tirto.id - Bertahun-tahun lalu, tiap kali pulang kemalaman, A. Widyastuti, 25 tahun, kerap teringat nasihat orangtuanya. “Jangan naik taksi. Jangan naik taksi.”
Widya, warga Babelan, Bekasi Utara, bekerja di salah satu rumah sakit di Jatinegara, Jakarta Timur. Saban hari, dia menempuh perjalanan kurang lebih 40 km. Sejak Widya kuliah, jika Commuterline (KRL) habis dan satu-satunya moda transportasi yang memungkinkan digunakan buat pulang cuma taksi, ibu dan bapaknya selalu menyarankan agar numpang menginap di rumah atau kontrakan teman-temannya.
“Dulu, masalah pulang naik taksi itu bukan hanya berat di ongkos—saya belum punya penghasilan—tapi juga risiko keselamatan selama perjalanan,” kata Widya.
Pendapat Widya beralasan. Pada 2016-2018, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mencatat 7 tindak kejahatan yang menimpa penumpang taksi online. “Kasus itu terbagi atas tiga klasifikasi, yakni pemerasan, pencabulan, hingga pembunuhan,” kata Kepala Subdirektorat Angkutan Orang Kemenhub, Syafrin Liputo, Kamis (26/4/2018).
Sebagai contoh, pada Juli 2017, Riyan Arterino, pengemudi, memeras mahasiswi berinisial NS di bilangan Pondok Rumput, Bogor. Sedangkan pada 17 Januari 2018, pelaku—pengemudi taksi online—merampok dan mencabuli korbannya.
Kejadian-kejadian buruk semacam itu menjadi perhatian banyak pihak, terutama pemerintah dan penyedia layanan. Dua tahun lalu, atas saran Menhub Budi Karya, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika merancang sebuah aplikasi bernama Dashboard. Aplikasi ini berfungsi untuk memantau aktivitas pengemudi secara real time, salah satunya memberi informasi jika ada pergantian supir.
Sementara pihak penyedia layanan, dalam hal ini Grab, melakukan beragam upaya pencegah kejahatan dengan optimalisasi fitur-fitur aplikasi, salah satunya adalah fitur Pusat Keselamatan (Safety Centre). Manfaat fitur itu, memberikan rasa aman, tidak hanya didedikasikan untuk penumpang, tapi juga untuk para mitra sekaligus komunitas secara keseluruhan, sesuai dengan misi Grab.
“Risiko tidak hanya ada pada penumpang, namun juga pada pengemudi. Alhamdulillah makin ke sini fitur-fitur yang disediakan perusahaan bikin kami lebih tenang,” komentar Widadi, mitra Grab Car, yang biasa cari muatan lepas tengah malam.
Lengkap dan Tepercaya
Dalam bisnis perjalanan, keselamatan dan kenyamanan adalah harga mati. Sebab itulah upaya-upaya pencegahan harus selalu menjadi prioritas.
Sebagai langkah antisipasi, penumpang Grab dapat menambahkan kontak darurat yang bisa dihubungi jika sewaktu-waktu terjebak dalam situasi tidak menyenangkan. Penambahan kontak darurat ini bisa diakses pada menu pengaturan. Cara kerjanya: setelah kontak ditambahkan, fitur ‘Dapatkan Bantuan Darurat’ akan secara otomatis memberitahu kontak tersebut jika sang penumpang butuh bantuan. Selain itu, penumpang juga bisa menggunakan fitur Emergency Button.
"Fitur ini melengkapi fitur keselamatan lainnya yang sudah tersedia di aplikasi Grab yaitu share my ride (bagikan perjalanan), penyamaran nomor telepon penumpang, dan VOIP call," ujar Public Relations Manager Grab Indonesia, Andre Sebastian, Senin (10/2).
Semua fitur keamanan Grab juga berlaku tidak hanya saat penumpang melakukan perjalanan, namun juga saat melakukan pembayaran atau memesan makanan.
“Sebagai aplikasi sehari-hari yang melayani kebutuhan harian, prioritas utama kami adalah memastikan keselamatan dan keamanan pengguna aplikasi kami,” sambung Andre, menegaskan.
Pada awal tahun ini, sempat terjadi kasus antara Istiani dan Muhammad Imam yang membuat fitur Emergency Button viral. Namun demikian, jauh sebelum peristiwa itu terjadi, A. Widyastuti—bahkan mungkin juga jutaan pengguna Grab lainnya—sudah lebih dulu mengetahui keunggulan fitur tersebut. Itulah sebabnya, tiap kali pulang kemalaman, alih-alih melarang naik taksi atau menyarankan agar menginap di tempat teman, sang ibu malah berpesan agar Widya pulang menggunakan Grab. "Harus dengan Grab Car,” katanya, mantap.
Dalam konteks semacam itulah kita bisa merenungi ungkapan penulis asal Ghana, Israelmore Ayivor, tentang saat-saat pengemudi berada di balik setir sehingga membuat penumpangnya leluasa tidur di dalam mobil. Dengan kata lain: saat-saat di mana kepercayaan tengah dibangun di atas kompetensi.
“Kompetensi adalah memastikan bahwa tindakanmu membuat hati orang lain merasa nyaman justru ketika segala sesuatu, kendali, berada di tanganmu sendiri."
Testimoni Widya menunjukkan bahwa Grab adalah perusahaan yang kompeten. Kamu setuju, kan?
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis