tirto.id - Partai Gerindra menyatakan bakal mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperbolehkan eks koruptor menjadi calon legislatif sebagaimana undang-undang Pemilu nomor 7 tahun 2017. Hal ini disampaikan Wakil Ketua DPP Gerindra, Fadli Zon.
"Pokoknya kami sesuai UU lah. Kami tidak mau melanggar UU. Kita hidup kan kerangkanya UU. Kalau UU membolehkan, berarti kan kami tidak boleh menghilangkan hak orang untuk dipilih atau memilih," kata Fadli, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/9/2018).
Fadli pun menyebut Komisi Pemilihan Umum (KPU) seharusnya tidak bersikap mendua terhadap eks koruptor ini. Sebab, menurutnya, mereka diperbolehkan menjadi kepala daerah tapi tidak boleh menjadi caleg.
"Yang saya heran kenapa kok ini tidak diantisipasi ketika untuk eksekutif, gubernur dan bupati kok boleh. Harusnya dari awal dirancang tidak boleh," kata Fadli.
Akan tetapi, Fadli zon menyatakan partainya tidak mencalonkan eks koruptor sebagai caleg DPR RI, melainkan hanya M Taufik untuk di DPRD DKI Jakarta.
"DPRD provinsi dan kabupaten itu bukan legislatif. Lihat UU Pemda, lihat UU Pilkada dan pemilu," kata Fadli.
Dalam UU Pemda nomor 23 tahun 2014 DPRD memang tidak disebut sebagai legislatif. Karena tidak punya kewenangan membuat UU, hanya Perda.
MA telah memutus uji materi Pasal 4 ayat (3), Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Kamis (13/9/2018) lalu.
Pasal itu mengatur tentang larangan eks koruptor, eks bandar narkoba, dan eks pelaku kejahatan seksual pada anak menjadi caleg.
Hasil putusan adalah MA memperbolehkan eks koruptor menjadi caleg lantaran menganggap PKPU yang mengatur hal itu bertentangan dengan UU Pemilu. Berdasarkan UU pemilu, setiap orang yang memiliki riwayat pidana atau pernah menjadi terpidana dibolehkan mendaftar sebagai caleg namun wajib mengumumkannya ke publik.
Dengan putusan ini, maka 13 bacaleg eks koruptor yang telah diloloskan Bawaslu bisa dieksekusi oleh KPU untuk dinyatakan Memenuhi Syarat (MS) setelah sebelumnya dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Yantina Debora