tirto.id - Festival Teater Jakarta (FTJ) 2016 yang diselenggarakan Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) memamerkan arsip-arsip yang menjadi ikon dalam perkembangan seni teater Indonesia.
Ketua Komite Teater DKJ Afrizal Malna di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin malam, mengatakan pameran arsip tersebut memperlihatkan kehidupan teater di masa transisi antara sebelum dan setelah kemerdekaan Indonesia.
"Tujuannya supaya publik dan para pegiat seni teater memahami mata rantai yang lebih panjang ke belakang," kata dia.
Pemilihan arsip-arsip teater dalam pameran tersebut dilakukan berdasarkan hasil riset dari sastrawan Zen Hae dengan mencari arsip yang menjadi penanda keadaan dan memiliki ikon yang kuat.
"Kami mencari artefak teater yang ikonik di eranya dan berhubungan dengan politik pada saat itu," kata Afrizal.
Pameran arsip teater FTJ 2016 menampilkan berbagai dokumen yang beragam, antara lain 22 gambar cetak dengan media kain yang memperlihatkan tulisan, foto, undangan pertunjukan teater, dan halaman depan surat kabar yang merupakan koleksi Perpustakaan Nasional.
Terdapat pula 10 perangkat audio yang memperdengarkan ceramah budaya dan diskusi naskah teater oleh satrawan dan budayawan seperti Astaman, Ikranegara, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono, Arswendo Atmowiloto, Kuntowijoyo, dan Putu Wijaya.
Pameran tersebut juga memberikan informasi mengenai lini masa teater Indonesia sejak masa permulaan pada 7 Desember 1821 atau berdiri gedung kesenian pertama kali di Batavia hingga 1968 ketika sutradara teater Arifin C Noer mendirikan Teater Ketjil Jakarta.
FTJ 2016 mengambil tema "Transisi" dan berlangsung selama 19 hari dari 21 November sampai 9 Desember. Sebanyak 26 grup teater berpartisipasi dalam kegiatan ini.
Tema "Transisi" dipilih sebagai upaya untuk melepas batas antara tradisi dan modern mengingat pelaku seni pertunjukan teater sering kali terjebak dalam pemilihan bentuk teater yang ekstrem, misalnya memilih berkesenian teater modern dan meninggalkan teater tradisional.
Penyelenggara festival tersebut adalah Komite Teater DKJ bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Badan Ekonomi Kreatif.
FTJ pada awalnya bernama Festival Teater Remaja Jakarta dan mulai bergulir pertama kali pada 1973 diprakarsai oleh Wahyu Sihombing dari Komite Teater DKJ.
Festival tersebut bertujuan membina secara simultan kelompok-kelompok teater dalam jangkauan dua aspek pokok, yaitu aspek kuantitatif dan aspek kualitatif.
Untuk mencapai sasaran tersebut, FTJ merumuskan konsep tematik berdasarkan ketetapan Komite Teater DKJ dengan mempertimbangkan aspirasi asosiasi perteateran dari wilayah kota administrasi se-DKI Jakarta.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz