Menuju konten utama
23 November 2005

Ellen Johnson Sirleaf: Presiden Perempuan Pertama di Afrika

Lembaran pamflet.
Mantra perempuan di
tanah Afrika.

Ellen Johnson Sirleaf: Presiden Perempuan Pertama di Afrika
Ilustrasi Ellen Johnson Sirleaf. tirto.id/Gery

tirto.id - Ellen Johnson Sirleaf tak ragu untuk berpisah dari suami lantaran mengalami kekerasan domestik. Ia punya empat anak dari pria yang dinikahi saat dirinya berusia 17 tahun. Ketika keempat anak itu lahir, Ellen masih berumur 20-an. Ia menitipkan anak-anak kepada sejumlah anggota keluarga besar demi keputusannya yang telah bulat: melanjutkan studi ke Amerika Serikat.

Ia meninggalkan Julejuah, sebuah desa di Bomi County, sebelah barat laut Liberia. Di desa itu keluarga Ellen menetap. Mereka tinggal dalam rumah di dekat danau tempat ia belajar berenang untuk pertama kali. Di sana pula tinggal sang nenek yang sempat bekerja sebagai market women, sebutan bagi wanita yang berdagang di pasar.

Suatu ketika saat Ellen mencalonkan diri menjadi presiden untuk pertama kalinya pada 2005, para market woman di Liberia membagikan selebaran dan kaus di jalan dan desa-desa. “Vote for Woman,” demikian kalimat yang terucap dari mulut mereka.

Dalam sebuah wawancara dengan New York Times, Ellen pernah berkata, “Wanita lebih kuat dalam memegang komitmen. Mereka bekerja lebih keras. Mereka jujur, dan pengalaman mereka telah membuktikan hal tersebut. Dalam konteks budaya Afrika, pria punya banyak tanggung jawab di luar keluarga dan urusan rumah sehingga ekspektasi yang disematkan pada mereka [para wanita] lebih keras dan intens.”

Ellen akhirnya memenangi ajang pemilihan presiden pada 23 November 2005, tepat hari ini 12 tahun lampau. Ia menjadi presiden perempuan pertama di Afrika yang dipilih lewat pemilihan umum. Sebelum menjadi presiden, ia pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan Liberia. Perjalanan Ellen di bidang ekonomi dan pemerintahan dimulai dengan bekerja sebagai Asisten Menteri Keuangan Liberia.

Baca juga:

Situasi politik yang tidak kondusif membuat Ellen memutuskan pindah ke Washington untuk bekerja di Bank Dunia. Setelah itu, ia sempat bekerja pada Citibank dengan posisi Vice President of The African Regional Office. Ia juga sempat menjabat sebagai Direktur United Nations Development Programme (UNDP). Ia mengundurkan diri dari jabatan tersebut untuk beralih ke dunia politik: menjadi presiden Liberia.

Kisah perjuangannya menjadi Presiden diceritakan dalam Madame President (2017), yang ditulis jurnalis Amerika kelahiran Liberia Helene Cooper. Buku tersebut terbagi menjadi tiga bagian. Pertama, cerita tentang Ellen dengan segala keterbatasan dan tuduhan yang disematkan padanya. Kedua, hubungannya dengan para market woman. Ketiga, tentang Ebola. Ellen juga mengisahkan perjalanan hidupnya dalam sebuah memoar, This Child Will Be Great: Memoir of a Remarkable Life by Africa's First Woman President (2009).

Masa Kekuasaan yang Pelik

Masa kepemimpinan Ellen dimulai dua tahun setelah perang sipil di Liberia berakhir. Pekerjaan rumah wanita ini cukup banyak. Pertempuran yang terjadi dalam kurun waktu 14 tahun telah melenyapkan 250.000 jiwa, merusak infrastruktur, dan memunculkan masalah sosial. Menurut World Food Programme, sekitar 64% masyarakat Liberia hidup di bawah garis kemiskinan.

The Washington Postmelaporkan, banyak wanita Liberia menjadi korban perang. Anak lelaki mereka dipaksa menjadi tentara sementara anak-anak perempuan diperkosa. Masa depan mereka terancam. Selama perang, diperkirakan 75% wanita di Liberia menjadi korban kekerasan seksual. Liberia juga masih menganut budaya patriarki.

Fenomena tersebut turut menjadi alasan Ellen untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Ia tak hanya fokus pada penyelesaian permasalahan kekerasan seksual. Justru, di periode pertama jabatan, salah satu perhatian utamanya ialah mengatasi korupsi. Dalam kurun waktu tersebut, 20 menteri kabinet terbukti terlibat dalam korupsi.

Baca juga: Mengapa Afrika Terus Diguncang Kudeta Militer

Di ujung masa jabatan periode pertama, Ellen menerima Nobel Perdamaian 2011 karena dianggap sanggup membela hak-hak wanita. Ia mendapat Nobel bersama Leymah Gbowee (aktivis perempuan Liberia kawan seperjuangan Ellen) dan Tawakkol Karman (aktivis perempuan Yaman). Pada pidato kemenangannya, Ellen memberi penghormatan pada para wanita yang telah memperoleh Nobel Perdamaian, khususnya Wangari Maathai, aktivis perempuan Kenya yang meninggal dua bulan sebelum Nobel Perdamaian 2011 dianugerahkan.

“Saya ingin mengutip perkataan Wangari yang menyatakan bahwa kita, para wanita yang punya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan, mengasah bakat dan pengalaman, atau bahkan memegang kekuasaan; seharusnya mampu menjadi contoh bagi wanita di luar sana. Penghargaan ini saya tujukan untuk mereka yang usahanya belum dihargai. Nobel ini juga untuk mereka yang punya kesempatan menjadi wakil demi membantu memperjuangkan hak asasi. Kita adalah cermin mereka. Untuk para wanita, kita harus berani bersuara,” tutur Ellen.

Baca juga:

infografik mozaik ellen johnson sirleaf

The Conversation menulis bahwa pemerintahan Ellen mampu mengimplementasikan hukum anti pemerkosaan yang paling komprehensif di Afrika. Ia membangun pengadilan khusus untuk menangani kekerasan berbasis gender. Seusai masa jabatan periode pertama, Ellen kembali mencalonkan diri lantaran hendak memastikan agar ide-ide pembangunannya bisa terealisasikan.

Kini pemerintahan Ellen telah sampai di ujung periode kedua. Di periode ini, yang menjadi fokus Ellen adalah menjadikan Liberia sebagai middle income country dalam kurun waktu 10-15 tahun mendatang.

Selama periode kedua berlangsung, korupsi masih belum sepenuhnya teratasi. Muncul pula persoalan pelik lain dalam bentuk penyebaran penyakit Ebola. “Sebagai presiden, seseorang seharusnya mampu menjadi pelindung bangsa. Ebola adalah penyakit yang sangat buruk,” ucap Ellen seperti dikutip dalam The Guardian.

Dari sisi ekonomi, sempat terjadi penurunan dua komoditas ekspor utama yakni besi dan karet. Saat ini, proses kampanye pemilihan presiden baru tengah berlangsung. Ada beberapa hal yang bisa dipertimbangkan saat memilih para calon di antaranya perhatian terhadap masalah korupsi, pengangguran, dan infrastruktur.

Ellen memberi rupa baru bagi Liberia dengan membangun beberapa proyek infrastruktur. Seorang anggota Liberian Woman Political Forum suatu kali pernah berkata, "Sirleaf menginspirasi perempuan untuk berani masuk ke bidang politik."

Baca juga artikel terkait PRESIDEN PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Politik
Reporter: Joan Aurelia
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Ivan Aulia Ahsan