tirto.id - Dewan Komisi Etik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (FIB Unair) menggelar sidang etik untuk mahasiswa bernama Gilang Aprilian Nugraha via daring, pukul 11 pagi Senin (3/8/2020) lalu. Sidang dihadiri oleh Dekan Diah Ariani Arimbi, Wakil Dekan I Puji Karyanto, Ketua Tim Help Center Unair Liestyaningsih, dan keluarga Gilang.
"Rektor tidak hadir. Itu sidang tingkat fakultas," kata Kepala Pusat Informasi dan Humas Unair, Suko Widodo, kepada wartawan Tirto, Rabu (5/8/2020) pagi.
Pertemuan membahas keputusan Rektor Mohammad Nasih untuk memecat Gilang dari kampus. Keputusan itu diambil dengan pertimbangan laporan komisi etik, laporan Tim Help Center, klarifikasi keluarga, dan juga nama baik serta citra kampus.
Suko mengatakan itu adalah konsekuensi yang patut diterima Gilang atas tindakannya yang menyita perhatian publik begitu besar. "Keluarga menerima keputusan Universitas Airlangga," Suko menambahkan.
Setelah ini Unair menyerahkan proses hukum lebih lanjut kepada pihak yang berwenang.
Gilang, mahasiswa jurusan Sastra Indonesia FIB Unair, ramai dirundung di media sosial sejak pekan lalu karena diduga melakukan pelecehan seksual 'fetish kain jarik' kepada mahasiswa kampus lain dengan modus riset untuk skripsi.
MFS, bukan nama sebenarnya, membongkar kasus ini di Twitter, Rabu (29/7/2020). Selain menceritakan apa yang terjadi, mahasiswa semester tiga di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya ini juga melampirkan beberapa bukti foto, rekaman video, hingga tangkapan layar percakapan.
Awalnya terduga pelaku memperkenalkan diri sebagai mahasiswa angkatan 2015 di Unair. Terduga pelaku memaksa korban membungkus seluruh badan dengan kain jarik atau selendang dengan dalih riset. Korban merasa kasihan dan akhirnya menurut karena terduga pelaku bilang ia sudah semester 10 ketika normalnya mahasiswa kuliah hanya delapan semester.
Setelah MFS, korban-korban lain bermunculan. Cerita mereka serupa: dikontak terduga pelaku, diminta membungkus badan dengan kain jarik dengan alasan riset.
Selain itu, lewat tangkapan layar, tampak sekali terduga pelaku kerap memaksakan kehendak. Ia berkali-kali emosional, berulang kali menyuruh korban minta maaf bahkan untuk hal-hal kecil seperti balasan tak sesuai dengan ekspektasi.
Keberadaan Tak Jelas
Pekan lalu, dosen dan akademisi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang, Fathul Lubabin Nuqul, merekomendasikan agar Gilang tak hanya diproses secara hukum, namun juga diberikan konsultasi dan terapi psikologis. Sebab, "kalau dihukum aja, enggak akan selesai."
"Jadi kalau misalnya harus terapi, ada metode-metodenya. Karena kan orang lain yang seperti ini asyik dengan dirinya selama tidak ada yang menghalangi. Dia akan nyaman-nyaman saja. Akan selalu dilakukan terus," katanya.
Kemungkinan buruk lain yang bisa terjadi: terduga pelaku akan depresi jika tidak segera ditangani. Pada salah satu kasus, rasa depresi berujung bunuh diri.
Ketua Tim Help Center Unair Liestyaningsih mengaku sudah "mendalami hal tersebut." Masalahnya, katanya kepada wartawan Tirto, Rabu siang, "sampai saat ini belum ada informasi tentang keberadaan yang bersangkutan."
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Timur, Trunoyudo Wisnu Andiko, juga mengaku belum menemukan keberadaan Gilang. Katanya, penyelidikan masih terus berjalan sembari menunggu pelaporan korban. "Dan juga koordinasi dengan Unair," kata Yudo saat dikonfirmasi Rabu siang.
Untuk perkara pendampingan psikologis, Yudo mengaku pihaknya akan berupaya melakukan hal tersebut jika Gilang sudah ditemukan.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino