Menuju konten utama

Enam Desa Terdampak Tsunami Selat Sunda Belum Bisa Ditangani

Tim SAR sulit menjangkau keenam desa tersebut karena akses yang sempat terputus dan rusak.

Enam Desa Terdampak Tsunami Selat Sunda Belum Bisa Ditangani
Warga mencari sisa barang yang bisa diselamatkan pascatsunami di Sumur Pesisir, Pandeglang, Banten, Senin (24/12/2018). ANTARA FOTO/Aurora Rinjani/Bal

tirto.id - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyampaikan bahwa hingga saat ini masih terdapat enam desa yang belum ditangani oleh tim gabungan operasi Search and Rescue (SAR) akibat tsunami Selat Sunda yang terjadi beberapa waktu lalu. Keenam desa tersebut berada di wilayah Kecamatan Sumur, Pandeglang, Banten.

“Daerah yang terdampak saat ini belum semuanya bisa dijangkau petugas, khususnya di Kecamatan Sumur,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Selasa (25/12/2018) siang.

Enam desa yang belum dapat dijangkau oleh tim SAR gabungan tersebut adalah Desa Cigorondong, Desa Kertajaya, Desa Sumberjaya, Desa Tunggajaya, Desa Ujungjaya, dan Desa Kerta Mukti.

Sutopo menjelaskan, tim SAR gabungan sulit menjangkau keenam desa tersebut karena akses yang sempat terputus. “Banyak jalan dan jembatan yang rusak karena terjangan tsunami, juga akibat material yang dibawa tsunami,” bebernya.

Pandeglang memang menjadi wilayah yang paling terdampak tsunami Selat Sunda. Berdasarkan data BNPB, hingga hari ini pukul 13.00 WIB, di Pandeglang terdapat 270 korban jiwa, 77 orang hilang, 1.143 orang luka-luka, dan 14.395 orang mengungsi.

Untuk kerugian material, terdapat 443 unit rumah rusak, 350 unit perahu rusak, 69 hotel rusak, 24 unit kendaraan roda empat rusak, 41 unit kendaraan roda dua rusak, serta 60 unit warung rusak. Sutopo menambahkan, data ini hanya data sementara yang jumlahnya bisa terus bertambah.

Masa tanggap darurat untuk Pandeglang akan diberlakukan selama 14 hari, dari 22 Desember 2018 hingga 4 Januari 2019. Sedangkan untuk Lampung Selatan yang juga terkena dampak tsunami, masa tanggap darurat akan diberlakukan selama 7 hari dari 23-29 Desember 2018.

“Kemungkinan nanti bisa diperpanjang, menyesuaikan kondisi lapangan,” ujar Sutopo sembari menegaskan bahwa saat ini kondisinya belum menyentuh level siaga. “Status yang ditetapkan BNPB tetap waspada level dua,” pungkasnya.

Gelombang tsunami di Selat Sunda diduga dipicu dari longsornya bagian Gunung Anak Krakatau pada Sabtu malam (22/12/2018). Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan, perkiraan luasan longsoran bagian tubuh Gunung Anak Krakatau itu berdasarkan pantauan citra satelit.

“Dari pantauan citra satelit terjadi deformasi [perubahan bentuk tubuh] Gunung Anak Krakatau yang menunjukkan luas 64 hektare, terutama pada lereng barat daya," papar Dwikorita di Jakarta, Senin (24/12/2018) seperti dikutip dari Antara.

BMKG juga mengeluarkan peringatan akan terjadinya gelombang tinggi di sejumlah wilayah di Indonesia, antara lain perairan Sabang-Banda Aceh, Bengkulu, Samudera Hindia Barat Sumatera, Selat Sunda bagian selatan, Laut Timor Selatan NTT, Samudera Pasifik bagian utara, Halmahera hingga Papua.

Baca juga artikel terkait TSUNAMI SELAT SUNDA atau tulisan lainnya

tirto.id - Hard news
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Editor: Iswara N Raditya