto.id - Penolakan kebijakan mengenai reklamasi yang akan dilakukan di Teluk Benoa, daerah Selatan Pulau Bali, terus berlanjut. Kali ini bukan saja dari masyarakat Bali sendiri, melainkan juga telah melibatkan kelompok di luar pulau Bali, seperti Jakarta.
ForBALI adalah sebuah aliansi yang berbasis di Jakarta dan terdiri dari individu, LSM, musisi, seniman, mahasiswa, pemuda dan akademisi yang peduli dengan lingkungan hidup. Mereka turut menggemakan suara masyarakat Bali dengan mengadakan acara yang bertajuk Gita Bumi: Sebuah Art Therapy untuk menolak reklamasi Teluk Benoa.
Ketua Panitia Gita Bumi Rudolf Dethu mengatakan jika musik adalah alat perlawanan, sedangkan seni adalah alat edukasi.
“Berkaca dari apa yang terjadi di Bali, musik telah menjadi bagian penting dari perlawanan. Hari ini, Jakarta tengah melakukan perluasan solidaritas tanpa batas dan melakukan edukasi publik melalui seni. Menyebarkan semangat perlawanan melalui seni.” ujar Rudolf pada Jumat (3/6/2016) dalam siaran persnya.
Ngurah Agung, salah satu anggota forBali, menambahkan, penolakan tidak harus dilakukan dengan cara berdemo, hal inilah yang mendasari acara Gita Bumi, dimana konsep penolakan dilakukan dengan cara bergembira.
“Kami berharap pola-pola perlawanan popular semacam ini dapat direplikasi di pesisir lain dan membangkitkan solidaritas pesisir dengan cara yang asyik dan bergembira”, tutur Agung Ngurah menjelaskan konsep acara Art Therapy Gita Bumi.
Teluk Benoa sendiri merupakan kawasan perairan dengan ekosistem pesisir yang sempurna yakni terdapat mangrove, padang lamun dan di sisi luar teluknya memiliki terumbu karang.
Dalam jaringan konservasi perairan di Bali, ekosistem pesisir Teluk Benoa dan kawasan sekitarnya seperti Sanur, Serangan, Nusa Dua memiliki keterkaitan yang erat dengan kantong-kantong keanekaragaman hayati perairan pesisir Kawasan Candidasa dan Kawasan Nusa Penida. Semua potensi tersebut terancam rusak karena reklamasi.
Penulis: Rima Suliastini
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara