Menuju konten utama

Epidemiolog Dorong Pemerintah RI Cegah Penularan Cacar Monyet

Pemerintah RI didorong melakukan deteksi dini dan skrining agar dapat mencegah penularan penyakit cacar monyet.

Epidemiolog Dorong Pemerintah RI Cegah Penularan Cacar Monyet
Petugas memantau suhu badan penumpang yang melewati alat pemindai suhu tubuh di Terminal Kedatangan Internasional Bandara Ngurah Rai, Badung, Bali, Kamis (16/5/2019). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nym/ama.

tirto.id - Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman mendorong agar pemerintah Indonesia melakukan deteksi dini, skrining, menggencarkan vaksinasi, serta mengembangkan aplikasi PeduliLindungi agar dapat mencegah penularan penyakit monkey pox atau cacar monyet yang ditemukan di Inggris baru-baru ini. Terutama bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) dari negara yang memiliki wabah seperti di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.

“Nah, itu harus menjadi perhatian, terutama di bandara ya. Itu harus ada skrining khususnya dari masalah suhu dan juga tampilan umum dengan cara sampling. Dan yang melakukan sampling ataupun melakukan pemeriksaan ini, jangan lupa harus selalu menggunakan personal protective [alat pelindung diri] petugas ini, supaya cepat bisa diisolasi dan minimalisir,” kata dia saat dihubungi Tirto, Selasa (17/5/2022).

Dicky menuturkan, awalnya Inggris telah mendeteksi adanya cacar monyet pada seseorang di negaranya pada 7 Mei 2022. Diketahui, orang tersebut melakukan perjalanan dari Nigeria.

Menurut dia, cacar monyet ini merupakan hal yang sangat jarang ditemukan atau tidak umum dan tergolong sebagai zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia.

Lanjut Dicky, penyebabnya adalah virus monkeypox, yang masuk dalam keluarga orthopoxvirus. Secara epidemiologi, penularannya melalui kontak atau dengan droplet, sama seperti COVID-19. Bisa dari orang bersin dan batuk.

Dia menjelaskan bahwa masa inkubasi virus tersebut rata-rata 1-2 minggu. “Ini sebetulnya penyakit yang umumnya bergejala ringan dan bisa sembuh sendiri ya dalam kurun waktu 2 sampai 3 minggu. Tapi pada beberapa kasus, gejala bisa parah,” ucap Dicky.

Misalnya, tutur dia, seperti lesi atau gangguan di kulit seperti tampak bintil-bintil. Bintil-bintil ini bisa sangat gatal dan nyeri sekali. Selain itu, cacar monyet ini dapat menjadi masalah jika menerpa wanita hamil, karena bisa membuat mereka keguguran. Pada anak juga bisa terjadi gejala yang lebih parah.

“Itulah sebabnya, kewaspadaan harus dibangun. Meskipun kasusnya jarang dan angka kematiannya pun sebetulnya tidak terlalu tinggi atau hampir sama dengan COVID-19, di 1 persenan. Tapi, sebagaimana penyakit virus bila menerpa orang yang mengalami immunocompromised [masalah sistem imun], ya ini akan menjadi masalah karena bisa menjadi parah,” ujar Dicky.

“Kemudian yang harus dilakukan, kita harus melakukan deteksi dini terutama di pintu masuk [bandara]. Pintu masuk penguatan kita tingkatkan, karena penularan antarmanusia kan sudah terbukti bisa terjadi,” tambah dia.

Oleh karena itu, Dicky menyebut Indonesia perlu memperkuat skrining khususnya PPLN dari Afrika. Di samping itu, cacar monyet ini sudah ada vaksinnya tetapi sangat sedikit serta tidak terlalu populer.

“Saya kira untuk pelaku perjalanan dari Indonesia mau ke negara-negara Afrika atau mau siapapun ya, itu perlulah diberikan vaksinasi monkeypox ini termasuk yang baru masuk, pastikan bahwa dia memiliki status vaksinasinya dan juga tidak memiliki gejala gitu. Inilah contoh bagaimana deteksi dini, skrining, penyakit infeksi yang bisa dicegah dengan vaksinasi, penting untuk dilakukan,” kata dia.

Dicky mengatakan bahwa Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia juga harus membangun komunikasi dengan World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia, ataupun dengan otoritas di Inggris. Setidaknya dengan kedutaan terkait untuk mencari informasi lebih lanjut.

“Bangun terus masalah surveilans kita. Gunakan PeduliLindungi. Jangan hanya untuk COVID-19, bisa untuk penyakit lain yang diduga mewabah atau yang sudah mewabah. Bisa itu diberdayakan, dimanfaatkan. Jadi tidak mati bahkan tidak difungsikan lagi setelah COVID-19 ini enggak ada,” sambung dia.

Dicky juga mengimbau agar masyarakat tidak panik, karena kasus cacar monyet itu jarang. Kalaupun ada yang masuk ke Indonesia, pemerintah dapat melakukan deteksi awal yang sangat mencegah.

“Jadi kedatangan penumpang pesawat dari negara yang memiliki potensi pembawa penyakit yang mewabah itu harus cukup ketat. Dalam artian skriningnya, kemudian juga koordinasi dan juga untuk merespon jika ada ada yang tertular, sebetulnya segera diisolasi saja,” kata dia.

Baca juga artikel terkait CACAR MONYET atau tulisan lainnya dari Farid Nurhakim

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Farid Nurhakim
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Maya Saputri