tirto.id - Partai Gerindra akan mendorong nama Sekretaris Jenderal Ahmad Muzani sebagai Calon Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2019-2024. Gerindra pun akan berusaha maksimal dalam mengupayakan Muzani bisa menduduki kursi nomor satu di MPR.
"Kami punya calon pimpinan MPR namanya Bapak Ahmad Muzani. Insya Allah kami akan berjuang sekuatnya untuk mewujudkan bahwa pimpinan MPR dari Gerindra," kata Anggota Badan Komunikasi Partai Gerindra, Andre Rosiade di sela acara Pembekalan Anggota MPR-RI 2019-2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (29/9/2019).
Andre mengatakan, partainya akan menggalang kekuatan bersama delapan partai lainnya di DPR dan perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar Muzani menjadi Ketua MPR. Andre mengklaim kursi Ketua MPR layak didapatkan partai besutan Prabowo Subianto itu karena merupakan partai dengan perolehan suara terbanyak kedua dalam Pemilu 2019.
"Kan ada sembilan fraksi, ada perwakilan DPD, nanti kami musyawarah, lobi-lobi, insya Allah kita lihat nanti perkembangannya. Yang jelas Gerindra punya calon namanya Ahmad Muzani," tegas Andre.
Berdasarkan UU MD3 yang baru saja direvisi menyatakan setiap partai politik yang lolos ke Senayan akan mengirim satu orang untuk duduk sebagai pimpinan MPR 2019-2024.
Susunan pimpinan MPR 2019-2024 terdiri dari 10 orang yang berasal dari sembilan orang perwakilan partai dan satu orang perwakilan Dewan Perwakilan Daerah. Nama Ketua MPR akan dipilih dari sepuluh nama yang diserahkan setiap partai dan perwakilan DPD tersebut.
Niatan Gerindra berpotensi tidak mulus. Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate mengingatkan Partai Gerindra untuk tak ngotot agar Muzani bisa menjadi Ketua MPR.
Johnny beralasan, semua fraksi dan DPD masing-masing telah mendapatkan satu jatah kursi pimpinan MPR. Kemudian, pemilihan Ketua MPR harus sesuai musyawarah mufakat, bukan berdasarkan hasil voting. Hal ini kata Johnny sesuai dengan tujuan DPR melakukan revisi terhadap UU MD3.
Johnny mengatakan pemilihan ketua MPR periode 2019-2024 menjadi ujian, apakah mampu bisa diselesaikan secara musyawarah mufakat atau tidak. Menurutnya, jika tidak dapat diselesaikan melalui musyawarah mufakat, maka tujuan mengubah UU MD3 tak terwujud dan hanya lip service saja.
"Kalau gak mampu diselesaikan musyawarah mufakat, dan bahkan melalui voting berarti alasan penambahan pimpinan MPR itu hanya lip service kepentingan pragmatis saja. Ini sikap partai Nasdem," ujar Johnny di kompleks parlemen, Jakarta, Minggu (29/9/2019).
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Andrian Pratama Taher