tirto.id - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menganggap elite politik di Kota Makassar dipermalukan masyarakat. Anggapan itu muncul pasca-terjadinya fenomena kemenangan kotak kosong melawan kandidat wali kota di pilkada 2018 Kota Makassar.
"Itu [kotak kosong menang] kan fenomena penting ya, bahwa desain elite dikalahkan keinginan rakyat. Elite di Makassar itu saya kira dipermalukan aksi rakyat memilih kotak kosong, dan di beberapa daerah elite dipermalukan rakyat," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (28/6/2018).
Berdasarkan hitungan cepat yang dilakukan lembaga riset Celebe Research Center (CRC), pasangan calon walikota dan wakil wali kota Makassar Munafri Afifuddin-Rachmatika Dewi (Appi-Cicu) harus mengakui keunggulan kolom kosong. Pasangan Appi-Cicu ini hanya memperoleh 46,55 persen, kalah dengan kotak kosong yang mendapat 53,45 persen suara.
Raihan itu hampir sama dengan hasil hitungan cepat yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Berdasarkan hitung cepat KPU, kotak kosong di Makassar meraih elektabilitas 53,17 persen, unggul dari elektabilitas Appi-Cicu sebesar 46,83 persen.
Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan mengungkap, jika kotak kosong yang menang, KPU akan menggelar pemilihan pada pilkada serentak gelombang berikutnya yaitu Pilkada 2020. Sementara untuk mengisi kekosongan jabatan di daerah yang dimenangkan kolom kosong itu akan ditunjuk Plt atau penjabat kepala daerah sebagaimana diatur dalam UU Pilkada.
“Tapi itu jadi kewenangan pemerintah, sehingga sesuai mekanisme akan menentukan siapa Plt itu, dan berapa lama [menjabat Plt] itu jadi kewenangan pemerintah,” kata Wahyu kepada Tirto, Selasa (26/6/2018).
Pilkada Kota Makassar semula akan diikuti oleh dua pasangan. Appi-Cicu sempat hendak melawan pasangan Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari Paramastuti yang maju lewat jalur perseorangan. Ramdhan merupakan petahana. Sedangkan Indira adalah Wakil Ketua DPRD Makassar periode 2014-2019. Dia mundur saat hendak maju ke Pilkada.
Namun, usai KPU setempat menetapkan 2 pasangan calon itu, pihak Appi-Cicu menggugat pencalonan Ramdhan-Indira ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Makassar. Appi-Cicu menuduh lawannya melanggar Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada. Pasal itu terkait larangan penggunaan kewenangan kepala daerah untuk kepentingan pencalonan di pilkada.
PTTUN mengabulkan gugatan itu dan memutuskan pencalonan Ramdhan-Indira digugurkan. Putusan kasasi di Mahkamah Agung atas perkara ini juga memperkuat hasil sidang di PTTUN.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yuliana Ratnasari