Menuju konten utama

Ekonom Indef Kritik Cara Pemerintah Kendalikan Harga

Manan menilai pemerintah perlu meninjau ulang mekanisme pengendalian harga, yang kerap kali menggunakan impor.

Ekonom Indef Kritik Cara Pemerintah Kendalikan Harga
Petugas dari Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan serta Satreskrim Polresta Sidoarjo meninjau pedagang cabai saat sidak di Pasar Larangan, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (31/12/2018). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/wsj.

tirto.id - Ekonom Institue For Development of Economics and Finance (Indef), Abdul Manan mengkritik cara pemerintah mengendalikan harga barang yang sewaktu-waktu dapat bergejolak (volatile). Hal itu, kata Manan, menyebabkan salah satu komponen struktur inflasi selama tahun 2018 masih membengkak.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang inflasi selama 2018 mencatat, nilai inflasi volatile sebanyak 3,39 persen. Nilai itu memang lebih rendah dibanding 2014 silam yang mencapai 10 persen.

Namun, Manan mengatakan, tingginya angka itu diduga karena pemerintah belum berhasil melakukan pengendalian harga. Pasalnya, pemerintah seringkali melakukan impor ketimbang menggunakan produksi lokal.

“Sejauh ini pemerintah kan gencar melakukan operasi pasar tapi pertanyaannya dari mana produk itu diambil?” ucap Manan kepada reporter Tirto pada Rabu (2/1) lalu.

Untuk itu, Manan menilai pemerintah perlu meninjau ulang mekanisme pengendalian harga, yang kerap kali menggunakan impor. Sebab, cara tersebut mengesankan pemerintah hanya bergantung pada strategi jangka pendek lantaran tidak memaksimalkan peran domestik. Sebaliknya, ia mendorong pemerintah untuk meningkatkan produksi dalam negeri.

Menurut Manan, dalam upaya menjaga harga, pemerintah tidak cukup mementingkan kestabilan harga di pasaran semata. Tetapi juga perlu mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat yang bekerja di sektor produksi.

“Jangan sampai menggunakan dari impor. Secara jangka pendek, aman tapi tidak mensejahterakan masyarakat,” ucap Manan.

Selain itu, Manan juga mengingatkan angka 3,13 persen secara umum memang sudah cukup baik bagi domestik. Namun, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, Singapura (0,3 persen), Malaysia (0,2 persen), dan Thailand (0,36) persen, inflasi Indonesia masih tergolong tinggi.

Dampaknya kata Manan, akan memengaruhi persepsi investor yang ingin menanamkan modalnya lantaran angka itu menggambarkan realita suku bunga dan daya beli masyarakat.

“Walaupun inflasi kita cenderung turun, nilainya masih lebih tinggi dibanding negara lain,” ucap Manan.

Meskipun demikian, Manan mengatakan pencapaian angka inflasi yang mencapai 3,13 persen itu perlu diapresiasi. Sebab angka itu berpengaruh terhadap daya beli masyarakat dan pada akhirnya turut menentukan pertumbuhan ekonomi.

“5 persen dari PDB itu diisi oleh konsumsi rumah tangga. Jadi memang perlu inflasi yang rendah kalau ingin pertumbuhan ekonominya tinggi,” ucap Manan.

Baca juga artikel terkait INFLASI 2019 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto