tirto.id - Lockdown yang diberlakukan untuk menghadapi pandemi COVID-19 membuat ekonomi Filipina tertekan. Filipina mengalami kontraksi ekonomi hingga 16,5% pada kuartal II-2020 (yoy).
Pada kuartal I, ekonomi Filipina mengalami kontraksi 0,7% (yoy). Filipina secara teknikal masuk ke resesi. Demikian seperti dilansir dari Nikkei, Kamis (6/8/2020). Secara quarter to quarter (qtoq), ekonomi Filipina terkontraksi 15,2% pada kuartal II.
Filipina menerapkan lockdown ketat dan lebih lama dibandingkan negara-negara tetangganya. Namun, kasus positif di negara tersebut terus bertambah dan pada Rabu, 5 Agustus 2020 sudah mencapai 115.980. Angka itu menempatkan Filipina di peringkat kedua, di bawah Indonesia untuk kasus positif terbanyak di Asia Tenggara. Menurut data WHO, lonjakan kasus positif di Filipina terjadi selama Juni hingga Agustus.
Mulai 4 Agustus, pemerintah Filipina memberlakukan karantina yang lebih ketat di Manila dan provinsi terdekatnya selama dua pekan, sehubungan dengan melonjaknya kasus positif COVID-19 tersebut. Karena itu, tekanan ekonomi diprediksi akan berlanjut hingga kuartal ketiga.
“Kejatuhan ekonomi Filipina ke resesi dengan PDB kuartal II yang melemah menunjukkan dampak lockdown yang destruktif pada perekonomian negara yang tergantung pada konsumsi,” jelas ekonom senior ING, Nicholas Antonio Mapa, seperti dilansir dari Reuters.
“Dengan rekor pengangguran yang tinggi dan diperkirakan meningkat dalam beberapa bulan ke depan, kami tidak memperkirakan pembalikan yang cepat dalam perilaku konsumsi, semua bersamaan dengan kasus COVID-19 yang terus meningkat,” tambahnya.
Seperti halnya negara-negara lain, Filipina juga menghadapi kelesuan bisnis dan perdagangan sehubungan diberlakukannya pembatasan untuk mencegah penyebaran virus. Menurut Badan Pusat Statistik Filipina, tingkat pengangguran di negara tersebut melonjak hingga 17,7% atau setara dengan 7,3 juta orang.
Sebelumnya, ada Singapura yang juga mengumumkan masuk ke resesi. Pada kuartal II, ekonomi Singapura mengalami kontraksi hingga 12,6%. Singapura secara teknikal mengalami resesi karena pada kuartal I juga mengalami kontraksi sebesar 0,3%.
Korea Selatan juga mengalami nasib serupa. Pada kuartal I, Korsel mengalami kontraksi ekonomi hingga 1,3%. Kontraksi berlanjut pada kuartal II, dengan angka 2,9%.
Sementara Indonesia yang baru saja merilis angka pertumbuhan ekonomi, secara teknikal belum masuk ke resesi. Pada kuartal I, ekonomi Indonesia masih tumbuh 2,97%. Memasuki kuartal II, ekonomi Indonesia terkontraksi 5,32%.
Editor: Gilang Ramadhan