Menuju konten utama

EDP Luaskan Wilayah Intervensi Nyamuk Berwolbachia

Eliminate Dengue Project Yogyakarta menetapkan 24 kluster di Kota Yogyakarta dan ke wilayah Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta sebagai tempat intervensi nyamuk berwolbachia untuk melanjutkan penelitian mengenai pengendalian virus demam berdarah dengue.

EDP Luaskan Wilayah Intervensi Nyamuk Berwolbachia
Petugas menempatkan ember berisi telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia pada halaman rumah warga di Yogyakarta, Rabu (31/8). Tim Eliminate Dengue Project Yogyakarta (EDP-Yogya), Fakultas Kedokteran UGM hingga 2017 mendatang menargetkan akan menitipkan 6.000 ember berisi telur nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia pada rumah-rumah warga guna menekan pengembangbiakan virus demam berdarah dengue (DBD) sebagai salah satu pelengkap pengendalian DBD yang masih menjadi ancaman bagi Yogyakarta. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko.

tirto.id - Eliminate Dengue Project Yogyakarta menetapkan 24 kluster di Kota Yogyakarta dan ke wilayah Kabupaten Bantul yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta. Ke-24 kluster tersebut kemudian dibagi menjadi 12 wilayah intervensi dan 12 wilayah pembanding untuk melanjutkan penelitian mengenai pengendalian virus demam berdarah dengue.

Ke-12 wilayah yang ditetapkan sebagai wilayah intervensi di antaranya adalah Cokrodiningratan, Terban, Pringgokusuman, Sosromenduran, Suryatmajan, Tegalpanggung, Ngupasan, Baciro, Mujamuju, Kadipaten, dan Patehan serta Bangunharjo Bantul.

EGP akan melakukan penelitian dengan memanfaatkan nyamuk aedes aegypti yang mengandung bakteri wolbachia ini hingga 2019.

"Pada tahun lalu, kami sudah menyebar nyamuk aedes aegypti berwolbachia di dua kecamatan dan tahun ini dilanjutkan tahun ini dengan metode yang sama," kata Peneliti Utama Eliminate Dengue Project (EDP) Yogyakarta Adi Untarini di Yogyakarta, Rabu, (25/1/2017) seperti dikutip dari Antara.

Dijelaskan bahwa penentuan wilayah yang akan menjadi lokasi intervensi atau tempat penyebaran nyamuk aedes aegypti berwolbachia ditetapkan sendiri oleh warga melalui sistem undian terbuka.

"Kami akan segera melakukan sosialisasi ke warga. Penyebaran nyamuk akan dilakukan dalam waktu satu atau dua bulan berikutnya," katanya.

Warga yang berada di wilayah intervensi akan menerima ember berisi 100 hingga 120 telur nyamuk aedes aegypti berwolbachia. Setiap dua pekan sekali, ember akan diganti dengan ember berisi telur baru yang harus dirawat agar tumbuh menjadi nyamuk dewasa.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, nyamuk yang sudah mengandung wolbachia mampu menekan replikasi virus DBD sehingga mengurangi penularan. Nyamuk tersebut diperkirakan juga dapat berkembang biak sehingga di lingkungan tersebut akan memiliki populasi nyamuk berwolbachia yang tinggi.

Proses pemberian dan penyebaran nyamuk akan dilakukan selama satu tahun kemudian dilakukan analisa kasus DBD di wilayah itu hingga 2019.

"Dari analisa yang dilakukan baru bisa diketahui efektivitasnya. Jika memang efektif, maka bisa ditawarkan menjadi program pengendalian DBD," kata Utarini.

Sedangkan bagi 12 wilayah lain akan menjadi daerah pembanding juga memiliki nilai penting dalam sebuah penelitian. Warga di lokasi tersebut juga tetap diarahkan untuk melakukan upaya penanggulangan penularan DBD.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Fita Yulia mengatakan, pengendalian DBD membutuhkan peran aktif masyarakat yaitu dengan menjaga kebersihan lingkungan agar nyamuk tidak berkembang biak.

"Yogyakarta adalah daerah endemik DBD. Tidak ada kelurahan yang bebas dari kasus DBD pada tahun lalu," katanya.

Sepanjang 2016, jumlah kasus DBD di Kota Yogyakarta tercatat sebanyak 1.706 kasus dan dimungkinkan masih bertambah karena ada tempat pelayanan kesehatan yang belum memberikan laporan. Total kematian akibat DBD tahun ini tercatat 13 kasus.

"Sepanjang Januari ini saja sudah ada 53 kasus. Seluruh pihak harus berusaha melakukan upaya agar penyakit ini tidak semakin merebak," katanya.

Baca juga artikel terkait WOLBACHIA atau tulisan lainnya dari Mutaya Saroh

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mutaya Saroh
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh