tirto.id - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menggelar sidang pemeriksaan saksi dalam kasus dugaan korupsi pada proses akuisisi Blok Basker Manta Gummy (Blok BMG) di Australia dengan terdakwa eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan.
Dalam sidang ini, jaksa menghadirkan mantan Deputi Pendanaan dan Manajemen Risiko Pertamina Evita Maryanti Tagor.
Kepada hakim ia mengakui hasil akuisisi Blok BMG itu tidak sesuai dengan rencana.
"Pada awal memang ada hasilkan minyak dimana masih ada hasilnya sedikit di awal, tapi memang enggak memberikan hasil yang diharapkan sesuai rencana," kata Evita kepada hakim.
Dalam berkas dakwaan dijelaskan, Pertamina menunjuk PT Delloite Konsultan Indonesia (PT DKI) untuk melakukan due deligence (uji tuntas) atas penawaran akuisisi Blok BMG yang ditawarkan PT ROC lewat Citibank.
PT DKI kemudian membuat perhitungan skenario analisa investasi berdasarkan data teknis cadangan minyak.
Dalam perhitungan tersebut didapat dua skenario yang membutuhkan pembuktian lebih lanjut, yakni.
1. Diasumsikan cadangan minyak sebesar 19,4 juta barel + gas 239 PJ (Petajoule). Apabila dilakukan akuisisi 100% maka nilai aset BMG sebesar 177 juta dolar AS.
2. Diasumsikan cadangan minyak sebesar 19,4 juta barel + gas 239 PJ + 24,5 MMBOE (Million Barrels of Oil Equivalent). Apabila akan dilakukan akuisisi 100% maka nilai aset BMG 374 juta dolar AS.
Evita menjelaskan, usai akuisisi ada revisi perhitungan cadangan dari perhitungan awal. Namun, Evita tidak mengetahui alasannya.
"Katakanlah hasilnya target 10, tapi enggak dapat 10 tapi cuma tiga," kata Evita menggambarkan.
Akhirnya produksi minyak di BMG dihentikan karena dirasa tidak ekonomis. Selain itu blok ini pun dipermasalahkan pemerintah Australia karena pencemaran.
Padahal Pertamina sudah mengeluarkan 30 juta dolar AS untuk akuisisi.
"Berarti enggak menghasilkan ya? Apa 30 juta dolar AS itu kembali?" tanya hakim.
"Enggak bisa kembali yang mulia," jawab Evita.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Nur Hidayah Perwitasari