tirto.id - Kasus yang menimpa Tuti Tursilawati, TKI asal Majalengka yang dieksekusi mati oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tanpa pemberitahuan resmi dua hari lalu bisa jadi bukan yang terakhir. Setidaknya, dalam catatan Kementerian Luar Negeri (Kemlu), masih ada 13 orang lagi menghadapi kasus serupa.
Kini mereka sedang berharap Pemerintah Indonesia, yang para pejabatnya kerap mendengungkan orang-orang seperti Tuti dan TKI lain sebagai "pahlawan devisa", membebaskan mereka dari hukuman mati, atau setidaknya terus mendampingi.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu Lalu Muhammad Iqbal menegaskan itulah yang sedang pemerintah lakukan.
"Fokus pemerintah memastikan mereka terpenuhi hak-hak hukumnya. Yang terpenting adalah pembelaan diri, mendapatkan penerjemah, dan proses peradilan yang fair," kata Iqbal dalam konferensi pers Selasa (30/10/2018) kemarin.
Dari 13 orang itu, cuma Eti binti Toyib Anwar telah mendapat keputusan tetap (inkrah) oleh pengadilan setempat. Seperti Tuti, Eti juga dituduh melakukan pembunuhan. Jika Tuti memukul orangtua majikannya dengan kayu, maka Eti bersekongkol dengan tenaga kerja dari India meracuni majikan.
Sementara 12 orang lain masih dalam tahap persidangan. Semuanya masih mungkin untuk dibebaskan, termasuk Eti, asal Cingambul, Majalengka.
Di Arab Saudi, meski telah diputus hakim, namun eksekusi mati tetap bisa dibatalkan sepanjang keluarga atau ahli waris korban memaafkan dengan memperoleh imbalan tertentu bernama diyat.
"Hanya ahli waris korban yang bisa memaafkan pelaku, biasanya setelah pembayaran diyat," tulis situs deathpenaltyworldwide.org.
Iqbal menerangkan kalau saat ini mereka sedang dalam pembicaraan dengan ahli waris. "Kami meminta ahli waris menyampaikan tawaran tertulis mengenai persyaratan untuk pemaafan Eti. Sampai saat ini pemberitahuan tertulis untuk Eti binti Toyib belum disampaikan keluarga korban kepada hakim," ujar Iqbal.
Batalkan Kerja Sama dengan Arab
Direktur Eksekutif Migrant Care—organisasi masyarakat yang fokus mengadvokasi buruh migran—Wahyu Susilo lewat siaran persnya mendesak pemerintah "melakukan langkah-langkah diplomasi yang signifikan" agar kejadian serupa tak terulang.
Salah satu "langkah diplomasi yang signifikan" yang mungkin dilakukan adalah membatalkan perjanjian bilateral Sistem Penempatan Satu Kanal (one channel) TKI yang diteken pada 11 Oktober lalu.
"Presiden Jokowi harus membatalkan [perjanjian itu]. Karena terbukti Saudi tidak memenuhi syarat dan ketentuan yang ada," kata Wahyu Selasa (30/10/2018) kemarin. Ketentuan yang dimaksud mengatur soal perlindungan para TKI.
Ia juga menyinggung soal pertemuan Menteri Luar Negeri Kerajaan Arab Adel bin Ahmed Al-Jubeir dengan Presiden Joko Widodo pada 22 Oktober lalu.
"Jokowi meminta Saudi Arabia memberikan perlindungan pada buruh migran Indonesia dan serius menuntaskan kasus [Jamal] Khashoggi. Ternyata permintaan tersebut diabaikan dengan tindakan eksekusi terhadap Tuty Tursilawati bahkan tanpa memberikan notifikasi," kata Wahyu.
Setidaknya ada beberapa eksekusi yang telah dilakukan oleh Kerajaan Arab Saudi terhadap TKI.
11 Januari 2008, perempuan asal Cianjur, Jawa Barat bernama Yanti Irianti dieksekusi mati dengan ditembak karena kasus pembunuhan.
18 Juni 2011, perempuan asal Bekasi bernama Ruyati juga dieksekusi hukuman mati dengan kasus yang sama. Begitu juga dengan Siti Zainab pada 14 April 2015, Karni Binti Tarsim dua hari setelah Siti Zainab, dan Zaini Misrin pada 18 Maret 2018.
Keempat nama terakhir tersangkut kasus yang sama dengan Yanti Irianti, namun cara eksekusinya berbeda: dipancung.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Rio Apinino