Menuju konten utama

Final Australia Open 2019: Menanti Dongeng Terbaru dari Melbourne

Pertemuan Naomi Osaka dan Petra Kvitova di Australia Terbuka 2018 melanjutkan dongeng yang senantiasa mengiringi gelaran Grand Slam yang dilangsungkan di Melbourne, Australia, itu.

Final Australia Open 2019: Menanti Dongeng Terbaru dari Melbourne
Petenis Kanada, Milos Raonic melakukan tembakan ke pemain Prancis Lucas Pouille pada pertandingan perempat final di kejuaraan tenis Australia Terbuka di Melbourne, Australia, Rabu, 23 Januari 2019. (AP Photo / Kin Cheung)

tirto.id - Setiap tahunnya, Grand Slam, turnamen tenis paling akbar di dunia, digelar empat kali. Dan di antara empat turnamen itu, Australia Terbuka-lah yang paling sering menghadirkan kisah-kisah yang menyerupai dongeng.

“Kemenangan,” kata Roger Federer setelah mengalahkan Marlin Clinic 6-2, 6-7, 6-3, 3-6, 6-1 di final Australia Terbuka 2018, “adalah sebuah mimpi yang menjadi nyata. Dongeng terus berlanjut untuk kita, untukku... Ini tentu luar biasa”

Sekitar setahun sebelum Rogerer berkata demikian, Venus Williams, Mirjana Lucic-Baroni, dan Roger Federer sendiri merupakan pelaku dongeng dalam gelaran Australia Terbuka 2017. Mengawali turnamen dengan bekal keraguan, mereka justru mampu tampil -- yang barangkali -- melampaui harapan mereka masing-masing: Roger Rogerer meraih gelar juara, Venus menembus babak final, dan Baroni melangkah hingga babak semifinal.

Semua orang tahu bahwa Roger Federer bisa meraih gelar juara tenis semudah membalikkan telapak tangan. Namun, melihat bagaimana cara petenis asal Swiss itu menyambut Australia Terbuka 2017, gelar juara jelas tampak jauh dari genggaman Federer. Ia dihantui cedera hampir di sepanjang tahun 2016, dan harus melangkah ke Australia Terbuka setelah absen selama enam bulan.

Kemudian, Federer terus menang, menang, dan menang, sampai akhirnya ia berhasil mengalahkan Rafael Nadal, rival abadinya, setelah melewati salah satu tontonan paling dahsyat dalam sejarah final Australia Terbuka.

Sementara itu, dongeng Venus Williams di Australia Terbuka 2017 adalah tentang Syndrome Sjorgen, sebuah penyakit yang menyerang kekebalan tubuhnya sejak tahun 2011 silam. Penyakit itu membuat saudara kandung Serena Williams itu mudah lelah, otot-ototnya lemah, hingga peringkat WTA-nya terlempar dari posisi 100 besar. Namun di Australia 2017 itu, Sindrom Sjorgen yang diderita Venus tampak menguap di angkasa. Ia tampil luwes, sangat bertenaga, meski akhirnya kalah dari Serena di partai puncak tunggal putri.

Bagaimana dengan dongeng milik Mirjana Lucic-Baroni?

Baroni pernah disebut sebagai talenta paling menjanjikan dalam jagat tenis perempuan setelah berhasil menembus babak semifinal Wimbledon tahun 1999 silam, saat usianya baru menginjak 17 tahun. Sayangnya, ia kemudian terlalu banyak mempunyai urusan di luar tenis, terutama karena siksaan yang dilakukan ayahnya, sehingga membuat bakatnya seakan hilang ditelan malam. Sekitar 18 tahun setelah semifinal Wimbledon yang membanggakan itu, ia tiba-tiba mencapai empat besar Australia Terbuka. Padahal, ia sebelumnya tak pernah menang sekali pun saat terjun di turnamen yang dilangsungkan di Melbourne, Australia, tersebut.

Yang menarik, dongeng-dongeng seperti itu kemudian berlanjut dalam gelaran Australia Terbuka 2019.

Sabtu (26/1/19) ini, di nomor tunggal putri, Petra Kvitova, petenis asal Ceko, akan bertanding melawan Naomi Osaka, petenis asal Jepang, di partai puncak Australia Terbuka 2019. Kedua petenis itu bukanlah unggulan teratas, tetapi siapa pun yang menang, mereka akan nangkring di peringkat 1 dunia, menggantikan posisi Simone Halep.

Bayangkan, seorang petenis polos berusia 21 tahun atau seorang petenis yang sempat divonis tidak bisa bermain tinggal selangkah lagi untuk menjadi ratu tenis sejagat.

Harapan Kvitova

Pada akhir tahun 2016 lalu, diwartakan Guardian, seorang perampok menyamar sebagai petugas pencatat meteran listrik. Tanpa curiga, Petra Kvitova pun membukakan pintu rumahnya. Kvitova kaget, lantas mencoba melawan, saat perampok itu menodongkan pisau. Tidak hanya berhasil menggondol sejumlah uang, perampok itu juga melukai tangan kiri Kvitova. Petenis asal Ceko itu pun harus naik ke meja operasi.

Setelah kejadian itu, Kvitova mulai memikirkan yang tidak-tidak: ia sering merasa tidak akan bisa bermain tenis lagi.

“Satu minggu setelah operasi aku bertanya kepada dokter: ‘Menurutmu, apakah aku bisa bermain di Wimbledon (2017) tahun ini?’ Dia membutuhkan waktu memberikan jawaban: ‘Kita akan mengusahakannya dan blah, blah, blah.’ Aku langsung paham bahwa ini tidak akan mudah.”

