Menuju konten utama

Fredrich Yunadi Sesalkan Hakim Tak Mau Panggil 20 Saksi Kunci

Hakim tidak memanggil para saksi kunci dengan alasan ingin mempersingkat waktu.

Fredrich Yunadi Sesalkan Hakim Tak Mau Panggil 20 Saksi Kunci
Terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi (tengahi) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan kasus e-kTP, Fredrich Yunadi menyayangkan sikap majelis hakim yang tak memanggil para saksi kunci terkait kasus yang menjeratnya.

Dalam sidang agenda pembacaan pleidoi, Fredrich mengatakan penuntut umum sengaja tidak ingin menghadirkan 20 saksi kunci dari total 40 saksi yang ada di berkas penuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsu (Tipikor).

Selama menjalani persidangan, hakim malah satu irama untuk tidak memanggil para saksi kunci dengan alasan ingin mempersingkat waktu.

"Ironisnya majelis hakim mengabulkan penuntut umum dan mengabaikan keberatan terdakwa dan penasihat hukum. Majelis hakim hanya berdalih dengan menyingkat waktu tidak perlu semua saksi dihadirkan," ucap Fredrich di PN Jakarta Pusat, Jumat (22/6/2018)

Adapun saksi kunci yang dimaksud Fredrich adalah Reza Pahlevi selaku mantan ajudan Setya Novanto, politisi Golkar Aziz Samual dan Ginanjar salah satu petugas rumah sakit di Rumah Sakit Medika Permata Hijau terkait kecelakaan yang dialami oleh Setya Novanto. Menurutnya para saksi kunci tersebut bisa digunakan untuk menemukan fakta-fakta baru dalam persidangan.

"Proses persidangan adalah mencari fakta yang materil dan menggali kebenaran hakiki tetapi dengan licik penuntut umum mencari kesalahan dengan menghalangi dan mencari informasi. Antara lain menghalangi saksi-saksi yang akan mengungkapkan kebenarannya," ucap Fredrich.

Selain itu, dalam pledoi, Fredrich juga mengatakan bahwa penuntut umum juga berusaha memutarbalikan fakta. Tujuannya adalah sebagai bentuk balas dendam agar dirinya yang dahulu sebagai pengacara Setya Novanto turut dijerat terkait kasus tindak pidana korupsi.

"Penuntut terbukti menghalalkan segala cara, baik dengan percobaan memalsukan baik memutarbalikan fakta. Tujuannya hanyalah satu, yaitu balas dendam bukan penegakan hukum. Doktrin penuntut umum serta visi-misi kejaksaan telah dikesampingkan begitu saja," ucap Fredrich.

Dalam kasus ini, Jaksa KPK menuntut Fredrich dengan hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan dengan sejumlah pertimbangan.

Jaksa menilai Fredrich terbukti mengondisikan agar Setya Novanto dirawat di RS Medika Permata Hijau. Ia meminta tolong kepada dokter Bimanesh Sutardjo untuk membantu skenario perawatan Setya Novanto.

Menurut jaksa, Fredrich terbukti berusaha mengondisikan ruang perawatan Setya Novanto di RS Medika Permata Hijau. Hal itu dilakukan agar Novanto bisa menghindari pemeriksaan KPK dengan alasan diagnosis penyakit hipertensi.

Jaksa menegaskan Fredrich terbukti telah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Hukum
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Alexander Haryanto