tirto.id - Lissy Andros tak pernah tahu jika beberapa buku yang dibacanya mampu mengubah hidupnya secara keseluruhan.
Pada 2009, dengan antusiasme yang meledak-ledak, perempuan ini memutuskan meninggalkan Texas demi memulai hidup baru di Forks, Washington. Novel “Twilight” karya Stephenie Meyer mengubah pikirannya untuk menetap di kota tersebut.
Selain berterima kasih pada Meyer, pemerintah Kota Forks memang sudah seharusnya mengapresiasi Andros.
Fanatisme Andros terhadap karya-karya Meyer membuatnya turut andil mempromosikan pariwisata kota tersebut.
Atas fanatismenya pula, perempuan ini kemudian ditunjuk sebagai Direktur Eksekutif Forks Washington Chamber of Commerce. Posisi yang membuatnya kian dekat dengan wisatawan sekaligus penggemar “Twilight”.
Mengutip Oregon Live, sebelum “Twilight” difilmkan dan sukses secara komersil, Forks hanya kota kecil dengan intensitas hujan yang tinggi.
Dengan cuaca yang kerap dianggap tak bersahabat ini pula, membangun industri pariwisata bagi pemerintah setempat bukan hal yang mudah.
Jika ingin berkembang, adaptasi dengan kota-kota di sekitarnya menjadi salah satu jalan. Forks tak menempuh jalan itu sejak produk budaya pop mengangkat citranya sebagai kota vampir.
Kendati tak seramai di awal perkembangannya, kota ini masih menarik minat sekitar 41.000 pengunjung pada 2017 silam.
Forks bukan satu-satunya kota hujan yang berhasil membangkitkan industri pariwisatanya. Warga Kota Bergen di Norwegia juga punya cara unik untuk mengubah dinginnya hujan menjadi komoditas.
Untuk mempercantik kota sekaligus menambah pendapatan warga, Bergen mengubah wajahnya dengan menawarkan suasana Natal yang identik dengan musim dingin sepanjang tahun.
Di kota ini pula, wisatawan tak akan kesulitan menemukan bangunan-bangunan dengan warna merah atau toko yang menjual sajian Natal khas lokal seperti krumkaker.
Sekalipun musim panas datang, setiap orang yang mampir kota ini perlu membiasakan diri menggunakan jaket atau mantel ke manapun mereka pergi. Demikian yang ditulis Heart My Backpack.
Jika Norwegia memiliki Bergen, India memiliki Desa Cherrapunji di Negara Bagian Meghalaya sebagai tempat terbasah di dunia.
Melansir dari CNN, di desa dengan curah hujan tertinggi kedua di dunia ini, wisatawan bisa menikmati keindahan Air Terjun Nohkalikai setinggi 335 meter.
Tak seperti Forks atau Bergen yang mengandalkan kebudayaan lokal sebagai komoditas, Charrapunji menawarkan keindahan alam yang tak bisa ditemukan di sembarang tempat.
Tak jauh Cherrapunji, Mawlynnong juga menjadi daya tarik tersendiri lantaran desa ini dikenal sebagai desa terbersih di negara bagian tersebut.
Meski cuacanya dingin, The Shillong Times mewartakan terdapat 1.002.907 wisatawan yang mengunjungi Meghalaya pada 2017 silam.
Tingginya jumlah wisatawan di daerah-daerah tersebut mematahkan mitos bahwa cuaca dingin cenderung membuat orang malas pergi berlibur, Psikolog Jolanta Burke mengatakan ada sisi positif dan negatif dari setiap kondisi.
Pada hari-hari yang mendung, para pelajar cenderung lebih berkonsentrasi pada kegiatan akademi.
Keadaan ini bisa dimanfaatkan untuk mengajak mereka mengunjungi museum karena mereka akan akan lebih memperhatikan.
Menurut A Lust for Life, sebaliknya, cuaca cerah membuat mereka fokus pada banyak hal yang membawa kesenangan ketimbang pada materi yang disampaikan.
Tecsia Evans punya saran lain untuk memperbaiki suasana hati saat matahari tak bersinar. Psikolog Klinis di San Fransisco ini mengatakan dengan menyalakan lampu di pelbagai ruangan, ini bisa membantu seseorang untuk tak merasa muram.
Cahaya atau keadaan terang bisa meningkatkan hormon serotonin dalam tubuh sehingga membuat orang merasa nyaman dan tenang.
“Meski cuaca berdampak terhadap suasana hati, saya tidak menyarankan Anda selalu menuruti suasana hati yang muram saat cuaca mendung. Bukan matahari yang membuat kita riang, tapi yang kita lakukan ketika matahari bersinarlah yang mengubah suasana hati kita. Jadi, mari kenakan pakaian yang hangat serta sepatu yang nyaman, lalu keluarlah dan peluklah alam,” kata Burke.
Editor: Yandri Daniel Damaledo