Kvitova akhirnya bisa bermain di Wimbledon, tentu. Namun, penampilannya ternyata tak pernah sama lagi. Setelah istirahat selama enam bulan, mantan jawara Wimbledon 2011 dan 2014 itu mengalami penurunan.

Ia hanya mampu menembus babak kedua Wimbledon dan Rolland Garros pada tahun 2017 lalu. Beberapa saat setelah itu, cerita Kvitova juga harus berakhir pada babak perempat-final Amerika Terbuka. Tahun 2018 bahkan lebih muram lagi Kvitova. Tampil di Australia Terbuka, Rolland Garros, Wimbledon, hingga Amerika Terbuka, prestasi terbaiknya hanyalah menembus babak ketiga Prancis Terbuka 2018.

Meski begitu, Kvitova memilih untuk terus bekerja keras, sampai akhirnya bisa menembus babak final Australia Terbuka 2019.

“Aku pikir tidak banyak orang yang percaya aku dapat melakukan ini lagi, bediri di atas lapangan ini dan bermain tenis dengan level seperti ini,” kata Kvitova setelah mengalahkan Danielle Collins pada babak semifinal, dilasir dari ABC News.

Lantas apakah dongeng Kvitova akan berakhir menyenangkan di pertandingan final nanti? Sulit, karena ia harus melawan Naomi Osaka yang sedang bagus-bagusnya.

Infografik Naomi Osaka

Infografik Naomi Osaka

Kekuatan Naomi Osaka

“Kamu mempunyai waktu 48 jam sampai kamu akhirnya kembali ke lapangan ini [Melbourne Park] di pertandingan final pada hari Sabtu nanti. Ketika kemarin kamu mengatakan bahwa kamu sedikit menghabiskan waktumu untuk berjalan kaki di Melbourne, apakah kamu ingin melakukan itu lagi?”

Aah, aku ingin tidur. Dan setelah itu aku mungkin baru jalan-jalan, tapi jujur, barangkali aku tidak akan jalan-jalan.”

Percakapan di atas adalah bagian dari post-match interview yang dilakukan Naomi Osaka setelah mengalahkan Karolina Pliskova 6-2, 4-6, 6-4 pada babak semifinal Australia Terbuka 2019. Ia memang terbiasa bersikap polos, sehingga tidak hanya penampilannya di atas lapangan yang ditunggu-tunggu, melainkan juga obrolan-obrolannya dengan media.

Setahun sebelumnya, dalam gelaran yang sama, Naomi juga pernah melakukan hal yang sama setelah mengalahkan Ashleigh Barty pada babak ketiga Australia Terbuka 2018. Karena kemenangan itu membuat Naomi melaju ke babak keempat untuk pertama kalinya di sepanjang keikutsertaannya dalam Grand Slam, Naomi saat itu ditanya tentang perasaannya. Naomi menjawab enteng, “Aku tentu merasa sangat senang, tapi aku juga harus minta maaf karena aku tahu kalian semua [para penonton] menginginkan Ash menang hari ini.”

Jawaban itu berhasil mengobati luka para penggemar Barty yang memadati Melbourne Park. Mereka lantas menghujani Naomi dengan tepuk tangan.

Yang menarik, sikap polos Naomi itu bisa berubah drastis saat ia sedang bertanding. Jika dalam gim Overwatch ia senang bermain dengan menggunakan karakter defensive [biasanya seorang healer], di atas lapangan tenis Naomi bisa berubah menjadi seorang pemain menyerang yang sangat menakutkan. Servisnya sangat bertenaga dan ia mempunyai insting tajam untuk segera mematikan bola.

“Dia memiliki kekuatan mentah paling murni dalam permainan, sebuah servis yang dapat menghasilkan angka dan ayunan forehand seperti cambuk yang menghasilkan pukulan fenomenal. Bahkan saat ia berusia 16 tahun, dia mampu mencatatkan pukulan forehand dengan kecepatan mencapai 160 kilometer per jam,” tulis Louisa Thomas dalam The Thousand Autumn of Naomi Osaka.

Meski begitu, seiring perkembangannya, petenis asal Jepang tersebut juga mempunyai kualitas untuk membaca permainan lawan. Saat ia kalah dalam sebuah set, ia akan mengoreksi kesalahannya, sambil melakukan hitung-hitungan yang bisa menguntungkan gaya mainnya. Alhasil, terutama dalam gelaran Australia Terbuka 2019, ia setidaknya dua kali bangkit setelah sempat kalah di set pertama: melawan Su-Hseia, Naomi menang 5-7, 6-4, 6-1, dan melawan Anastasija Sevastosva, Naomi menang 4-6, 6-3, dan 6-4.

Kemampuan Naomi dalam membaca permainan lawan bisa menjadi keuntungan di pertandingan final nanti. Sejauh ini, ia belum pernah sekali pun bertanding melawan Kvitova. Dari sana, mengingat Kvitova mempunyai gaya main yang mirip dengannya, kemampuannya dalam melakukan hitung-hitungan jelas lebih dibutuhkan daripada agresifitas Terlebih, Kvitova sudah mencoba menguji ketenangannya meski pertandingan belum dimulai.

“Dia adalah pemain yang sangat agresif, sepertiku. Aku pikir pertandingan final nanti adalah tentang siapa yang mampu meraih angka pertama lantas memberikan tekanan kepada yang lain,” tutur Kvitova.

Baca juga artikel terkait AUSTRALIA OPEN 2019 atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Suhendra